Mohon tunggu...
yoga perdana
yoga perdana Mohon Tunggu... -

belajar menulis dan memahami tulisan orang lain

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku Ingin ke Roma

2 September 2010   13:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:30 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku ingin ke Roma!!!, itu yang diteriakkan seorang bocah dalam hatinya. Ia hidup sebatang kara selama beberapa tahun, tapi setidaknya dia ditemani beberapa temannya yang senasib di kota. Senasib karena mereka hidup dalam kemlaratan dengan uang yang pas-pasan didapatnya dengan bekerja serabutan kesana – kesini, entah loper koran, membantu membersihkan halaman orang-orang kaya, kadang juga mengumpulkan barang bekas, karena hidup dengan uang yang pas-pasan mereka tentu tidak bisa membeli barang-barang mewah seperti anak-anak konglomerat di kota ini. Diantara mereka berlima dengan dandanan lusuh ada salah satu anak memakai barang yang bisa dikatakan mewah meski tak seratus persen mewah. Dia memakai jam tangan  ber merk, jaket tebal hitam bagus, radio kecil ditaruh digubuk kecil. Akhirnya saat matahari terbenam jam kerja mereka telah usai, salah satu dari mereka bertanya kepada anak ini “ Hei gus, dari mana kamu dapat semua barang-barang itu??”, tanyanya penasaran “ Kamu mencuri ya??”  Mencuri dimana??”, tanya temannya yang lain menambahkan. “ Aku menabung teman-teman lalu membelinya satu persatu.”, jawab Agus singkat “ Tak mungkin…..pendapatan kita sama disini, tak mungkin kamu bisa membeli barang mewah dan bagus itu, Memangnya kamu nabung berapa tahun??”, sindirnya kepada Agus “ Hahaha…pikiran kalian itu picik semua.”, Agus tertawa sambil menunjuk kea rah teman-temannya “ Aku membeli ini semua di sebuah tempat namanya Roma, setidaknya itu lah namanya yang kudengar dari pengamen-pengamen di ujung jalan saat mereka memamerkan gitar barunya”, jelas Agus “ Hah Roma ??”, keempat temannya teriak bersama- sama “ Bukannya Roma sangat..sangat jauh dari tempat kita sekarang Gus??, tanyanya semangat kepada Agus. “ Roma kan di luar negeri..pasti mahal untuk pergi kesana, mana mungkin punya uang kamu Gus !!”, tambah temannya meyakinkan yang lain. “ Tenang…tenang..saudara..saudaraku sekalian, akan kuceritakan Roma itu tempat seperti apa!!”, jawab Agus berlagak bijak untuk menaggapi pertanyaan-pertanyaan temannya. Malam itu si Agus mendadak menjadi seorang pendongeng bagi teman-temannya tentang sebuah tempat bernama Roma, dan teman-temannya pun terlihat sangat asyik mendengar cerita Agus hingga tak ada satupun dari mereka menutup mulut mereka semuanya melongo mendengar ada banyak barang-barang bagus dijual murah. Kemudian salah satu dari mereka berteriak “ Ayo kita ke Roma!!”,seraya berdiri dan menatap keatas seakan ingin menggapai cita-cita yang mulia. Keesokan paginya hingga beberapa bulan kedepan mereka giat bekerja dan mengumpulkan hasil kerja keras mereka ditabung dalam celengan babi, celengan ayam,celengan kaleng, dan celengan-celengan yang lain. Banyak barang yang mereka ingin beli gelap mata oleh cerita si Agus. Hingga suatu hari akhirnya mereka dapat mengunjungi tempat yang bernama Roma. Ternyata ditempat itu banyak sekali orang berkerumun di lapak-lapak pinggir toko yang remang-remang. Di kanan-kiri jalan banyak sekali orang berjualan dan membeli. Tempat itu terlihat panjang sekali tanpa tahu ujungnya hanya orang berjualan menggelar lapak-lapak kecil di malam hari. Sebelum mereka bepergian ke Roma, beberapa dari mereka mencari tahu tentang Roma dan hasilnya Roma adalah sebuah pasar yang banyak menjual barang-barang bekas dan kondisinya rata-rata masih bagus untuk dipakai atau dipajang, tentunya bagi-bagi orang yang memang memburu barang murah. Para penjual menggelar barang dagangannya pada malam hingga tengah malam itulah sebabnya dijuluki Roma kepanjangan dari Rombengan Malam. Dan Roma menjadi saksi bisu kegigihan anak-anak kecil ini dalam bekerja hingga mereka membeli barang-barang sesuai keinginan mereka sampai lelah mengobrak-abrik rombengan ini dari ujung jalan hingga ujung lagi dan anak-anak pekerja gigih ini pulang dengan puas tidur terlelap memeluk barang-barang kesayangan mereka dan mereka berjanji akan tambah giat mencari uang agar gubuk mereka seperti rumah mewah..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun