Malam hari setelah Isya adalah waktu yang tepat dimana kita bisa ngobrol, bercanda ria dan bercengkrama. Baik dengan keluarga, teman, tetangga bahkan mungkin dengan musuh kita. Karena di waktu itu, udara tidak terlalu panas untuk kota yang udaranya panas. Sedangkan untuk kota yang berudara dingin, saat itu cocok untuk menghidangkan secangkir teh atau segelas kopi sebagai penghangat tubuh.
Dan di malam itu, diudara yang dingin, nampak dua orang insan yang berlainan jenis sedang duduk berduaan di pos ronda. Mereka sedang asyik duduk dan mengobrol di bawah lampu yang  agak temaram ditemani dua cangkir kopi hitam pekat.
Mulut mereka nampak mengeluarkan kepulan asap tipis, tanda bahwa udara di sekitar mereka sangat dingin. Sesekali mereka tertawa kecil diselingi tertawa keras sambil tangan mereka cubit-cubitan. Oh sedang bercanda ternyata mereka ini. Dunia yang indah rasanya, jika kita melihat keadaan mereka.
Oh iya, nama mereka adalah AA untuk yang pria, sedangkan untuk yang wanita namanya Selsa. Mereka adalah warga asli kampung situ. Orang-orang sudah tahu kalau mereka sering duduk di situ berduaan, jadi sepertinya mereka tidak perduli dengan layak atau tidaknya kebersamaan mereka.
Ada suatu peringatan yang berbunyi, jika ada dua muhrim yang berlainan jenis sedang berduaan, maka yang ketiganya adalah setan. Namun anehnya di pos ronda itu, tak nampak ada setan yang duduk-duduk bersama mereka? Ada apa ini, apakah peringatan itu bohong adanya?
Ternyata peringatan itu tidak bohong, yang bohong adalah salah seorang dari mereka. Orang itu adalah Selsa. Berpenampilan layaknya wanita, namun aslinya ternyata seorang pria. Maaaf Ciiiiiin, eke lekong yang kesambet jin racun, jadinya begindang. Yang artinya Maaf Cin, saya lelaki yang kesambet jin wanita, jadinya begini wkwkwkwk.
Setelah berhaha-hihi, nampak AA mulai bicara serius, mari kita dengarkan pembicaraan mereka, karena kayaknya menarik untuk disimak.
AA : Â "Mengapa harus ada penjara, Sa? Apakah kita tidak berpikir ke arah situ. Coba tanya kepada diri sendiri, kenapa harus ada penjara?"
Selsa : " Halah yang begitu aja tidak tahu, penjara itu buat tinggalnya orang-orang yang melakukan kejahatan. Penjara juga tempatnya menggodok orang-orang yang melakukan kesalahan seperti pencuri, pencopet, pembunuh dan pemerkosa agar selepas dari penjara mereka kapok dan berguna bagi masyarakat."
AA: "Sepertinya ada yang kurang tuh, tempatnya koruptor juga."
Selsa : "Ah gak ada yang kurang, koruptor itu ya termasuk pencuri juga."
AA : "Oke, sekarang pertanyaannya adalah kenapa mereka harus dipenjara?"
Selsa : "Ya mau bagaimana lagi, masa mereka harus dibiarkan bebas? Nanti mereka akan merajalela dan membuat hidup kita dan masyarakat tidak tenang."
AA : "Seharusnya mereka itu di bebaskan."
Selsa : "Sampeyan ini bagaimana sih, enak sekali kalau yang melakukan kejahatan dibiarkan bebas."
AA : "Justru kalau mereka bebas, kitalah yang senang."
Selsa : " Lah kok bisa begitu, aku gak ngerti maksudne sampeyan itu bagaimana. Jangan bilang kalo sampeyan blom minum obat yah, takut aku?"
AA : "Hehe... obat saya belum habis, berarti masih waras."
Selsa : "Lah terus tadi sampeyan ngasih pola pikiran seperti orang yang tidak waras."
AA : "Begini, katakanlah seorang peccuri, yang dia curi HP. Sudah dapat, dijualnya HP itu, kemudian uangnya ia gunakan untuk keperluan dia, misal beli minuman keras, judi, maen perempuan atau ia gunakan untuk keperluan anak isterinya. Namun, kemudian ia tertangkap oleh polisi, kira-kira uangnya bisa balik lagi ngga ke pemilik HP tersebut?"
Selsa : "Kebanyakan sih engga, boro-boro ngembaliin duit, pastinya dia nyopet itu pasti karena gak punya duit."
AA : "Betul, walau kadang ada pencuri yang mencuri karena punnya kelainan jiwa, ia mencuri hanya karena memang senang mencuri bukan karena kebutuhan. Contohnya pencuri yang menggunakan mobil atau motor untuk mencuri, dia kan sudah punya kendaraan, logikanya kalo butuh duit ya tinggal jual saja kendaraannya, bukannya malah mencuri. Bener nggak?"
Selsa : "Bener juga tuh"
AA : "Atau koruptor. Kita yakin mereka tidak kekurangan, minimal untuk makan, mereka bisa 3x sehari. Nah jika mereka masih melakukan pencurian, berarti mereka sakit jiwanya. Setuju?"
Selsa : "Setuju."
AA : "Kita lanjut ke pembicaraan tadi. Seandainya mereka tidak dapat mengembalikan uang hasil curiannya atau pintar menyembunyikan uang hasil rampokannya, kira-kira menurut kamu siapa yang rugi?"
Selsa : "Orang yang dirampok atau negara yang digasak."
AA : "Pinter. Nah dengan keadaan itu, berarti sudah ada yang dirugikan, ingat itu. Sekarang, misalnya ia dipenjara. Ngomong-ngomong kalau dia dipenjara, biaya makan, air, listrik dan bangunan siapa yang bayar?"
Selsa : "Negara!"
AA : "Nah, si negara ini dapat uangnya dari mana coba?"
Selsa : "Pajak."
AA : "Terus, pajak itu datangnya dari mana?"
Selsa : "Rakyat."
AA : "Ehmmmm... sadar gak sih kalo kita sedang membiayai penjahat?"
Selsa : "Oalaaaah bagaimana ceritanya ini. Sudah merugikan rakyat sebelum masuk penjara, eh pas sudah masuk penjara rakyat dirugikan lagi. Kayaknya ada yang tidak waras nih."
AA : "Betul itu."
Selsa : "Terus gimana solusinya dunk?"
AA : "Pencuri potong tangannya, pembunuh bunuh lagi."
Selsa : "Apa tidak sadis?"
AA : "Haha kamu ngomongin sadis terhadap penjahat? Apakah perbuatan mencuri atau membunuh itu tidak sadis? Uang atau jiwa yang hilang, ketakutan, trauma yang berkepanjangan, dendam yang tidak terlampiaskan dari korban pencurian atau pembunuhan. Apakah itu persoalan sepele?"
Selsa : "Tidak."
AA : "Tambah lagi, pencuri yang dipotong tangannya akan menikmati kebebasan hidup namun dengan efek jera. Bukankah itu lebih baik?"
Selsa : "Iya, yah."
AA : "Sekarang, mari kita bicarakan tentang anggaran negara untuk penjara. Untuk tahuna 2010, Kementerian Hukum dan HAM mengajukan anggaran belanja tambahan tahun 2012 sekitar Rp1,3 triliun yang akan dipergunakan untuk melanjutkan pembangunan lapas/rutan baru (dikutip dari TvOneNwes). Bukankah, dana yang sangat luar biasa besar untuk membiayai para penjahat?"
Selsa : "Kayaknya saya mesti bilang wow nih sambil mengacungkan tinju nih kalau begitu."
AA : "Yang kecilnya aja deh, anggap jumlah napi seluruh Indonesia ada 100 ribu. Satu hari napi membutuhkan biaya makan 10 ribu, maka biaya makan napi dalam sehari adalah 1 Milyar. Dalam sebulan berarti 30 Milyar, setahun menghabiskan 360 Milyar. Ini hanya untuk makan saja loh, belum untuk yang lainnya. Ternyata, sangat-sangat besar kita memubazirkan duit rakyat!"
Selsa : "Hadooooh, itu duit kita loh."
AA : "Ya duit siapa lagi dong."
Selsa : "Kira-kira solusinya yang tepat pake hukum apa yah kalau hukum yang berlaku sekarang malah merugikan rakyat?"
AA : "Hukum Islam harus diterapkan. Misalnya jika non muslim tidak setuju dan kita berpura-pura demokrasi, tetap saja hukum Islam harus diterapkan kepada warga negara Islam. Dan memang seharusnya hukum Islam itu diterapkan di negeri ini, hanya pemerintah saja yang pura-pura tidak tahu dan tidak mau melaksanakannya."
Selsa : "Bukannya pemerintah kita, banyak orang muslimnya?"
AA : "Hush, itu sih kita sudah pada tahu."
Selsa : "Lalu kenapa, mereka tidak mau menerapkan syariah Islam di negeri ini?"
AA : "Kalau yang itu, mari kita tanya pada rumput yang bergoyang hehehe"
Selsa : "Hiks hiks sebuah idiom yang menggambarkan betapa herannya kita dengan keadaan yang jelas tapi tidak jelas."
AA : "Dah ah ngobrol seriusnya, mari kita pacaran lagi."
Selsa : "Jiaaah, sadar Bang, saya ini lelaki, emang situ mau maen anggar?"
AA : "Haduh, kirain saya kamu ini cewek. Terus, kenapa kamu berdandan kayak cewek gituh tiap malam?"
Selsa : "Ngameeen Ciiiin. Negara gak perduli sama kesejahteraan saya, mereka pedulinya cuma sama penjahat doang Bang hihihi."
AA : "Wekekekekekekekeke, abang jadi tertawa sumbang nih."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H