Oleh: Fajar Sidik, Kanwil DJPB Kaltim
Sebagian orang tentu sangat familiar dengan kata “Perban”. Suatu kata yang kemudian membawa memory kita membayangkan suatu benda berupa kain putih berongga yang biasa digunakan dalam dunia medis.
Secara kosa kata, perban merupakan kata yang diserap dari bahasa belanda yaitu Verband. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), verband berarti hubungan, kontak, sangkut paut, ikatan/pertalian. Mengambil makna dari sumber kata tersebut, Indonesia menyebut perban sebagai benda yang digunakan dalam dunia medis untuk mengikat atau menghubungkan kulit yang terkoyak, dislokasi ataupun patah tulang dengan tujuan agar menyatu kembali secara sempurna.
Jika dikaitkan dengan kondisi bangsa Indonesia, ketimpangan Sumber Daya Alam antara daerah di Indonesia, merupakan luka besar yang mengancam integrasi bangsa. Bayangkan jika daerah kaya minyak seperti Kalimantan dan Riau, atau daerah bertanah emas/timah seperti Papua dan Nusa Tenggara Barat, hanya mengurus penduduknya masing-masing. Bayangkan juga daerah tandus dan gersang seperti Nusa Tenggara Timur jika harus mengurus ’menafkahi’ rakyatnya sendiri. Tentu ketimpangan sosial tersebut akan menjadi momok paling menakutkan yang mengancam integrasi bangsa.
Harus diakui bahwa para founding father sangat jeli melihat kesenjangan potensi tersebut. Dengan jenius, mereka merumuskan satu ayat dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi dasar bagi negara untuk melakukan pemerataan kesejahteraan. Dengan tercantumnya Pasal 33 ayat (3) yang menyebutkan bahwa ”bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dengan hadirnya ayat ini, maka tidak ada alasan bagi kepala daerah untuk menguasai penuh kekayaan SDA yang ada daerahnya masing-masing.
Lalu, apa sebenarnya kaitan antara Perban dengan Perben. Jika dalam dunia medis perban berfungsi menyatukan atau menghubungkan. Maka Perben memiliki fungsi yang sama yakni menyatukan bangsa. Perben, demikian kami biasa menyebutnya, merupakan salah satu unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang menjalankan fungsi menyalurkan anggaran ke seluruh pelosok daerah. Melalui unit vertikalnya bernama Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang tersebar hingga 181 unit se-Indonesia, Ditjen Perbendaharaan (Perben,pen) menyalurkan ribuan triliyun anggaran pada setiap tahunnya. Penyaluran anggaran tersebut, merupakan upaya pemerintah untuk melakukan pemerataan kesejahteraan. Melalui pembangunan jembatan, jalan, irigasi, bandara, pelabuhan dan pembangunan infrastruktur lain yang dailokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Pemerintah Pusat, roda perekonomian suatu daerah diharapkan bergerak lebih cepat. Seluruh pencairan anggaran tersebut dilakukan di KPPN se-Indonesia dengan tanggung jawab pengelolaan anggaran berada pada masing-masing Kementerian Teknis.
Selain itu, KPPN juga menyalurkan anggaran yang memang diserahkan langsung oleh negara untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat seperti beasiswa, bantuan guru/tenaga kesehatan terpencil, dan subsidi pemerintah lainnya. Mungkin pekerjaan ’teller’ negara pada sebagian anggapan orang merupakan pekerjaan yang mudah. Namun, perlu diketahui bahwa KPPN tidak sekedar menyalurkan anggaran, KPPN juga melakukan pencatatan seluruh transasksi belanja APBN, sekaligus transaksi penerimaan negara dari pajak yang dipotong langsung.
Untuk KPPN Provinsi (non-Jakarta) rata-rata hampir 300 transaksi pencairan anggaran diproses setiap harinya. Jika terdapat 33 KPPN ibu kota provinsi dan 150 KPPN Kabupaten/Kota lainnya, maka dalam satu harinya puluhan ribu transaksi terjadi diseluruh KPPN se-Indonesia. Dengan janji layanan secara cepat, tepat dan tanpa biaya, tentu anggapan pekerjaan KPPN sebagai kontribusi sepele perlu dipikirkan ulang.
Sejatinya, jajaran Perben perlu berbangga menjalankan profesinya yang sangat mulia ini. Bayangkan jika tidak ada unit yang menyalurkan anggaran ke daerah-daerah terpencil, miskin dan memiliki akses yang terbatas. Bayangkan jika negara tidak memiliki unit khusus yang berkantor di daerah untuk menyalurkan uang pembangunan infrastruktur. Bayangkan jika anak-anak putus sekolah atau anak-anak bangsa yang mengejar ilmu di sekolah-sekolah yang hampir runtuh tidak tersentuh tangan negara. Bayangkan jika KPPN tidak hadir disana. Yakinlah, selama KPPN hadir disetiap daerah, peran negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dapat berjalan dengan baik. Yakinlah, jika setiap anggaran tersalurkan dengan baik dan tepat sasaran, ancaman disintegrasi bangsa tidak akan semakin menganga. Ayo Perben, jalankan terus peran sebagai pengikat kesatuan bangsa. Agar Perben dan perban tetap memiliki nilai yang sama selamanya.
Disclaimer:
Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H