Oleh Utama & Tyo
Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004).
Perbendaharaan Negara mungkin kurang akrab dalam keseharian masyarakat di Indonesia sehari-hari. Istilah itu begitu asing jika dibandingkan dengan pajak, bea materai, cukai, gajian, tunjangan kinerja, dan istilah-istilah keuangan lainnya. Hal ini tidak mengejutkan karena istilah-istilah popular tersebut, benar-benar bersinggungan dengan isi dompet kita sehari-hari.
Untuk meresapi fungsi Perbendaharaan Negara, dapat diilustrasikan dalam permainan game komputer yang saya sering mainkan. Tropico adalah game tata kota, di mana pemain akan memerankan sebagai presiden suatu negara pulau di Pasifik. Ada banyak interaksi yang terjadi dalam keseharian aktifitas penduduk di pulau tersebut, tetapi sebagai presiden kita tentu hanya fokus pada hal-hal yang penting (urgent) seperti posisi kas, utang, forecasting pendapatan melalui ekspor, hingga trend belanja. Untungnya sistem pada game memfasilitasi laporan-laporan tersebut secara instan. Ada unit “rahasia” yang mencatat seluruh transaksi yang ada di game dan disajikan dalam suatu laporan statistik. Dampaknya, pemain sangat dimudahkan karena hanya perlu fokus pada pengambilan kebijakan semata dan fokus pada penyelesaian tugas pada level tersebut.
Dalam kehidupan nyata di Pemerintahan RI, unit “rahasia” itu ada. Unit tersebut adalah Ditjen Perbendaharaan yang juga merupakan salah satu bagian dari Kementerian Keuangan. Ditjen PBN memiliki unit vertikal yang beroperasi di daerah yaitu Kanwil Ditjen PBN di tiap provinsi, dan 181 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang beroperasi di seluruh Indonesia.
Ditjen PBN diberikan kuasa untuk menjalankan fungsi Bendahara Umum Negara (BUN). Sebagai BUN, Ditjen Perbendaharaan mendapatkan tugas untuk mengatur sistem pengelolaan keuangan Negara termasuk model penyaluran belanja negara, penerimaan pendapatan negara, akuntansi dan pelaporannya. Inovasi Ditjen PBN terbaru adalah Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), Akuntansi Pemerintah berbasis Akrual, Modul Penerimaan Generasi II (MPN G-2). Karya-karya tersebut mulai diimplementasikan di tahun 2015.
Berbagai inovasi tersebut dilakukan untuk memudahkan para manajer (baca: pimpinan Negara) dalam mengambil putusan sekaligus mengeksekusi putusan tersebut secara lebih cepat. Mungkin pendapat ini masih dapat diperdebatkan, tetapi dapat dibayangkan jika setiap kebijakan menuntut metode pembayaran yang tidak standar, tentu akan menyulitkan proses eksekusi dan beresiko tinggi akan terjadinya kerugian Negara. Walau demikian, perlu dimengerti pula bahwa model pembayaran juga merupakan putusan politik di mana keinginan pimpinan Negara juga harus dapat diakomodasi dalam sistem pengelolaan APBN berjalan. Kedua kepentingan tersebut berakibat pada dinamika yang luar biasa di dalam internal Ditjen PBN, di mana pengembangan dan penyusutan kelembagaan terkait keputusan politis pemerintah cukup sering terjadi dalam rangka mencari bentuk penyaluran dana APBN yang paling efisien, cepat, tetapi aman dan akuntable.
Salah satu produk unggulan yang dihasilkan oleh Ditjen PBN adalah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Laporan tersebut merupakan salah satu wujud pertanggungjawaban pemerintah atas uang rakyat yang dibelanjakan. Saat ini LKPP 2014 sudah mendapatkan audit dari Badan Pemeriksa keuangan dan sedang dalam finalisasi untuk proses pengesahan RUU Pertanggungjawaban Anggaran Negara tahun 2014.
Kiranya tulisan pendek ini dapat menjadi awalan penjelasan dari keberadaan Ditjen PBN di masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H