Mohon tunggu...
Bayu Segara
Bayu Segara Mohon Tunggu... Administrasi - Lihat di bawah.

Penulis saat ini tinggal di Garut. 0852-1379-5857 adalah nomor yang bisa dihubungi. Pernah bekerja di berbagai perusahaan dengan spesialis dibidang Layanan & Garansi. Sangat diharapkan jika ada tawaran kerja terkait bidang tersebut . Kunjungi juga blog saya di: https://bundelanilmu.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Belajar dari Kesalahan Marco Simoncelli

20 Mei 2011   06:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:26 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda yang suka balap motor pasti tahu kejadian kemarin di Le Mans, Perancis. Dimana Marco Simoncelli, pembalap MotoGp asal Italia yang berambut gimbal itu berlaku sembrono. Mengambil jalur balap Pedrosa, hingga menyebabkan pedrosa jatuh mencium aspal dan mengalami patah tulang bahu sebelah kanan. Padahal, jika menilik jalannya balapan, Marco Simoncelli mempunyai kans untuk meraih posisi kedua. Karena Pedrosa saat itu sepertinya mengalami masalah dengan motornya.

Namun yang terjadi, karena kurang sabarnya Simoncelli, hilanglah kesempatan di depan mata itu. Karena dia terlalu memaksakan diri. Sebelum tikungan, dia kalah duel dengan Pedrosa di lintasan lurus. Saat itu Simoncelli berada di sisi luar, sedang Pedrosa yang ada di sisi dalam sudah memenangkan jalur balapan. Menjelang tikungan dengan egoisnya Simoncelli memaksakan motor masuk ke jalur yang bukan miliknya. Hal itu menyebabkan Pedrosa kehilangan keseimbangan, dikarenakan motornya menabrak bagian belakang motor Simoncelli.

Akibat dari insiden ini, panitia balapan memberikan hukuman penalti kepada Simoncelli. Hal ini menyebabkan posisinya melorot ke urutan lima di bawah Jorge Lorenzo. Seandainya saja, Simoncelli sesabar dan secerdik Rossi dalam menangani emosi di lintasan. Posisi dua di akhir balapan, pasti menjadi miliknya. Namun karena ketidaksabarannya membuat hal itu tidak jadi kenyataan.

Berkaca kepada kejadian yang menimpa Simoncelli, diibaratkan sedang berkaca terhadap diri kita sendiri. Terkadang karena emosi sesaat, menyebabkan peluang yang sudah di depan mata. Sirna begitu saja. Padahal untuk memperjuangkan hal tersebut, banyak tenaga, pikiran bahkan biaya untuk mewujudkannya. Namun dalam sekejap kita membuangnya karena ketidaksabaran dan ketidakmatangan kita dalam bersikap.

Buru-buru karena terdorong emosi itu tidak baik. Yang dianjurkan adalah bertindak cepat dengan perhitungan matang dan kesungguhan. Biasanya yang namanya buru-buru itu identik dengan bertindak cepat tapi dengan perhitungan seadanya. Malah yang lebih parah, bertindak cepat tanpa perhitungan. Sebuah tindakan yang harus dijauhi.

Mengingat bertindak cepat tanpa perhitungan, jadi ingat dengan babi hutan. Binatang yang satu ini, larinya kencang ketika melihat ada ancaman. Dia menyeruduk musuhnya tanpa perhitungan. Hingga jika yang diseruduk adalah musuh yang cerdik. Maka dengan mudahnya dia ditaklukan.

Apakah kita ingin disamakan dengan babi hutan. Tentunya tidak. Namun terkadang, karena keegoisan dan adrenalin kita yang tidak dijaga secara baik. Terkadang kita berlaku seperti binatang itu. Hingga sering-seringlah kita menjadi pecundang. Menyesal dikemudian hari, karena hilangnya kesempatan yang sudah di depan mata.

Dalam keseharian hidup kita ini, banyak langkah kita yang tidak penuh pertimbangan. Sehingga ketika menemukan keadaan yang memerlukan pengambilan keputusan yang cepat, kita menjadi sembrono. Karena takut kehilangan keuntungan atau kesempatan yang sudah di depan mata. Padahal jika sebelumnya kita sudah bersiap-siap, pastinya tindakan ini bisa dihindari.

Namun tidak semua buru-buru itu buruk, ada juga buru-buru yang dianjurkan. Yaitu buru-buru menuju kebaikan. Atau buru-buru kembali ke jalan yang benar jika langkah kita saat ini sedang tersesat. Nah yang ini wajib hukumnya. Sebab jika tidak terburu-buru, kita tidak tahu kapan maut akan datang menjemput. Jangan menunda-nunda atau penuh pertimbangan untuk hal yang satu ini.

Maaf bukan maksud menggurui. Anggap saja saya sedang memberi nasihat pada diri sendiri. Atau anggaplah tulisan ini adalah nasehat kepada anda yang datangnya melalui saya si hina ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun