Mohon tunggu...
Permata Perbendaharaan
Permata Perbendaharaan Mohon Tunggu... PNS -

Halaman Lomba Kehumasan Ditjen Perbendaharaan 2015. dibangun untuk meningkatkan pengenalan masyarakat Indonesia terhadap tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penatausahaan Setoran Penerimaan Negara

11 Agustus 2015   12:46 Diperbarui: 11 Agustus 2015   12:46 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh: Sigid Mulyadi

 

Apakah Anda pernah membayar pajak? Lalu, apakah Anda mengetahui bagaimana pajak itu ditatausahakan atau dikelola?

Saya khawatir tidak banyak yang mengetahui hal ini. Patut disayangkan, bila Bapak Ibu Anggota Dewan terhormat juga tidak mengetahuinya. Lantas, bagaimana mereka mau mengawasi pemerintah?

Setiap tahun pemerintah menyusun APBN yang pendapatannya berasal dari penerimaan dalam negeri. Di dalamnya meliputi: penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Untuk mengetahui sistem penatausahaan penerimaan Negara, itu saja yang akan saya jadikan contoh, yaitu pajak dan PNBP.

Dalam penatausahaan penerimaan Negara, dikenal istilah bank/pos persepsi, yaitu bank umum atau kantor pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menatausahakan penerimaan Negara. Artinya: bank/kantor pos tersebut bisa menerima setoran pajak atau PNBP yang merupakan penerimaan Negara. Bank umum yang bukan bank persepsi dilarang menerima setoran penerimaan Negara.

Saya membatasi tulisan ini pada lingkup pemerintah pusat, bukan penerimaan daerah. Perlu diketahui, setiap Pemda juga melakukan pengelolaan penerimaan daerah. Biasanya mereka menunjuk BPD untuk menerima setoran dari masyarakat. Sebagai contoh: pajak bumi dan bangunan (PBB) sektor perdesaaan dan perkotaan yang sudah diserahkan pemerintah pusat ke Pemda. Jadi, masyarakat hanya bisa membayar kedua jenis PBB tersebut pada bank yang ditunjuk Pemda.

Pada unit pemerintah, pengelolaan penerimaan Negara dilaksanakan oleh Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan. Ditjen Perbendaharaan memiliki kantor daerah yaitu Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Dalam hal ini, KPPN berperan penting dalam penatausahaan penerimaan Negara. Tentu KPPN bekerja sama dengan bank/pos persepsi sebagai mitra kerja.

Pada sistem existing, wajib pajak (WP) dapat melakukan setoran pajak ke bank/pos persepsi seperti BRI, pada jam kerja yang telah ditetapkan yaitu sampai dengan pukul 15.00. Untuk setoran pajak, WP mengisi formulir surat setoran pajak (SSP) dan untuk setoran penerimaan non pajak, dengan mengisi formulir surat setoran bukan pajak (SSBP). Selanjutnya, petugas bank persepsi akan melakukan perekaman pada sistem aplikasi penerimaan Negara yang dikenal dengan Sistem Modul Penerimaan Negara (MPN). Sistem MPN merupakan aplikasi yang terintegrasi antara Kementerian Keuangan, Kantor Pusat Bank Persepsi dan Bank Persepsi cabang di daerah. Setelah perekaman dan pemrosesan berhasil, bank akan menerbitkan bukti penerimaan negara (BPN) yang didalamnya tercantum Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank (NTB). Dengan terbitnya NTPN berarti setoran sudah masuk ke kas negara.

Dimanakah setoran penerimaan Negara itu ditampung? Setoran tersebut ditampung di rekening yang dibuka oleh Kepala KPPN, yang dikenal sebagai rekening persepsi.

Sejak beberapa tahun yang lalu, pemerintah menerapkan apa yang disebut Treasury Single Account (TSA). Kemudian tersebutlah apa yang dinamakan Rekening Kas Umum Negara (RKUN). Yaitu rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh penerimaan Negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada Bank Indonesia (BI).  RKUN punya anak rekening yang berada di BI daerah yang disebut Sub Rekening Kas Umum Negara yaitu rekening nomor 501.00000X.

Pada akhir hari kerja, seluruh penerimaan Negara yang ada di rekening persepsi harus dilimpahkan ke rekening SUBRKUN di BI setempat, sehingga rekening persepsi tersebut bersaldo nihil. Keterlambatan atau kekurangan pelimpahan oleh bank persepsi akan dikenakan sanksi dan denda keterlambatan/kekurangan pelimpahan. Jadi, rekening persepsi KPPN pada bank persepsi hanya sekedar rekening penampungan sementara.

Setiap sore atau paling lambat pukul 9 esok harinya, bank persepsi mengirimkan Laporan Harian Penerimaan (LHP) ke KPPN. LHP berisi daftar nominatif penerimaan, bukti setoran, nota debet/kredit pelimpahan, rekening koran dan file arsip data komputer (ADK). KPPN akan memproses ADK dan menyusun Laporan Kas Posisi (LKP). LKP berisi angka penerimaan, pelimpahan serta informasi saldo rekening-rekening KPPN pada bank persepsi. Dengan LKP dan laporan lainnya, dapat diketahui nilai penerimaan Negara pada satu wilayah kerja KPPN.

Apakah masih dimungkinkan adanya pemalsuan SSP/SSBP? Saya kira sistem sudah mengantisipasi. Dengan NTPN, rasanya sulit untuk melakukan pemalsuan SSP/SSBP. Apalagi dengan keberadaan sistem konfirmasi surat setoran yang dapat dilakukan di KPPN. Dengan sistem ini, KPPN dapat mengecek suatu SSP apakah memang sudah ada setoran uang ke kas negara.

Pada sistem penerimaan Negara existing masih memiliki kelemahan, diantaranya penerimaan Negara hanya dapat diterima pada jam kerja yang ditentukan. Sehingga, WP harus mengantri di bank persepsi. Sebagai solusinya, pemerintah telah mengimplementasikan sistem MPN G2 (billing system), yang memungkinkan WP dapat melakukan setoran kapan saja dan dimana saja melalui mesin ATM atau channel pembayaran lainnya pada bank persepsi.

Disclaimer:

Tulisan ini merupakan opini pribadi dan tidak mewakili pandangan organisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun