Mohon tunggu...
Bayu Segara
Bayu Segara Mohon Tunggu... Administrasi - Lihat di bawah.

Penulis saat ini tinggal di Garut. 0852-1379-5857 adalah nomor yang bisa dihubungi. Pernah bekerja di berbagai perusahaan dengan spesialis dibidang Layanan & Garansi. Sangat diharapkan jika ada tawaran kerja terkait bidang tersebut . Kunjungi juga blog saya di: https://bundelanilmu.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Keakuan

25 Mei 2011   14:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:14 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Aku sedang ingin berjalan di jalan setapak ini. Ingin kunikmati keterasingan hidup. Tatkala ada yang menegurku, agar langkah ini tidak harus sesuai dengan keinginanku, aku marah. Kukatakan, ini seni dan filsapat hidup, mengapa kalian menghalangi jalanku.

Jika kalian punya pendirian yang teguh, coba cari jalan lain untuk menghalangi jalanku. Maka kita saling debat memperebutkan keakuan kita. Kau susun baris demi baris alasan pembenaran, akupun juga. Hingga tak pernah ada titik temu. Akhirnya aku mencoba jalan terus dan engkaupun juga.

Akulah si benar, tak perduli engkaupun benar juga.

Dalam otakku kebenaran ini harus bisa kutunjukkan padamu. Biarlah engkau melihat bahwa aku ini si benar. Hingga ketika kau dan aku berseteru dan aku dalam posisi kalah. Ego ini meradang. Kenapa kau tidak mau mengerti tentang aku?

Kamulah yang harus membaca pikiranku, bukan aku yang harus membaca pikiranmu. Kejadian ini terus berulang, ketika musuhku sudah menyerah, timbul musuh baru. Mati satu tumbuh seribu. Ah kalian orang bodoh, mengapa tak bisa memahami jalan pikiranku. Jalanku ini adalah jalan kebeneran. Sedang jalanmu adalah jalan terselubung.

Kamu harus membuka selubung itu untuk memahami jalan kebenaranku.

Ah kaupun tak faham, masih terus mendebat pikiranku. Jika kamu masih tidak memahami pola pikirku, pergilah dari hadapanku. Buka wawasanmu dan daya pikirmu sebelum kamu berdebat denganku. Kamu masih terdoktrin oleh guru-guru kalian yang ortodoks. Tanggalkan itu dahulu, mereka hanya pandai membahas kulitnya saja. Sedang aku si pemikir hakikat, engkau pemikir syariat.

Sepertinya kita tidak dalam level yang sama.

Hingga ketika, seorang berkata padaku

"Apakah luasnya pemikiranmu yang akan membawa kebahagiaan?'

Akupun terdiam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun