PT Mega Urip Pesona (MUP) mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terkait pembatalan kerja sama pendayagunaan aset PT. KAI (Persero) terhadap tanah yang terlerak di Jalan Laswi, Sukabumi, Bandung, Jawa Barat.
Kuasa hukum Mega Urip Pesona yakni Nicholas Damaen mengatakan bahwa klien nya memenangkan proses pemilihan mitra pendayagunaan aset PT. KAI dan hingga saat ini status Mega Urip Pesona sebagai pemenang bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat kecuali dapat menjadi batal apabila tidak mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris dan Kementerian Negara BUMN selaku pemegang saham KAI.
Dikutip dari wartaekonomi.co.id, pokok masalah pembatalan kerja sama tersebut dikarenakan direksi PT. KAI tidak mengajukan permohonan agar mendapat persetujuan Dewan Komisaris dan Kementerian BUMN sehingga proses persetujuan status PT. MUP sebagai pemenang tidak dapat di proses.
Dalam menjalankan semua tugas dan tanggung jawabnya, PT KAI (Persero) sebagai salah satu BUMN tentunya mendapat pengawasan dari Kementerian BUMN sehingga kasus ini tentu telah diketahui oleh pihak Kementerian BUMN serta Dewan Komisaris dan kalaupun ada tindak pelanggaran hukum yang dilakukan oleh KAI tentu Menteri BUMN dan Dewan Komisaris tidak akan tinggal diam.
Kita tidak mengetahui secara pasti apa yang menyebabkan batalnya kerjasama tersebut, bisa jadi ada pertimbangan atau pembahasan terhadap beberapa poin penting yang belum menemukan titik temu antara kedua perusahaan tersebut.
Mungkin juga pembatalan kerja sama tersebut dikarenakan Laswi akan digunakan untuk proyek LRT Jakarta-Bandung atau faktor-faktor lainnya, yang jelas PT. KAI pasti telah mengajukan permohonan kepada Dewan Komisaris dan Kementrian BUMN.
Selain itu, kasus yang bergulir sejak tahun 2014 silam ternayata telah disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung hingga banding di Pengadilan Tinggi Bandung.
Hasil putusannya menyatakan bahwa hubungan hukum antara PT. KAI dengan PT MUP baru sebatas MOU dan belum terdapat ikatan perjanjian dimana kondisinya digantungkan pada atau tidaknya persetujuan dari Dewan Komisaris dan Kementerian BUMN sehingga dibatalkannya penunjukan PT MUP sebagai pemenang.
Atas putusan tersebut, tim kuasa hukum PT MUP meyakini terjadinya kesalahan penerapan dan pelanggaran hukum sehingga mereka akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Pada dasarnya setiap orang berhak mendapatkan pelayanan hukum, namun putusan pengadilan tentu telah melalui pertimbangan yang matang berdasarkan bukti-bukti yang disajikan saat persidangan. Sesuai dengan putusan, antara PT. MUP dan PT. KAI keduanya dinyatakan tidak memiliki ikatan perjanjian sehingga PT. KAI tidak memiliki kewajiban atas PT MUP.
Berdasarkan keputusan pengadilan tersebut maka  bisa disimpulkan apa yang ada di pemberitaan selama ini tidaklah benar. Antara PT. KAI dengan PT MUP tidak terjadi pembatalan kerjasama karena memang kedua belah pihak belum ada ikatan perjanjian. Lebih tepatnya adalah proses pengadaan yang tidak dilanjutkan karena tidak mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris dan Kementerian BUMN sesuai dengan keputusan dari hasil pengadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H