Oleh: Franklin Sipayung
Perjalanan Tahun 2015 yang tidak lama lagi akan berakhir tentu akan selalu diingat oleh setiap insan perbendaharaan. Implementasi SPAN di sebagian besar Kantor Pelayanan Perbendaharan Negara (KPPN), akuntansi berbasis akrual dan MPN G2 merupakan proyek yang sangat mengangkat citra Ditjen Perbendaharan. Tentu kita masih ingat ketika Presiden RI, Bapak Jokowi, memerintahkan agar gaji 13 tahun 2015 bagi PNS, Polri, dan TNI harus dibayarkan sebelum Hari Raya Idul Fitri. Seluruh rekans berjibaku untuk mendukung keinginan presiden tersebut dan akhirnya gaji 13 dapat dibayarkan kepada yang berhak menerima. Itulah sekilas tentang pekerjaan besar yang dilakukan oleh Ditjen Perbendaharan beserta instansi vertikalnya di Indonesia.
Pelayanan yang sudah dilakukan oleh Ditjen Perbendaharaan, termasuk dalam hal ini KPPN sebagai instansi vertikal, akan terus dituntut untuk dapat maksimal dalam hal penyaluran dana APBN. Namun, seberapa besar usaha yang dilakukan untuk memberikan pelayanan terbaik, penilaian yang kurang baik akan tetap ada, apalagi kondisi yang sebenarnya kurang terlihat jelas antara yang dilayani dengan yang menikmati kelanjutan dari pelayanan tersebut.
Sebagai contoh, pelayanan yang dilakukan oleh KPPN kepada satuan kerja (satker) atau kantor pemerintah pusat dalam pembayaran gaji (baik gaji induk, kekurangan gaji, gaji 13, dan gaji lainnya), yang dilayani adalah petugas satker yang datang ke KPPN untuk mengajukan tagihan pembayaran, namun yang menikmati kelanjutan dari pelayanan tersebut adalah seluruh pegawai yang ada di satker tersebut. Bisa saja petugas satker merasa puas akan pelayanan yang dilakukan oleh KPPN, tetapi pegawai di satker tersebut ada yang tidak puas, misalkan bila terjadi retur, yang akhirnya sangat dimungkinkan KPPN akan menjadi pihak yang dipersalahkan.
Pemuatan tulisan di salah satu media nasional yang mengdiskreditkan KPPN dalam memberikan pelayanan dan ditulis oleh seseorang yang dapat dianggap “cerdas” secara akedemik, merupakan salah satu indikator bahwa keberadaan fungsi kehumasan belum dilaksanakan secara maksimal di KPPN.
Webster’s News World Dictionary mendefinisikan humas sebagai “ hubungan dengan masyarakat luas, seperti melalui publisitas; khususnya fungsi-fungsi korperasi, organisasi, dan sebagainya yang berhubungan dengan usaha untuk menciptakan opini publik dan citra yang menyenangkan untuk dirinya sendiri”. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa humas merupakan suatu alat atau sarana yang berfungsi memperlancar jalannya penyebaran informasi melalui pers, radio, televisi dan media lainnya sehingga adanya unit kehumasan pada setiap instansi pemerintah merupakan suatu keharusan dalam rangka penyebaran informasi tentang aktivitas instansi tersebut baik ke dalam maupun ke luar yaitu kepada masyarakat pada umumnya dan pada akhirnya akan membangun citra positif.
Fungsi kehumasan bagi stakeholder yang langsung menikmati pelayanan dari KPPN sudah berjalan cukup baik. Hal ini terbukti dengan penghargaan yang diterima oleh Ditjen Perbendaharaan dari berbagai pihak dalam hal pelayanan melalui survei yang kemungkinan besar responden yang diambil adalah pihak yang langsung berhubungan dengan KPPN.
KPPN Sintang telah melaksanakan fungsi kehumasan melalui pelaksanaan sosialisasi, pemasangan spanduk dan banner, penggunaan teknologi informasi (keberadaan web, grup What’sApp), penyelenggaraan talkshow, dan usaha kehumasan lainnya. Penyerahan DIPA yang selalu dilakukan oleh Kepala Daerah Sintang (Bupati), antusiasme stakeholder (satker/kantor, bank/pos, pemerintah daerah) dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan, termasuk nilai kuesioner layanan yang tinggi, merupakan bukti bahwa citra positif telah disematkan pada KPPN Sintang. Kondisi yang sama bisa dipastikan ada di setiap KPPN di seluruh Indonesia. Namun, saya berpendapat bahwa kondisi tersebut masih semu. Hal ini disebabkan belum semua pihak yang berhubungan dengan KPPN, baik langsung maupun tidak langsung, mengenal KPPN.
Implementasi dari kehumasan yang lebih jauh di KPPN menjadi penting, salah satu penyebabnya adalah lebih banyak pihak yang menikmati kelanjutan pelayanan yang diberikan oleh KPPN (secara tidak langsung) dari pada yang menerima pelayanan langsung dari KPPN (petugas satker). Untuk itu, seluruh KPPN harus memaksimalkan fungsi kehumasan dengan melibatkan seluruh pegawai sebagai “insan humas”. Kesadaran seluruh pegawai sebagai “insan humas” akan memberikan citra positif Ditjen Perbendaharaan di mata masyarakat. Pedoman atau guidelines dalam bentuk “buku saku” sebagai bahan dalam memberikan informasi kepada masyarakat dengan lebih terarah harus disediakan. Penyediaan dana dan petunjuk pelaksanaan fungsi kehumasan juga harus dilakukan. Pengalokasian dana akan menentukan jalannya fungsi kehumasan dengan baik, sebagai contoh penyediaan dana untuk mengikuti kegiatan pameran pembangunan yang dilaksanakan di setiap daerah sekali dalam setahun, penyelenggaraan talkshow atau iklan layanan masyarakat dan kegiatan lain akan memaksimalkan jalannya fungsi kehumasan.
Akhirnya kita berharap dengan lebih maksimalnya fungsi kehumasan, kita akan terhindar dari badai hujatan dan citra positif bagi Ditjen Perbendaharaan beserta seluruh jajaran vertikalnya akan terus terbangun.