Pertanyaannya; apakah mungkin Indonesia akan mendapatkan giliran malam lailatur qadar. Jawabannya; tidak. Malam lailatul qadar tidak akan singgah di Indonesia. Kenapa? Ya itu tadi. Muhammadiyah dan aliran lain yang menolak bermusyawah akan lebih cepat atau lambat tanggal ganjil puasanya dibanding yang bermusyawarah bersama pemerintah.
Kenapa penulis katakan itu? Karena masing-masing merasa mempunyai dalil dan alasan yang kuat serta benar. Jika semuanya benar, malam lailatur qadar akan bingung, kepada malam siapa dia akan mampir.
Islam bukanlah organisasi, aliran atau negara. Islam adalah sebuah kebersamaan. Rahmatan lil alamin; rahmat untuk semesta alam. Bagaimana kita akan mewujudkan islam rahmatan lil alamin jika kita tidak bisa bersatu dalam lingkup yang lebih kecil dari alam?
Mari, silahkan semua bermusyawarah. Silahkan debat, silahkan berpendapat dan kami akan menunggu satu kepastian, satu kebulatan tekad dan tidak akan merasa ragu untuk berkata sami'na wa atona atas keputusan bersama itu walaupun pahit.
Penutup, penulis berikan sebuah kisah yang mungkin bisa dijadikan renungan.
Ada seorang customer kecewa dengan pelayanan si penjual. Ia menulis di kolom surat pembaca suatu koran tentang kekecewaannya itu. Manajer customer care dipanggil oleh direktur akibat surat pembaca ini.
Si direktur bertanya "mengapa bisa masuk koran?"
Sang manajer mengeluarkan alasan begini dan begitu secara panjang lebar. Setelah beres si manajer itu menjelaskan, si direktur bertanya lagi, "mengapa bisa masuk koran?"
*****
Umat muslim bertanya, "kenapa kalian tidak sepakat?"
Alasan : hisab, hilal, rukyat, derajat, tidak perlu ada musyawarah untuk melihat hilal asal ada yang sudah melihat hilal maka bla bla, begini dan begitu.
Umat muslim kembali bertanya, "kenapa kalian tidak sepakat?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H