Mohon tunggu...
Peri Baik Hati
Peri Baik Hati Mohon Tunggu... -

Bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dibully di Koplaksiana Sungguh Menyakitkan!

1 Juni 2012   08:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:31 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alkisah di dunia permayaan, hiduplah seorang gadis bernama Nalini. Ia tinggal hanya bersama ibunya di sebuah rumah yang sangat sederhana. Sekalipun hidup sederhana, namun Nalini mampu membeli sebuah laptop dengan gaji beberapa bulan yang dikumpulkannya dari hasil bekerja di sebuah butik milik kerabatnya.

Setiap malam sepulang bekerja, Nalini selalu menghabiskan waktunya di depan laptop kesayangannya. Ibunya senang melihat putrinya begitu menikmati ‘mainan' barunya itu. Dengan laptopnya itu, selain mengenal situs jejaring sosial dan dunia cicitcuit, Nalini juga mulai menggemari dunia menulis di sebuah blog keroyokan yang bernama Koplaksiana.

Belum setahun Nalini menekuni kegemarannya menulis. Ibunya pernah bertanya, tulisan seperti apakah yang disukai Nalini. Nalini menjawab ia sangat menyukai tulisan fiksi. Setiap hari Nalini belajar bagaimana menulis sebuah cerita fiksi yang bisa menarik minat pembaca. Betapa senangnya Nalini saat melihat jumlah pembacanya makin hari semakin banyak.

Nalini pun lama-kelamaan merasa jenuh menulis cerita fiksi setiap hari. Ia mulai melirik jenis tulisan lain di Koplaksiana. Rupanya ia tertarik dengan tulisan dari seorang Koplaksianer yang selalu menulis kisah-kisah inspiratif. Ia pun memperhatikan setiap tulisan yang dipublish oleh Koplaksianer ini.

Akhirnya Nalini memberanikan diri menulis sebuah kisah tentang kehidupannya yang penuh dengan cobaan. Tak disangka, tulisan Nalini mendapat banyak jumlah pembaca. Komentar yang masukpun semakin banyak. Demikian pula dengan jumlah temannya di Koplaksiana. Tanpa terasa Nalini sudah memiliki hampir 2 000 teman Koplaksianer.

Semakin percaya dirilah Nalini untuk terus menulis tentang kisah yang menyangkut kehidupan seseorang. Selain sering menulis tentang kehidupannya yang begini dan begitu, Nalini juga menulis kisah yang dialami oleh keluarganya, sahabatnya dan lingkungan sekitarnya.

Siapa menyangka tulisan Nalini semakin disukai pembaca. Setiap kali Nalini posting, selalu menarik untuk disimak. Beberapa kali tulisan Nalini masuk kolom Ha eL dan Ter-teran. Sekalipun tidak mendapat apresiasi apapun dari Admin Koplaksianer, namun Nalini tetap saja semangat untuk menulis. Tak ada yang dicari Nalini dari Koplaksiana selain kegembiraan karena bisa berbagi hal yang ia tahu. Para Koplaksianer lainnya juga menyukai tulisan khas Nalini.

Namun ternyata kegembiraan hanya beberapa saat saja. Kegemaran Nalini menulis mulai terusik saat beberapa Koplaksianer yang kerap hadir di tulisan Nalini. Para Koplaksianer ini seringkali berkomentar pedas menanggapi apapun yang ditulis Nalini.

Nalini merasa para Koplaksianer ini mungkin tak menyukai Nalini. Buktinya, apapun yang ditulis Nalini ditanggapi dengan negatif oleh mereka. Sewaktu Nalini menulis tentang kesehatan bagaimana cara agar tampil cantik setiap hari, para Koplaksianer ini langsung ‘menyerbu' tulisan Nalini.

Ada Koplaksianer yang berkomentar Nalini terlalu membanggakan dirinya yang cantik, Nalini terlalu percaya diri, terlalu mementingkan penampilan fisiknya, Nalini merasa sok pintar, sok tahu, sok bijak, tulisan Nalini hanya copas dari blog atau media lain dan komentar lainnya yang sungguh ‘menampar' Nalini. Belum lagi saat ada yang berkomentar tulisan Nalini sebagian besar minus ilmu. Isinya hanya menceritakan dirinya yang begini dan begitu. Tulisan Nalini sangat tidak penting untuk disimak.

Melihat kenyataan itu, Nalini berusaha untuk tidak terpancing emosi. Ia mencoba merenungi kata-kata para Koplaksianer itu. Muncul pertanyaan di benaknya, mengapa orang-orang ini selalu saja berusaha mencari kesalahan tulisannya, padahal Nalini tak pernah sekalipun merusuhi tulisan teman-teman Koplaksianer yang lain.

Akibatnya, Nalini menjadi teramat sangat terpukul dengan komentar tajam para Koplaksianer yang tak menyukai tulisannya. Kata-kata mereka sungguh menghujam jantung Nalini. Sejak saat itu Nalini menjadi enggan membuka Koplaksiana. Ia kini lebih banyak mengurusi pekerjaan lainnya. Ibu Nalini heran, mengapa putrinya tak lagi menjamah laptop kesayangannya.

"Belakangan ini Ibu tak pernah lagi melihatmu menulis, ada apa nak?" Tanya ibu. Nalini tersenyum. Ia sejenak terdiam. Betapa inginnya Nalini menceritakan kejadian bahwa ia di-bully teman-temannya di Koplaksiana.

"Aku lagi jenuh, bu. Mungkin nanti kalau jenuhku sudah hilang, aku akan menulis lagi" jawab Nalini pelan. Ibundanya merasa Nalini menutupi sesuatu. "Katakan apa yang menyebabkanmu begini. Tak biasanya kamu murung?" tanya ibunya lagi.

Nalini tak kuasa menutupi kesedihannya. Ia pun menceritakan, kegembiraannya menghabiskan malam bersama laptop kesayangannya, bisa bercengkrama dengan teman-teman dunia mayanya, dan bisa menulis hal apapun yang disukainya, kini terusik dengan seringnya ia dibully di Koplaksiana. Ia menjadi enggan menulis lagi. Ada rasa khawatir di hatinya bila para ‘terorist' Koplaksiana muncul lagi menyerangnya.

Ibu Nalini mencoba menenangkan hati putrinya, meyakinkan Nalini bahwa di balik semua yang dialaminya tentu ada hikmahnya.

"Apapun komentar orang lain terhadap tulisanmu, jangan lantas membuatmu terpuruk atau semakin tak percaya diri. Mereka berbuat begitu karena mereka merasa tak nyaman karena tulisanmu selalu disukai banyak orang. Percayalah, mereka hanya menutupi ketidakmampuan mereka menulis seperti apa yang kau tulis. Karena apa? Hidupmu lebih menarik untuk disimak. Sedangkan mereka sendiri hanya menghabiskan waktunya untuk menjatuhkanmu. Jika kamu menyerah, itu berarti mereka sukses memporak-porandakan hatimu, membuatmu minder, tak percaya diri, dan pada akhirnya kamu menarik diri dan tidak menulis lagi."

Mendengar Kata-kata ibunya, hati Nalini menjadi tenang. Apa yang dikatakan ibu benar adanya. Seharusnya Nalini kuat mental dan tidak ciut nyali menghadapi ‘serangan' dari teman-teman Koplaksianer yang selalu berusaha menjatuhkannya. Rasa percaya diri Nalini kembali muncul. Ia pun mulai membuka laptopnya. Ada rasa lega di hati Nalini. Kini ia bertekad tak akan terpengaruh dengan komentar setajam apapun dari para Koplaksianer yang ‘sakit hati' itu.

**********

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun