Mohon tunggu...
Dewi Equino
Dewi Equino Mohon Tunggu... Jurnalis -

Jangan ragu di jalan yang benar. Mundur mati kafir

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tim ABS Hatta Rajasa Vs Tim Santun Zulkifli Hasan

14 Februari 2015   07:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:12 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kongres PAN selalu menarik dari periode, ke periode. Kongres PAN IV pun meberikan warna dan dinamika yang mengharu-biru. Sebagai kader PAN yang konsen pada dinamika demokrasi internal PAN, saya acap kali menenggelamkan diri dalam riak-riak demokrasi partai berlogo matahari ini. Khususnya sisi rivalitas antar kandidat ketua umum menjelang kongres PAN IV di Bali pada tanggal 28 Feb-2 Maret 2015.

Demikianpun dialektika media yang ikut menyeruak, meramaikan bursa kandidat ketua umum PAN. Saya tak punya pretensi untuk mendukung kandidat ketua umum manapun, karena bagi saya, yang menarik dari kongres PAN adalah, riak dan gelombang politik dari masing-masing kandidat, baik dari visi, misi dan cara memenangkankan ide untuk menarik dukungan DPD dan DPW PAN se Indonesia.

Dengan alasan di atas, saya kemudian menyelami seperti apa performance masing-masing kandidat, baik Hatta Rajasa (HR) dan Zulkifli Hasan (ZH), terkait visi, misi dan cara memenangkan ide untuk mendapatkan dukungan suara dari DPW dan DPD PAN se Indonesia.

Dengan dorongan di atas, maka selama tiga (3) bulan terakhir, saya tak luput dari setiap sesi politik dua kandidat ketum PAN ini. Mulai dari deklrasi PAN Indonesia Timur untuk Hatta Rajasa di hotel Puri Denpasar-Jakarta, deklarasi PAN se Jawa (Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jogja) untuk Zulkifli Hasan di Surbaya, hingga terakhir pada deklarasi Hatta Rajasa di Manado dan Zulkifli Hasan di Mataram-NTB. Saya memiliki beberapa record berupa catatan dari masing-masing kandidat dalam beberapa acara konsolidasi pemenangan sebagai berikut :

Visi dan konten Kampanye HR vs ZH

Pada locus ini, saya ingin melihat sisi postif dan negative kedua kandidat beserta tim masing-masing, dalam menyampaikan gagasan berupa statemen ke publik dan kader PAN di DPD serta DPW PAN se Indonesia. Sumbernya adalah melalui konten pembicaraan di beberapa sesi konsolidasi dan statemen di media cetak dan online serta dari sosial media (sosmed) tim kedua kandidat.

[caption id="attachment_396771" align="aligncenter" width="429" caption="trend kampanye (-) HR vs ZH (sumber : equino.doc) "][/caption]

Kecenderungan dominasi kampanye negatif tim HR terhadap ZH sejak desember 2014 sampai Februari 2015 cenderung dominan (baik di media cetak, elektronik dan sosmed). Hal tersebut berbanding terbalik dengan kecilnya kecenderungan kampanye hitam tim ZH terhadap HR. Demikian pun sebaliknya, dari bulan Desember 2014- Februari 2015, kecenderungan kampanye postif menjelang kongres oleh tim ZH, lebih mendominasi HR.

[caption id="attachment_396772" align="aligncenter" width="379" caption="Grafik trend kampanye postif (+) ZH vs HR (sumber : equino.doc)"]

14238499612001539771
14238499612001539771
[/caption]

Setelah saya dalami, trend kampanye positif ZH nampak dari ide-idenya sebagai berikut : PAN lima tahun ke depan, harus dibuka sirkulasi demokrasinya. Pengurus DPD dan DPW diberi otonomi luas (desentralisasi politik) dalam mengambil sikap politik strategis, terutama berkaitan dengan penentuan kepala daerah dan keputusan strategis politik daerah.

Salah satu gagasan ZH yang saat ini tengah mengemuka di tengah-tengah kader PAN adalah terkait ide konvensi Presiden (di pemilu 2019). Dalam beberapa kesempatan, Zul selalu menyampaikan, bahwa konvensi merupakan strategi mengumpulkan sumber daya politik untuk PAN lima tahun ke depan.

Dengan konvensi, menurut ZH, PAN akan memodernisasi kultur politik, dengan maksud, menjadi calon presiden atau calon wakil presiden tak lagi dikangkangi segelintir elit partai di DPP, tapi menjadi hak politik setiap kader PAN diseluruh Indonesia di berbagai truktur partai (dari DPP hingga ke ranting PAN).

Dengan konvensi, marwah PAN akan besar dan sejajar dengan partai-partai besar di Indonesia. Dengan konvensi pula, infrastruktur partai akan hidup dan tumbuh. Bahkan ZH dengan tegas mengatakan, bila ia terpilih sebagai ketua umum DPP PAN, maka HR akan diberikan ruang seluas-luasnya menjadi peserta konvensi capres dari PAN. Di beberapa kesempatan, ide ZH ini mendapat antosiasme dan apresiasi luas dari DPD dan DPW PAN pendukung.

Berbeda dengan ZH, HR dalam beberapa kesempatan, selalu menyampaikan bahwa ia harus maju sebagai calon Ketua Umum Petahana, karena mendapatkan dukungan massif dari kader PAN se Indonesia. Hal ini selalu disampaikan HR dan berulang-ulang dalam beberapa sesi konsolidasi, terhitung dari desember 2014-februari 2015. Sementara disaat yang sama, tim HR tak mampu menerjemahkan visi-misi HR dalam mencalonkan dirinya kembali sebagai ketua umum DPP PAN.

Akibat tak mampu menerjemahkan gagasan dan visi HR, maka tim HR cenderung terpola dengan manuver dan kampanye negative terhadap ZH. Hal itu terlihat dari grafik trend kampanye negative tim HR terhadap ZH yang cenderung meningkat sejak desember 2014 hingga saat ini (lihat grafik : 1).

Akurasi dukungan HR vs ZH

Secara ojektif, saya ingin memaparkan bahwa, berdasarkan pengamatan dari sisi peta kekuatan, tingkat kepercayaan dukungan DPW dan DPD terhadap ZH lebih terukur bila dibandingkan dengan HR. Bahkan tim HR cenderung mengkalim kekuatan dukungan dan ujung-ujungnya blunder dan cuma blaving. Buktinya, antara klaim dan fakta dukungan DPD/DPD PAN terhadap HR di lapangan tidak valid.

Contohnya, ketika deklasi pemenagan HR di Hotel Puri Denpasar tanggal 8 Januari 2015, Juru bicara HR mengatakan, 23 DPW PAN se NTT secara bulat mendukung HR sebagai calon ketum PAN. Namun satu bulan kemudian, fakta berkata lain, Eriko hanya membawa diri sendiri dan beberapa keluarga sedarah yang dipaksakan sebagai pengurus DPD untuk mendukung HR. Sementara, 19 DPD PAN NTT mendukung ZH. Bahkan membuat mosi tidak percaya kepada ketua umum DPW PAN NTT Eriko Guteres.

[caption id="attachment_396773" align="aligncenter" width="623" caption="validasi data dukungan DPD PAN NTT HR vs ZH (equino.doc)"]

1423850033234925131
1423850033234925131
[/caption]

Catatan

Pada tanggal 8 Januari, Eriko pada deklrasi PAN se Indonesia Timur mendukung HR di Hotel Puri Denpasar-Jakarta, ia (Eriko) tampil gagah mengklaim bahwa DPD PAN se NTT sudah bulat suara mendukung HR, namun fakta itu berbalik, ketika 13 DPD PAN NTT beserta Sekretaris PAN wilayah NTT, berablik membuat mosi tidak percaya kepada Eriko, karena secara sepihak dan diktator mendukung HR.

Contoh lain, Pada acara Rakernas di rumah PAN Jalan TB Simatupang 5 Januari 2015, HR mengklaim dirinya berhasil membawa PAN sukses pada pemilu 2014. Keberhasilan itu diukur HR dengan perolehan suara di DPR-RI. Namun setelah ditelaah, ternyata klaim HR itu tidak realiable atau tingkat kepercayaannya Rendah, mari kita lihat :

[caption id="attachment_396774" align="aligncenter" width="780" caption="Foto : Rakernas PAN, Hatta Klaim Berhasil Pimpin PAN pada pemilu 2014 (sumber :equino.doc)"]

1423850123600004606
1423850123600004606
[/caption]

Catatan

Selama memimpin PAN, HR pernah klaim berhasil mendorong persentase perolehan suara PAN pada pemilu 2014 sebesar dua digit. Namun apa hasilnya? Perolehan suara PAN jauh dari dua digit pada pemilu 2014. Namun HR tetap mengklaim sukses karena PAN berhasil memperoleh 48 kursi di DPR-RI dari pemilu sebelumnya (2009) sebesar 46 kursi.

Alih-alih menganggap HR berhasil, kader PAN justru mempertanyakan klaim Hatta itu, karena variabel yang digunakannya untuk mengkalim keberhasilannya tak begitu kuat dan terkesan tidak reliable dan tingkat kepercayaannya rendah. Pasalnya di pemilu 2009, jumlah partai yang ikut pemilu adalah 38 partai politik. Sementara pada pemilu 2014, jumlah partai kontestan pemilu cuma 12 partai politik.

Hatta menggunakan metodelogi pengukuran yang keliru untuk meng-compare tingkat keberhasilannya dengan pimpinan PAN sebelumnya (Amin Rais dan Sutrisno Bachir). Bagimana caranya ia meng-compare suatu objek keberhasilan dengan variabel yang beda nilai? Sementara ia mengukur objek yang sama, yaitu keberhasilan perolehan suara PAN? Metodelogi pengukur dari kampus mana yang dipakai Hatta? Atau dari teori siapa? Mungkin kiranyabelakngan Hatta sadar akan kekeliruan ini, ia akan minta maaf pada kader PAN terkait klaimnya itu. Jika tidak, ia pun agak susah dan blepotan mempertanggungjawabkannya.

Klaim Bodong HR vs Data valid ZH

Saya termasuk salah satu kader yang hadir pada deklrasi pemenangan HR untuk PAN kawasan Indonesi Timur yang diselenggarakan di Manado pada Minggu 8 Februari 2015 di Hotel Aryaduta, Jl Boulevard, Manado, Sulawesi Utara.Lagi-lagi, pada acara deklrasi itu, HR dan timnya klaim mendapat dukungan 164 suara DPD se Indonesia Timur. Namun setelah dihitung-hitung peserta yang hadir, disertai validasi data dari tim A1 HR, ternyata ketua umum DPD yang hadir hanya 109 DPD dari total DPD pemilik suara, yakni 276 DPD se Indonesia Timur. Itu pun tidak semua yang hadir adalah ketua umum DPD.

Temuan saya yang paling anyar adalah : Setiap ketua DPD PAN Indonesia Timur yang hadir, diberi sangu oleh tim HR sebesar Rp.25 juta, namun terjadi kesalahan distribusi kepada 55 DPD bodong karena cuma 109 DPD riil  dari klaim 164 ketua DPD dalam konsolidasi HR di Manado. Karena kesalahan fatal distribusi angpau politik tersebut, terjadi "duel non fisik" antara DC anggota DPR-RI F-PAN (yang dikenal ratu suap) vs SPD yang juga anggota DPR F-PAN (Ketua Komisi VIII DPR-RI) atau yang akrab disapa "si mulut ember" di kalangan anggota F-PAN. Dikesempatan yang sama, 143 ketua DPD pemilik suara se Indonesia Timur hadir di Mataram -NTB pada acara deklrasi pemenangan ZH tanggal 8 Februari 2015. Berikut hasil review data HR vs ZH :

[caption id="attachment_396775" align="aligncenter" width="860" caption="Klaim dukungan HR vs ZH untuk DPD PAN Indonesia Timur (sumber : equino.doc)"]

14238501941883764016
14238501941883764016
[/caption]

Terlepas dari kontroversi data di atas, amatan saya di media, ada indikasi praktek politik “kuda kayu” yang dimainkan tim HR. Mulai dari pemecatan ketua umum DPD yang tidak mendukung HR serta permintaan secara paksa kepada ketum DPD PAN di daerah tertentu agar mengembalikan uang pemberian HR, karena belum menunjukkan mendukung kepada HR. Bentuk kanibalisme politik yang diperankan HR dan timnya itu, terlihat pada dipecatnya tiga (3) ketua DPD PAN NTT oleh Ketua Umum DPW PAN NTT Eriko Guteres akibat tidak mendukung HR.

[caption id="attachment_396776" align="aligncenter" width="561" caption="Praktek kanibalisme politik tim HR (sumber : rakyat merdeka)"]

14238502851438311806
14238502851438311806
[/caption]

Dari data-data di atas, kita bisa mengambil benang merah, bahwa dari sisi isu, ide dan konten kampanye untuk mendapatkan suara DPD dan DPW PAN se Indonesia, derajat dan bobot kualitas ZH lebih unggul dari HR.Apalagi dari sisi validitas peta kekuatan, tim HR lebih cendrung klaim dan blaving, sementara ZH, lebih akurat, santun dan beradab.

Dari sisi isu, ZH lebih tepat dikategorikan sebagai objektivikasi atau wujud konkret proses kaderisasi kepemimpinan partai. Karena munculnya ZH, adalah “penanda” bahwa PAN memberikan ruang sirkulasi bagi kader mudanya untuk tampil sebagai pelaku baru di ranah politik nasional.

Berbagai data di atas, menjadi bahan timbangan bagi kader PAN se Indonesia, bahwa siapa sesungguhnya yang telah menggunakan politik Barbarian untuk memenangkan kepentingan diri, keluarga dan kelompok? Dari deskripsi data dan informasi di atas juga, kita tahu siapa sesungguhnya yang pantas, mewakili kata-kata demokratis, santun dan punya adab dalam berpolitik pada kongres PAN IV di Bali. Siapa?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun