Caleg yang melakukan praktik politik uang di saat pemilu akan mempengaruhi kinerja mereka sebagai wakil rakyat. Dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa para kandidat yang menang karena melakukan politik uang akan cenderung korupsi. Mereka akan selalu memikirkan dirinya sendiri dan bagaimana bisa mengembalikan modal yang sudah dihabiskan pada saat kampanye.
Praktik politik uang juga telah memberikan pendidikan politik buruk bagi generasi politisi berikutnya. Meskipun tidak ada data pasti berapa orang para milenial yang menjadi timses untuk mendulang suara pemilih milenial, namun ini telah mendidik mereka untuk bersikap nrimo (terbuka) di tengah seliweran uang haram itu dan mengelolanya dengan sembunyi-sembunyi. Bila kelak mereka masuk ke parpol maka akan membawa "virus" koruptor.
Dampak terakhir dari praktik politik uang adalah tersingkirnya para putera/puteri negeri yang kaya akan gagasan dan siap membangun negeri. Mereka sebenarnya adalah sosok negarawan yang tidak memikirkan dirinya sendiri, tidak memaksakan kehendak sendiri, dan tidak hanya memikirkan keluarga dan golongannya sendiri.Â
Sayangnya mereka dikalahkan oleh yang bermain politik uang. Ini artinya budaya politik uang sulit "dihancurkan" oleh para kandidat yang tulus dan jujur kerjanya.
Kekuatan yang Dimiliki Orang Tulus
Kalau seandainya Yudas Iskariot tidak menjual Yesus, kemungkinan Barabas tidak dibebaskan. Yudas Iskariot lebih tergiur uang dibanding misi mulia dari Yesus. Padahal Yudas Iskariot adalah murid kepercayaan Yesus untuk mengurusi pembendaharaan. Sementara Barabas kala itu adalah seorang yang belum teruji pertobatannya, diperbandingkan dengan Yesus yang tidak bercacak cela itu.
Terkadang sosok "Yudas" di pemilu pun menjelma dalam teman di sekitar kita atau bisa kita sendiri; kalau tidak kuat iman. Sosok yang minim politik zuhud dan terlilit oleh urusan duniawi yang memuaskan diri sendiri dan keluarga sendiri (Nasaruddin Umar: "Zuhud Politik dan Politik Zuhud". Kompas, 3/8/2018). Lebih mendengar suara (utusan) iblis, dan mengingkari suara hati mereka. Akibatnya, yang memenangi pertarungan dan menduduki kursi kekuasaan adalah pemimpin yang jahat.
Jalan yang ditempuh caleg yang tulus dan jujur untuk membangun negeri dan bangsa di zaman edan ini mengharuskan mereka seperti Yesus. Mereka harus pasrah dan berkata: "... ampunilah mereka yang berbuat dosa, sebab mereka tidak mengetahui apa yang mereka perbuat ...". Sambil berdoa berharap terjadi perubahan cara berpolitik, serta berharap bangsa ini memasuki zaman emas. Sebab hanya inilah yang bisa dilakukan oleh orang-orang yang lemah modal kekuatan material dan tidak ingin menodai dirinya dengan praktik politik uang. Akhir kata penulis ingin tandaskan: "semoga yang memenangi pemilu adalah bukan koruptor!".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H