Minggu siang (21/10) lalu telah terjadi kecelakaan maut yang melibatkan Kereta Api Sritanjung dengan mobil Pajero Sport bernopol W 1165 YV di perlintasan Pagesangan, Surabaya. Perlintasan tersebut merupakan perlintasan yang dijaga secara sukarela oleh warga setempat, apabila ada kereta yang akan lewat mereka akan menurunkan palang yang disambung dengan tali. Menurut saksi, saat kejadian sebagian palang tersebut sudah diturunkan namun pengendara mobil nekat menerobos palang tersebut.
Kejadian tersebut lantas membuat gempar masyarakat, mereka menyayangkan mengapa perlintasan tersebut tidak dipasang perangkat perlintasan otomatis padahal banyak kendaraan yang melewati perlintasan tersebut setiap harinya. Hal ini lantas mengundang reaksi berbagai instansi, salah satunya adalah Fattah Jasin selaku Kepala Dinas Perhubungan Jawa Timur.
Dikutip dari Tribunnews.com, Fattah menyampaikan bahwa kecelakaan tersebut menjadi tanggung jawab PT KAI (Persero) selaku operator. Ia menilai bahwa idealnya semua penjaga di perlintasan rel kereta api hatus dijaga oleh PT KAI selaku operator, untuk meminimalisasi terjadinya kecelakaan khususnya wilayah Surabaya. Pernyataan tersebut bisa dimaklumi jika yang mengatakan adalah orang awam yang tidak berkecimpung dalam dunia perkeretaapian maupun perhubungan.
Dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian pada pasal 15 telah dijelaskan bahwa tanggung jawab penyediaan perangkat perlintasan kereta api adalah pihak pemerintah daerah. Artinya dalam kasus ini yang seharusnya menyediakan perangkat perlintasan KA adalah Pemkot Surabaya yang kemudian wewenangnya diserahkan kepada Dishub Surabaya. Sebagai Kadishub Surabaya pernyataan yang diucapkan Fattah tentu terdengar konyol, seharusnya ia memahami aturan dasar ini bukannya malah memberikan pernyataan yang bertentangan dengan UU. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa ia tidak memahami UU, lantas bagaimana ia bisa memberikan solusi yang bijak jika ia tak memahami peraturan dasar? Seharusnya ia tidak memberikan pernyataan di media massa jika ia tidak memahami UU yang berlaku.
PT KAI (Persero) sebagai operator tidak mempunyai kewenangan untuk memasang perangkat perlintasan karena dapat menyalahi UU yang telah berlaku. Terlepas dari aturan tersebut, kecelakaan tersebut terjadi karena faktor kelalaian pengendara karena tetap memacu kendaraannya meskipun palang telah tertutup sebagian. Tidak hanya kasus ini, di perlintasan yang sudah ada palang pintu otomatis pun masih banyak pengendara yang nekat untuk menerobos.
Dalam UU No 23 tahun 2007 telah dijelaskan pada pasal 124 bahwa pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemaikai jalan wajib mendahulukan kereta api. UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan pasal 114 juga menjelaskan bahwa pengemudi kendaraan wajib berhenti serta mendahulukan kereta api. Jika mengacu pada UU tersebut, artinya selama ini kereta api lah yang ditabrak oleh pengendara lain dan kereta api tidak bisa disalahkan dalam kecelakaan tersebut. Sudah menjadi kewajiban bersama untuk menjaga keselamatan perjalanan kereta api, berhenti sejenak dan tengok kanan kiri serta pastikan tidak ada kereta yang akan lewat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H