Pada akhir hari kerja, seluruh penerimaan Negara yang ada di rekening persepsi harus dilimpahkan ke rekening SUBRKUN di BI setempat, sehingga rekening persepsi tersebut bersaldo nihil. Keterlambatan atau kekurangan pelimpahan oleh bank persepsi akan dikenakan sanksi dan denda keterlambatan/kekurangan pelimpahan. Jadi, rekening persepsi KPPN pada bank persepsi hanya sekedar rekening penampungan sementara.
Setiap sore atau paling lambat pukul 9 esok harinya, bank persepsi mengirimkan Laporan Harian Penerimaan (LHP) ke KPPN. LHP berisi daftar nominatif penerimaan, bukti setoran, nota debet/kredit pelimpahan, rekening koran dan file arsip data komputer (ADK). KPPN akan memproses ADK dan menyusun Laporan Kas Posisi (LKP). LKP berisi angka penerimaan, pelimpahan serta informasi saldo rekening-rekening KPPN pada bank persepsi. Dengan LKP dan laporan lainnya, dapat diketahui nilai penerimaan Negara pada satu wilayah kerja KPPN.
Apakah masih dimungkinkan adanya pemalsuan SSP/SSBP? Saya kira sistem sudah mengantisipasi. Dengan NTPN, rasanya sulit untuk melakukan pemalsuan SSP/SSBP. Apalagi dengan keberadaan sistem konfirmasi surat setoran yang dapat dilakukan di KPPN. Dengan sistem ini, KPPN dapat mengecek suatu SSP apakah memang sudah ada setoran uang ke kas negara.
Pada sistem penerimaan Negara existing masih memiliki kelemahan, diantaranya penerimaan Negara hanya dapat diterima pada jam kerja yang ditentukan. Sehingga, WP harus mengantri di bank persepsi. Sebagai solusinya, pemerintah telah mengimplementasikan sistem MPN G2 (billing system), yang memungkinkan WP dapat melakukan setoran kapan saja dan dimana saja melalui mesin ATM atau channel pembayaran lainnya pada bank persepsi.
Disclaimer:
Tulisan ini merupakan opini pribadi dan tidak mewakili pandangan organisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H