Mohon tunggu...
Dewi Equino
Dewi Equino Mohon Tunggu... Jurnalis -

Jangan ragu di jalan yang benar. Mundur mati kafir

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Zulkifli Pro Perubahan Vs Hatta Pro Pengulangan?

21 Januari 2015   23:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:39 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_392312" align="aligncenter" width="670" caption="Zulkifli Pro Perubahan Vs Hatta Pro Pengulangan? (sumber foto : www.merdeka.com)"][/caption]

Di acara rakernas PAN 10 Januari 2015, saya mendapat tugas dari pimpinan redaksi meliput acara tersebut. Rakernas PAN ini dalam rangka mempersiapkan Kongres PAN ke IV di Bali yang akan berlangsung pada 28 Februari-3 Maret 2015.

Aroma pertarungan calon ketua Umum PAN begitu menyengat di lantai dua rumah PAN Jalan TB Simatupang-Jakarta Selatan. Acara pembukaan rakernas PAN itu dimulai dengan tausiah politik Prof Dr. Amien Rais. Materinya langsung menyengat. Isu regenerasi kepemimpinan di tubuh PAN pun berhembus kuat dari pidato pak Amien.

Tokoh reformasi itu dalam tausiahnya menyampaikan tentang “perubahan dan regenerasi”.  Ia pun mencontohkan dirinya cuma sekali menjadi ketua umum PAN hasil kongres. Meski waktu itu arus dukungan bisa menghendaki pak Amien bisa jadi ketua umum PAN kedua kalinya, tapi sebagai partai reformasi, proses regenerasi PAN harus tetap didorong, agar muncul kader-kader yang dapat memberikan penyegaran bagi gerakan partai. Akhirnya Pak Amien waktu itu mengurungkan niat, dan tampuk pimpinan PAN di serahkan pada Sutrisno Bachir.

Tentu pendapat Amien Rais itu, sangat mewakili aspirasi kaum muda dan candikia pembaharu yang berhimpun di PAN. Tentu maksud Amin Rais, agar Hatta bisa memberikan kesempatan bagi kader PAN lainnya untuk memimpin PAN. Kepemimpinan itu harus dipergilirkan, agar bisa bermunculan pelaku baru perubahan di tubuh partai.

Zulkifli menawaran perubahan dan Hatta?

Setelah pak Amien menyampaikan tausiah politiknya, dilanjutkan dengan sambutan ketua Umum PAN yang juga petahana calon ketua Umum PAN Hatta Rajasa. Baru memulai pidato Hatta langsung menyerempet tema ownership.

Kira-kira maksud Hatta seputar ownership partai yang tak bertumpuk-tumpuk disatu tangan orang atau kelompok disasarkan ke siapa? Saya kebetulan nyelonong ke ruangan rapat itu sempat heran, karena setahu saya, pak Hatta juga mengangkangi ownership partai di seputaran keluarga dan orang-orang dekat perusahaannya. Dan ini benar adanya.

Ketua Umum PAN Hatta Rajasa, Adik kandungnya yang baru berproses di PAN langsung jadi salah satu staf ketua di DPP PAN, kini terpilih sebagai anggota DPR-RI dan menjabat ketua Komisi VI. Kakak pertama Hatta Rajasa sebagai caleg DPR-RI, dapat nomor cantik (No urut 1) di Dapil Sumsel, dan kini duduk di komisi V DPR RI. Bendahara Umum Partai adalah staf keuangan Hatta Rajasa di perusahaannya, saat ini duduk sebagai Wakil Ketua komisi XI DPR RI.

Tapi ketika Hatta menwarkan sistem ownership, saya bisa merabanya, bahwa paradigma industriliasme Hatta lebih kental dari pada paradigma membangun elektoral partai. Hatta lebih mengira, partai itu seperti ranah industri, jadi penting soal ownership dan kepemilikan saham mayoritas partai. Saya jadi heran, kenapa ujuk-ujuk Hatta bicara soal  ownership? Tarulah gagasan ownership itu hendak menembak Pak Amien, tapi saya kira Hatta keliru dan gagal paham politik.

Ia gagal paham politik kontemporer. Ia gagal mengerti, kalau politik saat ini, kefiguran tokoh (tokoh sentral) menjadi kekuatan endorsmen partai yang sangat berpengaruh terhadap daya lekat partai ke konstituen (rakyat).

Suka tak suka, pak Amien punya basis sosial, juga punya basis kultural. pengakaran PAN pada kalangan Muhammadiyah, itu karena faktor pak Amien. Berbeda dengan Hatta yang tak punya basis sosial apalagi kultural. Jadi wajar jika bicara PAN berikut basis social—kultural, lebih lekat ke pak Amien dari pada Hatta. Dengan begitu, tak bisa disalahkan juga jika PAN identik dengan pak Amien. Jadi ownership bukan isu yang urgen terkait bembangun kekuatan partai ke depan. Hatta terlalu berkutat pada pardigma industrialistik dalam membangun partai.

Zukkifli menawarkan perubahan

Berbeda dengan Hatta, Zulkifli menawarkan sesuatu yang konkret bagi PAN. Di beberapa kesempatan, pertemuan dengan pengurus DPW dan DPD PAN, ia (zulkifli) selalu menyampaikan soal pentingnya otonomisasi partai di tingkat DPW dan DPD jika kelak ia dipercayakan sebagai ketua umum PAN.

Urusan-urusan politik daerah seperti pemeilihan Bupati/Walikota dan Gubernur, akan diserahkan pada daerah seutuhnya. DPW dan DPD yang berhak menentukan siapa kepala daerah yang pantas. Jadi tak semuanya urusan politik partai di daerah dihegemoni oleh DPP PAN. Hingga pada level suksesi kepemimpinan nasional, ia menawarkan konvensi. Konvensi ini penting bagi dinamika demokrasi nasional, sekaligus menghidupkan infrastruktur partai dari Pusat hingga ke tingkat ranting.

Zulkifli juga menawarkan keterbukaan komunikasi partai dari DPW dan DPD ke DPP. Apa yang ditawarkan Zulkifli ini, bertolak dari keluhan pengurus DPW dan DPD PAN se Indonesia, bahwa betapa susahnya mereka bertemu pengurus DPP PAN, apalagi ketua Umum PAN saat ini (Hatta).

Zulkifli juga mengemukakan, untuk kekuatan kelembagaan partai ke depan, kaderisasi kader partai harus dimasifikasikan. Agar orang-orang yang duduk di pengrus partai adalah kader-kader ideologis PAN, bukan kader instan dan karbitan yang menjabat karena unsur kedekatan an-sich.

Di tengah dinamika kongres PAN yang mendidih itu, isu regenerasi PAN menyembul kuat dari dalam partai. Dan dari gagasan atau ide dua pembesar PAN ini (Hatta dan Zulkifli), kita sudah bisa menakar, siapakah yang pantas. Yang selalu membicarakan kepemilikan partai atau regenerasi dan otonomisasi partai.

Ide yang satu lebih sensitive dan berpretensi ke hegemonitas personal dan kelompok. Sementara ide satunya lebih pada soal kolektivisme dan kontinuitas kepemimpinan partai. Kalau saya, lebih memilih ide perubahan dan regenerasi !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun