Oleh Abd Gafur
PP No. 78 Tahun 2007 dalam Bab VII tentang Pendanaan menyebutkan bahwa dana perimbangan bagi tiap-tiap daerah otonom yang baru terbentuk diperhitungkan atau dialokasikan setelah undang-undang pembentukannya ditetapkan. Perhitungan ini dilakukan setelah data kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal daerah otonom baru tersedia secara lengkap. Apabila data tersebut belum tersedia maka besaran dana perimbangan bagi daerah otonom baru tersebut diperhitungkan secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah, dan belanja pegawai daerah induk.
Pengaturan ini sejalan dengan apa yang dimuat dalam Pasal 46 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (selanjutnya disebut PP No. 55 Tahun 2005) yang menyatakan bahwa DAU untuk suatu daerah otonom baru, dialokasikan setelah undang-undang pembentukannya disahkan, dan setelah data kebutuhan fiskal, kapasitas fiskal dan alokasi dasarnya tersedia secara lengkap. Adapun jika data-data tersebut belum tersedia, penghitungannya dilakukan dengan membagi secara proporsional dengan daerah induknya berdasarkan data jumlah penduduk, luas wilayah, dan belanja pegawai.
Karena pada dasarnya DAU ditujukan untuk menyeimbangkan ketimpangan fiskal antar daerah, maka jumlah DAU untuk tiap daerah akan berbeda-beda. Formulasi DAU didasarkan pada celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal merupakan selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal daerah.
Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan daerah untuk menjalankan fungsi pelayanan dasar publik kepada masyarakatnya terutama didalamnya pelayanan kesehatan, pendidikan dan infrastruktur, dimana kebutuhan fiskal ini diukur melalui indikator variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto perkapita, dan Indeks Pembangunan Manusia. Sedangkan kapasitas fiskal daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD, DBH dan Dana Bagi Hasil di luar dana reboisasi.
Kebutuhan fiskal diukur dengan menggunakan variabel :
- Jumlah penduduk.
Variabel ini mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan publik di setiap daerah.
- luas wilayah.
Merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana per satuan wilayah. Luas wilayah yang dimaksud adalah luas wilayah daratan.
- Indeks Kemahalan Konstruksi.
Variabel ini merupakan cerminan dari tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar daerah.
- Produk Domestik Regional Bruto per kapita
Produk Domestik Regional Bruto merupakan cerminan potensi dan aktivitas perekonomian suatu daerah yang dihitung berdasarkan total seluruh output produksi kotor dalam suatu wilayah
- Indeks Pembangunan Manusia.
Variabel ini mencerminkan tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk atas layanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan.
Sedangkan kapasitas fiskal diukur berdasarkan:
- Pendapatan Asli Daerah,
- Dana Bagi Hasil.
Nilai celah fiskal diperoleh dengan mengurangkan nilai kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal.
Sebagaimana yang telah disebutkan diatas, selain celah fiskal faktor penentu lain dalam penghitungan DAU adalah alokasi dasar. Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah yang bersangkutan.
Berdasarkan uraian diatas, disusun formula DAU sebagai berikut:
DAU = Alokasi Dasar + Celah Fiskal
Dimana:
Alokasi dasar = Dihitung dari total gaji PNS Daerah (Belanja Pegawai)
Celah Fiskal = Dihitung dari pengurangan antara kebutuhan Fiskal dengan Kapasitas Fiskal (Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal - Kapasitas Fiskal)
Hal yang patut dicermati dari rumusan diatas adalah ditetapkannya belanja pegawai atau gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah sebagai alokasi dasar. Ini menggambarkan bahwa setiap daerah otonom, telah dijamin oleh pemerintah untuk dibiayai belanja Gaji Pegawai Negeri Sipilnya. Hal ini telah memberikan motivasi kepada daerah untuk melakukan pembengkakan belanja pegawai dan terjadinya pemekaran daerah, karena beban belanja pegawai bagi daerah-daerah otonom baru sudah pasti akan dijamin pembiayaannya oleh DAU, tanpa perlu adanya upaya untuk menaikkan Kapasitas Fiskal daerahnya (PAD, DBH Sumber Daya Alam, DBH Pajak). Selain itu, masuknya nilai belanja Gaji Pegawai Negeri Sipil (Belanja Pegawai) sebagai nilai acuan Alokasi Dasar DAU tidak mencerminkan kebutuhan dan kesenjangan antar daerah (sebagaimana niat awal pemberian DAU). Penggunaan Alokasi Dasar yang dihitung dari total belanja pegawai PNS Daerah inilah yang menjadi titik lemah dalam penghitungan pengalokasian DAU yang ada saat ini, sehingga perlu diberikan perhatian untuk disempurnakan demi mencapai tujuan awal pengalokasian DAU kepada daerah. (bersambung ke Bagian Ketiga)
Â
Disclaimer:
Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan pendapat organisasi.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H