Pembangunan jalur ganda Bogor-Sukabumi terus dikebut pembangunannya. Setelah dilakukan proses sosialisasi dan verifikasi, langkah selanjutnya adalah penertiban bangunan yang rencananya akan dilakukan pada akhir tahun 2019. Selanjutnya pada tahun 2020 proyek akan dilanjutkan dengan pembangunan fisik jalur ganda tersebut.
Berdasarkan hasil catatan Balai Teknik Perkeretaapian Jawa barat, terdapat delapan kawasan kelurahan di kota Bogor yang akan ditertibkan. Kawasan tersebut meliputi kelurahan Bondongan, Gudang, Kertamaya, Lawang Gintung, Batu Tulis, Empang, Genteng serta Cipaku.
Sayangnya, proyek ini tengah mendapat kendala dari masyarakat setempat. Mereka memang tidak melakukan penolakan terhadap penertiban namun mereka mempermasalahkan uang kerohiman yang akan mereka terima, pasalnya hingga saat ini mereka belum mengetahui jumlah pasti uang yang akan diterima. Akhirnya masyarakat meminta bantuan DPRD kota Bogor untuk menjembatani permasalahan ini dengan PT KAI (Persero).
Atang Trisnanto selaku Ketua DPRD sementara kota Bogor menjelaskan akan mengundang PT KAI (Persero) untuk membahas uang kerohiman yang akan diterima warga. Ia juga mengatakan sejauh ini PT KAI (Persero) belum menyebutkan secara jelas besaran nominal uang yang akan diberikan.
Tidak hanya itu, Atang juga menilai langkah yang diambil oleh PT KAI (Persero) untuk melakukan penertiban terlalu singkat. Ia menjelaskan seharusnya masyarakat diminta untuk mengosongkan lahan pada bulan Desember sedangkan sosialisasi baru dilakukan pada awal September lalu.
Terlepas dari polemik tersebut, terdapat hal mendasar yang perlu diluruskan. Proyek pembangunan jalur ganda Bogor-Sukabumi merupakan tanggungjawab Balai Teknik Perkeretaapian Jawa Barat yang berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian Jawa Barat.
Selama ini baik masyarakat maupun pejabat daerah masih belum mengetahui secara pasti siapa pihak yang bertanggungjawab sehingga sering kali mereka melakukan protes yang tidak tepat sasaran. PT KAI (Persero) selaku pemilik lahan hanya membantu pihak terkait untuk melihat batas-batas lahan.
Artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan proyek tersebut mulai dari sosialisasi, penentuan uang kerohiman hingga penertiban merupakan tanggung jawab Dirjenka, bukan PT KAI (Persero).
Saat sosialisasi kepada warga pun, PT KAI juga tidak dilibatkan oleh Dirjenka sehingga dalam hal ini Ketua DPRD Kota Bogor tidak berhak menyalahkan PT KAI (Persero).
Dikutip dari Liputan6.com, Achyar Pasaribu selaku Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Jawa Barat menjelaskan bahwa besaran uang kerohiman akan dinilai oleh tim apprasial dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) pada akhir bulan ini. Terdapat empat kriteria yang akan dinilai yakni uang pembongkaran, sewa rumah selama setahun, mobilisasi barang-barang serta biaya kehilangan pendapatan apabila rumahnya dijadikan tempat usaha. Hal ini mengacu pada Peraturan Presiden 62 tahun 2018 pasal 8 ayat 2.
Penjelasan dari Achyar seharusnya bisa menjadi jawaban bagi masyarakat dan DPRD setempat terkait uang kerohiman sekaligus menjadi wawasan supaya kedepannya mereka tidak salah sasaran lagi dalam menyampaikan protes.