Maka sudah selayaknya kita menyadari bahwa stoic tidak bisa mengajak kita untuk fokus ke penderitaan diri saja, akan tetapi justru bisa membuat kita kritis atas kekurangan paham stoic dan relevansinya untuk semua orang, hal ini berguna untuk kita menyadari penuh bentuk penderitaan orang lain dan tidak memikul ego untuk hanya memikirkan diri kita sendiri.Â
Bisa kita renungi bagaimanapun manusia diciptakan untuk keberlangsungan manusia juga, dan bukan untuk kepentingan pribadi. Kita sudah terikat takdir yang tidak bisa dipungkiri bahwa hidup ini selalu berdampingan. Maka dengan adanya paham stoic bukan semata-mata kita menyadari dengan keliru bahwa penderitaan itu hanya intraksi pikiran dari luar dan menganggap hal yang diluar kendali kita tidak sepenuhnya penting kita pikirkan.Â
Hal-hal yang berada dari luar bukan berarti pada akhirnya kita anti terhadap intraksi yang diluar kendali kita, justru hal yang diluar kendali kita seperti penderitaan orang lain dan segala bentuk gerak serta gaya pikirnya menjadi salah satu tanggung jawab kita yang tidak bisa dilepaskan.Â
Karenanya sebagai seseorang yang bijak sejak dalam pikiran maupun perbuatan harus paham betul akan situasi yang terjadi dan menyadari bahwa penderitaan orang yang dianggap diluar kontrol kita ialah penderitaan yang nyata, dan harus kita pikirkan walaupun menderita.Â
Adanya penderitaan inilah justru kita bisa merasakan dan menjalankan pikiran kita untuk mengantisipasi permasalahan diluar dengan penuh. Sebab jika kita bijak dan paham stoic seharusnya kita sudah bisa mengantisipasi pikiran yang menderitakan kita sendiri, dan bukan berarti kita tidak peduli atas penderitaan orang lain yang diluar dari diri kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H