“Mah, kita cerai saja yah”, ucapmu malam itu, mengagetkanku.
“Kenapa, Pah. Apakah kamu sudah tidak mencintaiku lagi?”, tanyaku penasaran.
“Justru karena Papah sangat mencintaimu”, jawabnya.
“Kalo Papah masih mencintai mamah. Kenapa kita harus cerai?”, semakin penasaran aku dibuatnya.
“Mah, masih ingatkah tahun pertama kita menikah. Saat itu mamah minta izin untuk bekerja. Papah mengizinkan mamah, karena kita belum punya anak?”, tanyanya.
“Iyah Pah”, jawabku pendek, sambil menanti kata-kata selanjutnya dari suamiku.
“Masih ingatkan ketika kita sudah mempunyai anak, Papah meminta mamah untuk berhenti bekerja, demi anak kita?”
“Masih, Pah”
“Waktu itu mamah menolak permintaan papah. Mamah memberikan alasan, walau sambil bekerja, mamah bisa mengurus anak.?”
“Iyah, Pah”
“Akhirnya Papah mengalah, karena besarnya cinta papah sama mamah. Dan ingatkah ketika mamah mendapat jabatan baru sebagai manajer di kantor mamah. Papah meminta mamah untuk tidak melupakan anak kita?”