Andi Surya sang senator asal Lampung hingga saat ini masih ragu bahwa PT KAI (Persero) memiliki bukti Grondkaart asli sebagai alas hak atas lahan di sekitar bantaran rel. Pernyataan itu ia lontarkan saat Rapat Koordinasi masalah Grondkaart yang berlangsung pada (17/10) di Bina Graha Kantor Staf Presiden (KSP). Rapat tersebut dihadiri oleh Kementerian Perhubungan, Kementerian ATR/BPN, Direksi dan jajaran Kadivre dan dipimpin oleh Abetnego Tarigan selaku Senior Advisor Kedeputian Isu-Isu Sosbud serta tim DPD RI yang diketuai oleh Ketua BAP Gaffar Usman.
Gaffar Usman mengatakan bahwa mereka ingin mencari solusi dengan menekankan mana lahan yang menjadi kebutuhan dasar PT KAI (Persero) dan lahan yang sekiranya tidak diperlukan sudah sepantasnya menjadi milik masyarakat yang telah menempati lahan tersebut selama puluhan tahun. Sebagai seorang ketua, solusi yang ia sampaikan tidaklah bijak karena merugikan PT KAI (Persero) dan juga negara. Siapa yang bisa menjamin bahwa lahan-lahan yang kini ditempati masyarakat kelak tidak diperlukan oleh PT KAI (Persero)? Solusi tersebut justru akan menambah permasalahan semakin pelik jika suatu hari lahan tersebut akan digunakan sehingga lahan harus ditertibkan.
Solusi ala BAP DPD juga dapat memberikan contoh buruk bagi masyarakat dimana mereka akan menganggap bahwa tinggal di lahan negara dengan alasan lahan tersebut tidak dibutuhkan oleh instansi yang bersangkutan adalah hal yang wajar. Bayangkan apabila mindset masyarakat kita seperti itu, mereka akan berebut lahan negara dan jika negara tidak mengizinkan maka mereka mengadukan ke BAP DPD. Dalam mengkaji masalah pun mereka tidak bijam, memberikan solusi yang hanya menguntungkan masyarakat tetapi merugikan negara.
Aturan-aturan yang ia kutip seperti UUPA tahun 1960 tidak relevan dengan Grondkaart sehingga ia tidak menemukan legalitas Grondkaart dalam aturan tersebut. Andi Surya juga meragukan Grondkaart memiliki kekuatan hukum padahal dalam Bijblad op het Staatsblad No. 4909 tahun 1895 pasal tiga dan empat telah disebutkan bahwa Grondkaart adalah bukti kepemilikan tanah. Wajar jika ia tidak mengetahui dasar tersebut karena pertama ia bukan ahli sejarah, kedua ia tidak menguasai bahasa belanda. Namun menjadi tidak wajar karena ia berani menyelewengkan sejarah tersebut padahal jelas-jelas ia tidak paham.
Sama dengan Andi Surya, Kementerian Perhubungan pun nampaknya belum memahami sejarah Grondkaart. Terbukti dari pernyataannya yang menyebutkan bahwa tanah kereta api hanya enam meter kiri dan kanan rel kereta api. Kedepannya, pernyataan Kementerian Perhubungan ini tentu akan dijadikan senjata bagi pihak lain untuk klaim lahan PT KAI (Persero).
Menanggapi hal tersebut, pihak PT KAI (Persero) mengatakan bahwa mereka akan tetap mempertahankan lahan milik mereka. Pernyataan tersebut merupakan suatu bentuk tanggung jawab PT KAI (Persero) dalam menjaga aset negara dari tindak penyerobotan. Rapat koordinasi ini tentu tidak dapat dijadikan patokan atas permasalahan lahan, perlu koordinasi dan pengkajian lebih dalam terkait status Grondkaart tentunya dengan melibatkan pakar dalam bidang sejarah maupun hukum. Kedepannya diharapkan Andi Surya tidak lagi mengeluarkan pernyataan menyesatkan tentang Grondkaart sebelum ada hasil dari kajian dari para ahli.
Jakarta, 20 Oktober 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H