Dan kebanyakan yang tampil di sana adalah anak-anak perempuan sekitar 16-19 tahun umur mereka. Mereka berteriak dan menangis, bersedih karena perdagangan orang masih ada di tanah NTT. Sayangnya yang turut menyaksikan pentas seni itu tidak sampai seribu orang. Padahal warga kota kupang itu kurang lebih 500-an ribu jiwa banyaknya.
Pentas seni ini pun selesai sekira jam 11 malam. Penulis segera pulang ke rumah dan melewati lampu merah dekat tiga gedung mewah itu. Saya berhenti karena mendapat lampu warna merah.Â
Seperti biasa, anak-anak itu menawarkan Koran kepada pengendara yang sedang berhenti. Selama 1-2 menit itu Koran mereka tidak terjual satu pun. Saya sedih melihat anak-anak remaja ini. Dengan nada suara yang sangat lesu mereka memohon agar koran mereka dibeli. Kesedihan hati ini pun seakan menjadi-jadi ketika melihat kaca mobil tak dibuka bagi mereka. Tegur sapa serta senyum pun tak didapati dari mereka yang menunggu pergantian lampu warna merah ke warna hijau itu. Lampu merah pun berganti ke lampu hijau, pengendara meninggalkan mereka. Saya pun terpaksa ikut meninggalkan mereka.
Lampu Merah Adalah Tanda Kemunduran
Haruskah masalah seperti diatas sampai ke tingkat mengganggu kesejahteraan setiap insan supaya menjadi perhatian? Sifat penduduk perkotaan dimana sibuk dan malas tahu dengan apa yang terjadi di luar lingkungan rumah dan keluarganya, membuat dua kejadian diatas tidak menjadi perhatian dan tempat kerumunan orang. Kalau kita mencoba bertanya kepada teman kita yang tinggal di kota tentang siapa warga pendatang dan tinggal menetap di RT dimana dia tinggal, besar kemungkinan dia tidak mengetahui hal tersebut.Â
Atau mencoba menanyakan setiap nama, atau pekerjaan tetangga sekitar rumahnya, kemungkinan besar tidak banyak yang tahu. Apalagi kalau kita bertanya, apa masalah yang dialami para anak-anak remaja yang menjual Koran dan apa pesan yang disampaikan oleh pentas seni itu? Pasti tidak sedikit orang yang mengkerutkan dahi mereka sebelum menjawab pertanyaan ini.
Lampu merah adalah tanda bahaya dan disamaartikan sebagai tanda kemunduran (bersimbol: [-]). Perdagangan orang adalah lampu merah atau tanda bahaya (-A). Pekerja Anak adalah lampu merah atau tanda bahaya (-B).Â
Keegoisan adalah lampu merah atau tanda bahaya (-C). Maka malam itu pun penulis membuat sebuah persamaan sebagai berikut: Â --A + (-B) + (-C) = -D. Bila perdagangan orang dan pekerja anak, kita hadapi dengan keegoisan, maka kita telah menjadi "serigala" bagi sesama kita. Kita telah mengalami kemunduran derajat kemanusiaan (-D).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H