Mohon tunggu...
Bayu Segara
Bayu Segara Mohon Tunggu... Administrasi - Lihat di bawah.

Penulis saat ini tinggal di Garut. 0852-1379-5857 adalah nomor yang bisa dihubungi. Pernah bekerja di berbagai perusahaan dengan spesialis dibidang Layanan & Garansi. Sangat diharapkan jika ada tawaran kerja terkait bidang tersebut . Kunjungi juga blog saya di: https://bundelanilmu.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pemijat, Bisa Jadi Lebih Hebat dari Dokter.

17 September 2015   16:59 Diperbarui: 17 September 2015   16:59 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dulu, penulis pernah masuk rumah sakit. Penyakit radang tenggorokan adalah penyebabnya. Hal mana merupakan suatu pengalaman yang tidak menyenangkan. Tiap hari memakai selang infus, makan bubur yang tidak ada rasanya, makanan yang susah ditelan, tiap tengah malam dibangunkan untuk diobati padahal untuk tidur saja susahnya minta ampun, melihat pasien yang datang dengan berbagai penyakit atau kecelakaan yang mengerikan. Sungguh menderita sekali.

Oleh karena saking sakitnya menelan makanan serta bubur yang tidak ada rasanya, jarang sekali penulis menyentuh makanan. Jika ingin makan, penulis pergi ke warung makan di lantai bawah sambil membawa selang infus. Kebetulan, tidak ada yang menunggui karena begini ternyata resiko hidup sendirian di Jakarta.

Pandangan pengunjung yang aneh, darah yang keluar di ujung infus, suster yang kesal membetulkannya adalah hal yang biasa terjadi. Beginilah akibat yang ditanggung oleh pasien yang ingin merasakan makanan yang sesuai selera tapi tidak ada penunggu.

Cara makannya bagaimana, bukankah sakit menelannya? Begini, pertama beli es teh. Airnya diminum, esnya ditempelkan di tenggorokan yang terasa sakit. Setelah baal baru makan nasi. Walaupun masih terasa sakit, namun karena nasinya ada 'rasa', maka rasa sakitnya dicoba diabaikan. Perjuangan yang luar biasa sekali.

Namun, pergi ke warung makanpun tidak sering. Selain kasihan kepada suster yang membetulkan selang infus, tatapan curiga dia, serta rasa sakit menelan makanan itulah yang menyebabkannya. Hingga beberapa hari perut ini tidak terisi makanan.

Apa akibatnya? Perut mual, sesekali muntah. Maka ketika bertemu dengan dokter penulispun minta solusi. Dapatkah solusinya? Tidak! Terlihat beliau seperti kebingungan. Lumayan sewot dengan keadaan itu, akhirnya penulis mencoba inisiatif sendiri dengan membeli air teh pahit dan rutin meminumnya. Apa hasil yang didapat? mual dan muntah berhenti! Sembuh dari radang tenggorokan, sendi kaki dekat mata kaki terasa sakit dan kehitam-hitaman. Mungkinkah ini efek samping obat, pikir penulis. Ini poin pertama.

Tetangga, hampir dua tahunan mengalami sakit. Berobat kesana berobat kesini. Kasihan sekali. Badan kurus, kulit kusam tidak bercahaya. Tidak jelas sakitnya, sampai-sampai diapun berobat secara klenik. Terakhir berobat ke dokter, disarankan untuk pergi ke dokter ahli dalam yang sekali periksa tarifnya tujuh ratus lima puluh ribu. Tetangga itu berkata, jika ditambah dengan ongkos maka bisa satu juta uang yang dikeluarkan untuk sekali periksa. Wow, biaya sangat besar sekali.

Penulis heran. Berarti selama ini, dokter yang mengobati tidak mengetahui penyakit apa sebenarnya yang diderita oleh tetangga saya ini. Kalau tidak mengetahui, lalu obat apakah yang dia berikan selama ini?? Ini poin kedua.

Cerita lainnya. Kakek penulis batuk. Beliau berobat ke tempat biasa orang-orang berobat. Kita sebut seorang mantri saja. Beres batuknya, lekukan depan mata kakinya bengkak. Kata si mantri, jangan diurut bengkaknya itu. Kenapa? Takutnya asam urat! Berarti dia tidak tahu pasti apa penyakit kakek penulis tersebut. Lalu, obat apa yang dia berikan kalau begitu? Ngeri bukan membayangkannya. Ini poin ketiga.

Mari kita bahas poin-poin yang dikemukakan penulis di atas. Untuk poin kesatu, bahwa pentingnya seorang dokter untuk memahami, menganalisa dan menggali informasi keluhan dari seorang pasien. Jika tidak atau mengambil kesimpulan sendiri, dikhawatirkan pasien dapat mengambil inisiatif yang bisa memberi dampak lain dari penyakit diderita. Serta dokter harus memberikan pemahaman tentang apa saja yang dilakukan terhadap pasien. Misalnya kenapa makanannya tawar, kenapa diinfus, kenapa harus disuntik malam-malam dan lain sebagainya. Jangan kalah oleh pemijat, yang menjelaskan bahwa titik tubuh terasa sakit ketika dipijat adalah bentuk bahwa aliran darahnya tidak lancar, bekas pijatan yang masih terasa sakit menandakan kemungkinan sumbatan sudah lancar.

Berlanjut ke poin kedua, yaitu tetangga yang sakit. Penulis merasa kasihan terhadap penderitaan beliau. Oleh karena itu berinisiatif untuk menawarkan therapi pijat dengan harapan dapat meringankan penyakit dan melancarkan peredaran darahnya. Pertama, penulis mendemonstrasikan apa itu pijat refleksi dengan memijat jari hingga siku. Sebelumnya dia mengatakan kalau merasa sakit di daerah siku dan pundak. Keluhan lainnya lidah terasa pahit, kepala pusing, perut dan dada tidak enak, kaki hampir tidak merasa, untuk jalan mesti dipapah.

Hanya sampai di siku saja penulis memijat karena kebetulan diminta mengantarkan menantunya ke bank. Pulang dari bank, penulis menawarkan untuk melanjutkan pijat tersebut. Namun, dia seperti menolak secara halus. Apa mau dikata. Penulis sebelumnya sudah tahu dia tidak suka dipijat karena dia berkata enggan untuk dipijat lagi karena merasa sakit katanya. Perkataan tersebut dia ucapkan setelah pulang dari pengobatan yang berbau klenik.

Namun, beberapa hari kemudian anaknya meminta penulis datang. Dia ingin dipijat. Pusing adalah penyebabnya. Dia bilang, kemarin sehabis dipijat oleh penulis, dada atau perutnya terasa lapang. Mungkin dia mulai sadar kegunaan pijat refleksi. Mulailah penulis memijat ringan kepala sampai kaki dengan tujuan melancarkan peredaran darahnya. Hanya sebentar kepalanya mulai berkeringat. Keluar sendawa dari mulut. Sehabis dipijat dia minta minum dan makan. Padahal, sebelumnya dia susah makan.

Karena penasaran dengan penyakit yang diderita oleh tetangga penulis tersebut maka penulis mencari info di buku pijat refleksi. Dari gejala- gejala yang diderita olehnya tersebut dapat disimpulkan bahwa dia menderita penyakit radang kandung empedu. Al ilmu nurun atau ilmu adalah cahaya. Hanya dengan buku dibawah seratus ribu dapat didapatkan info yang dihargai tujuh ratus lima puluh ribu oleh seorang dokter! Luar biasa.

Poin ketiga, si kakek merasa kesakitan ketika dipijat beberapa titik. Yaitu di punggung atas , siku, pinggir luar selangkangan kaki, lipat lutut dan sedikit di atas tumit. Dari sini dapat disimpulkan beliau menderita radang selaput lendir dan radang sendi kaki sesuai dengan info dari buku pijat refleksi. Disertai dengan jampi-jampi sesuai ajaran agama, alhamdulillah, besoknya bagian kaki yang bengkak mengempis.

Nah, dari rangkuman tulisan ini dapat disimpulkan bahwa kita jangan menyepelekan kegunaan pijat refleksi. Dokter yang tidak belajar terus menerus dan menggali informasi tentang gejala-gejala suatu penyakit ternyata bisa dikalahkan hanya oleh seorang pemijat. Dan jangan lupa, jika dokter memberikan obat yang dia sendiri tidak tahu penyakit pasiennya bukankah hal tersebut membahayakan. Kita sering mendengar dan mengenal kata malpraktek, bisa saja ini terjadi karena hal tersebut, bukan begitu?

Oleh karena itu, jika kita sakit silahkan mau pergi ke dokter atau ke pijat refleksi sesuai dengan keyakinan masing-masing. Yang penting asal orang yang menangani penyakit kita faham dengan penyakit dari diagnosa yang dia lakukan. Jangan sampai yang tadinya ingin sembuh malah dapat penyakit baru. Penulis sendiri condong ke pijat refleksi, karena tanpa efek samping pengobatannya jika salah diagnosa.

Salam hangat dari Garut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun