Mohon tunggu...
Perdana Wahyu Santosa
Perdana Wahyu Santosa Mohon Tunggu... profesional -

Hanyalah seorang Dosen yang ingin berbagi opini..... Email: perdana.ws@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Analisis Fundamental PT. International Nickel Indonesia Tbk

29 Desember 2009   12:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:43 2440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : DR. PERDANA WAHYU SANTOSA dan RR. EVIE MAULINA ASTUTI, MM Profil Emiten PT. INTERNATIONAL NICKEL INDONESIA Tbk (INCO) sebagai salah satu produsen nikel utama dunia didirikan pada bulan Juli 1968 sebagai anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh Vale Inco Limited dan menandatangani Kontrak Karya Awal dengan pemerintah Indonesia pada tanggal 27 Juli 1968. Di Bursa Efek Indonesia (BEI), INCO termasuk dalam industri pertambangan pada sektor pertambangan logam dan mineral. Selama lebih dari 40 tahun, INCO telah menyediakan lapangan kerja dan pelatihan, menunjukkan kepedulian terhadap kebutuhan masyarakat dilingkungan tempat INCO beroperasi di daerah Sorowako, Sulawesi. Berdasarkan kepemilikan saham, INCO dimiliki Vale Inco Limited sebesar 60.80%, Sumitomo Metal Mining sebesar 20.09%, masyarakat sebesar 17.93% dan lain-lain sebesar 1.18%. Seluruh produksi nikel dalam matte dijual kepada Vale Inco dan Sumitomo berdasarkan perjanjian dalam mata uang US$ yang akan berakhir pada tahun 2025. Hingga semester I-2009, penjualan Inco merosot 66,26% menjadi US$ 276,36 juta dibanding periode sama 2008 sebesar US$ 819,16 juta. Penjualan nikel ke Vale Inco Ltd mengontribusi sekitar US$ 224,5 juta terhadap penjualan konsolidasi perseroan. Sisanya US$ 51,85 juta dari penjualan nikel kepada Sumitomo Metal Mining. Inco juga membukukan penurunan laba usaha hingga 92,16% dari US$ 412,65 juta menjadi US$ 32,35 juta. Laba bersih ikut terperosok menjadi US$ 34,58 juta atau turun 88,3% dibandingkan semester I-2008 sebesar US$ 295,61 juta. Sedangkan posisi kas setara kas perseroan mencapai US$ 107,29 juta atau setara Rp 1,07 triliun. Penurunan laba usaha terjadi akibat anjloknya harga komoditas nikel dunia Profil Sektor Perkembangan sektor pertambangan memang memberikan angin segar bagi perindustrian dan perekonomian Indonesia. Secara langsung, hal ini meningkatkan penerimaan negara melalui peningkatan volume ekspor dan harga komoditi terkait. Terlebih lagi jika mengingat potensi yang dimiliki oleh Indonesia karena predikat sebagai negara yang kaya akan sumber daya mineral dan tambang memang tidak salah karena potensi yang dimiliki Indonesia cukup besar. Perkembangan industri pertambangan salah satunya dipicu oleh peningkatan permintaan komoditas terkait dari India dan Cina yang saat ini menjadi negara ekonomi raksasa baru. Faktor lain yang turut memberikan andil dalam tren perkembangan ini yaitu melemahnya nilai tukar dollar AS. Kendala-kendala yang dihadapi perseroan secara langsung berpengaruh terhadap prospek usaha terutama harga nikel, penurunan permintaan nikel dunia dan meningkatnya persediaan nikel dunia, situasi ekonomi dan politik di Indonesia dan luar negeri, biaya bahan bakar dan Undang-undang Mineral dan Batubara yang baru. Highlight 2002-2009 Sampai dengan perdagangan 8 September 2009, saham INCO ditutup di posisi Rp4.250 per lembar saham. Pada 2 November 2007, saham INCO sempat berada pada level tertingginya yaitu Rp11.700 per lembar saham dengan nilai transaksi harian sebesar Rp241 miliar. Meskipun perekonomian dunia melemah dan harga nikel mengalami penurunan tajam, INCO tetap membukukan keuntungan pada tahun 2008 dengan penjualan tahunan merupakan rekor tertinggi ketiga dalam sejarah. Sepanjang tahun 2002-2008, perusahaan mampu meningkatkan sales dengan rata-rata pertumbuhan per tahun (CAGR) sebesar 31.17%. Profitabilitas perusahaan juga terus meningkat dengan CAGR 49.61% untuk operating profit dan 56.67% untuk net income. INCO membukukan CAGR total assets dan total equity masing-masing sebesar 11.17% dan 16.17%. Debt-to-assets ratio (DAR) mewakili penggunaan hutang dalam proporsi aset INCO, stabil pada kisaran 20%-36%, sehingga menunjukkan bahwa INCO mampu mengelola pembayaran hutangnya. Pendapatan & Profitabilitas Produksi nikel dalam matte mencapai 72.385 metrik ton di tahun 2008, tingkat produksi ini merupakan tingkat tertinggi ketiga yang pernah dicapai sepanjang sejarah perseroan. Cadangan bijih turun 8 juta metrik ton di tahun 2008 menjadi 153 juta metrik ton dengan kadar 1,77% nikel. Penjualan lebih rendah dari tahun 2007 karena penurunan harga jual dan menurunnya volume penjualan nikel dalam matte. Aset dan Ekuitas Pada September 2009, Vale Inco Limited, perusahaan induk PT International Nickel Indonesia Tbk (Inco), menjual secara langsung sebanyak 2,07% saham perusahaan pertambangan nikel dalam matte yang beroperasi di Sulawesi.

Sumber: INCO, CAPITAL PRICE, 2009 Setelah transaksi ini, pemegang saham Inco adalah CVRD Inco Limited 60,80%, Sumitomo Metal Mining Co Ltd 20,09%, masyarakat 17,88%, Inco TNC Limited 0,54%, Mitsui & Co Ltd 0,35%, Nissho-Iwai Ltd 0,14%, dan Sumitomo Shoji Kaisha Ltd 0,14%. CAPITAL PRICE menganalisis ukuran penggunaan leverage perusahaan; rasio yang menggambarkan penggunaan biaya-biaya tetap (fixed costs) dalam perusahaan. Terdapat tiga rasio leverage: degree of operating leverage (DOL), degree of financial leverage (DFL), dan degree of combined leverage (DCL). DCL merangkum pengaruh DOL dan DFL terhadap net income perusahaan yang disebabkan oleh perubahan sales. Perusahaan dengan DCL yang lebih tinggi tidak berarti lebih berisiko dibandingkan perusahaan dengan DCL yang rendah. Semakin tinggi DCL, semakin besar biaya tetap dan semakin rentan net income terhadap perubahan sales. DCL INCO cenderung menurun dari 4,49 menjadi sebesar 0,38. Artinya, nilai net income INCO semakin kuat (stabil) terhadap gejolak perubahan sales di tengah kondisi krisis global. Selama 2002-2007, return on equity (ROE) dan return on assets (ROA) cenderung mengalami peningkatan hingga 84.60%, hingga akhirnya menurun pada tahun 2008 menjadi sebesar 23,63%. Total assets turnover (TAT) INCO meningkat sejak 2002 dari 0,26 menjadi 1,23 (2007). Rasio TAT mewakili ukuran tingkat efisiensi perusahaan dalam menggunakan aset yang dimiliki untuk menghasilkan sales. Semakin tinggi rasio TAT semakin efisien perusahaan dalam menggunakan asetnya.. MVA & Market Risk Kinerja saham INCO cenderung meningkat sepanjang periode 2003-2008, ditunjukkan dengan peningkatan shareholder market value added (MVA) terhadap equity book value (BV) hingga mencapai 400.63% (2008). MVA/BV adalah selisih antara harga saham (market value) perusahaan dengan nilai buku ekuitas (book value). Nilai MVA/BV yang positif memberikan indikasi INCO telah memberikan nilai tambah terhadap nilai buku ekuitasnya. Makin tinggi nilai MVA makin baik.

Market Perception Map

Hingga 2008, ekspektasi pasar terhadap profitabilitas perusahaan jangka pendek (CP) dan ekspektasi pasar terhadap prospek pertumbuhan perusahaan di masa depan (FGO) berada di atas rata-rata perusahaan lainnya. Secara umum, INCO berada pada kuadran kanan atas dimana ekspektasi pasar terhadap profitabilitas jangka pendek (CP) dan ekspektasi pasar terhadap prospek pertumbuhan INCO di masa depan (FGO) berada di atas rata-rata.

Strategi yang dilaksanakan INCO untuk meningkatkan performance perusahaan yaitu: meningkatkan pertumbuhan dengan memperluas kapasitas produksi dan penggunaan sumberdaya, melakukan efisiensi kegiatan operasional untuk meningkatkan keuntungan dan mempersiapkan diri dalam menghadapi penurunan harga dan produksi nikel. Selain itu, penggunaan tenaga kerja terlatih dengan jumlah yang memadai yang memiliki kemampuan yang tepat. Adanya perlindungan asset dengan bertanggung jawab secara aktif dalam melindungi asset perusahaan yang strategis, menjaga reputasi dengan memastikan bahwa tindakan yang dilakukan secara efektif mendemonstrasikan dan mengkomunikasikan nilai-nilai perusahaan. Recent Development Proyek modal utama INCO adalah membangun fasilitas pembangkit listrik tenaga air ketiga di Sungai Larona dengan tujuan mengganti penggunaan minyak bahan bakar berkadar sulfur tinggi di tanur pengering dengan batubara. Pada awal tahun 2009, INCO menginvestasikan US$ 5juta pada kegiatan CSR yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup di Indonesia melalui berbagai inisiatif di bidang kesehatan, pendidikan, infrastruktur, pertanian, sosial budaya dan wirausaha. Selain itu INCO sedang mengkaji pembangunan fasilitas pembangunan pabrik high pressure acid leach di Pomalaa yang akan menghasilkan nikel hidroksida, produk nikel setengah jadi dengan kapasitas produksi sekitar 30.000 metrik ton per tahun. INCO juga merencanakan untuk menambang bijih nikel saprolitik di Bahudopi yang kemudian akan digabungkan dengan bijih nikel dari Sorowako. Namun demikian kekuatan daya saing INCO yang terletak pada cadangan bijih laterit yang berlimpah, tenaga kerja yang terampil dan terlatih dengan baik, dengan pembangkit listrik tenaga air berbiaya rendah dapat menjadikan INCO menjadi salah satu pemimpin produsen nikel utama dunia. Note: Sebagian isi artikel ini pernah dimuat di Investor Daily dan menjadi materi Talk Show Capital Market Review di PAS FM

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun