Mohon tunggu...
Permata Perbendaharaan
Permata Perbendaharaan Mohon Tunggu... PNS -

Halaman Lomba Kehumasan Ditjen Perbendaharaan 2015. dibangun untuk meningkatkan pengenalan masyarakat Indonesia terhadap tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan

Selanjutnya

Tutup

Money

Naik Labi-Labi Dulu demi Setor Penerimaan Negara

15 Juli 2015   08:18 Diperbarui: 15 Juli 2015   09:35 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Oleh: Deady Rizky Yunanto, pelaksana pada Sekretariat Ditjen Perbendaharaan

Saat saya masih ditugaskan di KPPN Takengon tahun 2011, saya mendapatkan penugasan dari atasan saya untuk memonitor kinerja bank/pos persepsi dalam penatausahaan penerimaan negara. Berangkatlah saya ke bank/pos persepsi di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. Maklum, karena kota kecil, ya wajarlah kalau bank/pos persepsinya sedikit. Di Aceh Tengah, bank persepsinya ada 2, pos persepsinya 1. Di Bener Meriah jangan ditanya. Bank persepsinya nihil, namun pos persepsinya 3.

Saat saya meninjau beberapa bank/pos persepsi tersebut, yang muncul di pikiran saya hanya satu: RUMIT YAH MAU SETOR PENERIMAAN NEGARA. Jadi ya, seseorang itu kalau mau bayar pajak, ya musti ke bank dulu, ngisi Surat Setoran Pajak (SSP) secara manual, bayar uangnya, baru diverifikasi oleh tellernya.

Bagi mereka yang tinggal berdekatan dengan bank/pos persepsi sih rasa-rasanya tidak masalah yah. Lha bagi mereka yang tinggal di pedalaman kan jadi sulit rasanya. Misalnya nih, ada warga negara yang ingin bayar pajak. Dia tinggal di gampong di Wih Pesam. Wah harus naik labi-labi (semacam angkutan kota di Aceh dan sekitarnya) dulu ke Kantor Pos Lampahan. Nambah biaya lagi. Sungguh merepotkan.

Rupanya, pemikiran saya itu juga dirasakan oleh jajaran pimpinan di Direktorat Pengelolaan Kas Negara, Ditjen Perbendaharaan. Zaman semakin canggih. Rasa-rasanya untuk transaksi penerimaan negara, seseorang bisa langsung berinteraksi dengan gawainya saja. Tinggal unduh aplikasi perbankan di gawai pribadi, klik-klik menu yang diperlukan, dan voila, transaksi sukses dilakukan.

Oleh karena itulah, Modul Penerimaan Negara (MPN) G2 diluncurkan. MPN ini sekaligus menggantikan MPN generasi sebelumnya yang menurut saya terlalu rumit itu. Jadi, sebagai sebuah sistem yang terintegrasi, MPN G2 dapat mengaitkan eselon-eselon I yang berwenang seperti Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, dan Ditjen Anggaran. Melalui website MPN G2, kita jadi mengetahui bahwa sistem MPN G2 yang menghubungkan dengan sistem perbankan dan sistem settlement dikelola oleh Ditjen Perbendaharaan dan pengelolaan infrastrukturnya dikelola oleh Pusat Sistem Informasi dan Teknologi, Setjen Kemenkeu.

Memang harus diakui bahwa sistem MPN generasi pertama belum sempurna. MPN G2 datang untuk melengkapinya. Contohnya seperti perubahan dari sistem manual ke sistem billing, dari kurs tunggal menjadi kurs jamak (melayani valuta asing), dari yang hanya terbatas pada beberapa jenis penerimaan menjadi merangkul semua penerimaan, dan dari yang tadinya hanya melalui teller, sekarang ditambah dengan internet banking, ATM, dan EDC.

Untuk layanan onlinenya juga sekarang lebih nyaman karena sudah lebih dari 25 bank yang bergabung di MPN G2 (Februari 2015) dari sejak piloting dimulai bulan Februari 2014. Informasi lebih lengkap mengenai MPN G2 sendiri dapat diakses melalui http://www.kemenkeu.go.id/mpng2.

Sekarang, petani-petani kopi di Wih Pesam tidak perlu naik labi-labi untuk setor penerimaan negara ke Kantor Pos Lampahan. Cukup bermodalkan gawai, dan klik-klik, penerimaan negara pun tersetor sudah…

 

video sosialisasi MPN G2

Disclaimer:

Tulisan merupakan opini pribadi dan tidak mewakili pandangan organisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun