Pengertian capacity building menurut para ahli antara lain :
- sebagai suatu proses yang dapat meningkatkan kemampuan seseorang, suatu organisasi atau suatu sistem untuk mencapai tujuan-tujuan yang dicita-citakan, Brown(2001:25);
- sebagai suatu proses untuk melakukan sesuatu atau serangkaian gerakan, perubahan multi level di dalam individu, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi dan sistem-sistem dalam rangka untuk memperkuat kemampuan penyesuaian individu dan organisasi sehingga dapat tanggap terhadap perubahan lingkungan yang ada Morison (2001:42).Â
Dalam Buku The Capacity Building For Local Government Toward Good Governance yang ditulis oleh                     Prof. Dr. H.R. Riyadi Soeprapto, MS, juga menyampaikan bahwa World Bank menekankan perhatian capacity building pada:
- Pengembangan sumber daya manusia; training, rekruitmen dan pemutusan pegawai profesional, manajerial dan teknis,
- Keorganisasian, yaitu pengaturan struktur, proses, sumber daya dan gaya manajemen;
- Jaringan kerja (network), berupa koordinasi, aktifitas organisasi, fungsi network, serta interaksi formal dan informal;
- Lingkungan organisasi, yaitu aturan (rule) dan undang-undang (legislation) yang mengatur pelayanan publik, tanggung jawab dan kekuasaan antara lembaga, kebijakan yang menjadi hambatan bagi development tasks, serta dukungan keuangan dan anggaran;
- Lingkungan kegiatan lebih luas lainnya, meliputi faktor-faktor politik, ekonomi dan situasi-kondisi yang mempengaruhi kinerja.
Dapat disimpulkan bahwa di dalam capacity building (penguatan kapasitas) merupakan suatu proses yang dilaksanakan pada tiga level/tingkatan, yaitu individu, kelompok, Â lingkungan dan institusi/organisasi untuk menjamin kesinambungan organisasi melalui pencapaian tujuan dan sasaran organisasi yang harus tanggap terhadap perubahan masyarakat / lingkungannya.
Pada pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, tertera azas penyelenggaraan publik yaitu berasakan kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partidsipatif, persamaan perlakuan/tidak diskrimaninatif, keterbukaan, akuntabilitas, ketepatan waktu, kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan. Di dalam UU tersebut juga sangat jelas dan lengkap tentang sistem tata kelola pelayanan publik mulai dari pembina dan penanggung jawab pelayanan publik, pelaksanaan evaluai pelayanan, kerjasama penyelenggaraan pelayanan publik, sanksi dan lainnya. Juga telah ada Peraturan Presiden RI nomor 81 tahun 2010 tentang grand design reformasi birokrasi 2010-2025 dibuat dalam rangka mempercepat tercapainya tata kelola pemerintah yang baik, dimana reformasi birokrasi berlaku untuk seluruh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.
Jelas sekali, sudah ada pedoman/aturan main dalam pelaksanaan reformasi birokrasi. Penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dan melayani, harusnya berjalan secara menyeluruh oleh seluruh institusi  pemerintah baik pusat maupun daerah. Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan publik yang dilakukan oleh seluruh institusi pemerintah dapat terbangun dengan sendirinya.
[caption caption="capacity building"]
Salah satu program yang menjadi kebanggan pegawai Kementerian Keuangan khususnya Ditjen Perbendaharaan adalah SPAN (Sistem Perbendaharaan Anggaran Perbendaharaan Negara). SPAN adalah salah satu hasil pelaksanaan program reformasi dan transformasi berskala besar pada Kementerian Keuangan yang telah menempatkan Ditjen Perbendaharaan menjadi salah satu leading institutions, dalam rangka transparansi pengelolaan keuangan negara di Indonesia. Dengan SPAN, pelaksanaan pengelolaan keuangan akan lebih efektif, efisien dan akuntabilitas sehingga memudahkan pengguna untuk dalam melakukan transaksi.
Terkait dengan sistem reformasi birokrasi pada Kementerian Keuangan khususnya pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan, ada 3 (tiga) hal pokok/utama yang dapat  ditiru dan dilaksanakan oleh seluruh institusi pemerintah pusat/daerah yang tentunya sudah dijalankan dan terus dikembangkan/ditingkatkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan yaitu:
- Penguatan Sumber Daya Fisik, meliputi penyempurnaan struktur organisasi dan perbaikan sarana prasarana;
- Penguatan proses operasional, meliputi perbaikan sistem kerja (SOP), penggunaan teknologi informasi; dan
- Penguatan Sumber Daya Manusia yang meliputi peningkatan/pengembangan kualitas pegawai melalui (bimtek, diklat, beasiswa, TOT dan lainnya).
Sudah saatnya Ditjen Perbendaharaan khususnya dan Kementerian Keuangan umumnya, untuk lebih berani bersuara, mengatakan yang sebenarnya kepada masyarakat luas dan seluruh institusi pemerintah di Indonesia (walaupun tidak selantang pak Ahok), bahwa Reformasi Birokrasi yang telah dilakukan tidak akan membawa dampak yang signifikan terhadap masyarakat luas, jika tidak seluruh institusi pemerintah pusat dan daerah di Indonesia mempunyai keinginan untuk berubah.
Garam tidak akan berubah rasanya ketika bercampur dengan masakan, karena akan rasa asinnya akan tetap berasa. Ditjen Perbendaharaan selain menjadi contoh bagi institusi lainnya, juga dapat membagi ilmu reformasi agar pemerintah yang bersih, yang sangat dirindukan oleh masyarakat luas di seluruh penjuru Indonesia dapat segera terwujud. Walaupun banyak hambatan dan tantangan yang dihadapi, Ditjen Perbendaharaan harus tetap menunjukkan jati diri sebagai pengawal reformasi birokrasi di Indonesia tanpa dapat terpengaruh oleh hal-hal yang dapat merusak sistem yang telah ada.
Seluruh pegawai Direktorat Jenderal Perbendaharaan harus tetap konsisten dalam memberikan pelayanan terbaik khususnya dalam rangka pelaksanaan transformasi lembaga pada Kementerian Keuangan. Ditjen Perbendaharaan dapat menjadi garam untuk memberikan rasa terbaik sehingga dapat memberikan kebahagiaan bagi seluruh masyarakat di Indonesia.