[caption caption="barang bukti parcel"][/caption]Oleh: Agus Nursetyanto
Lebaran sudah semakin dekat, hari Kemenangan bagi seluruh umat Muslim seusai menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadhan. Bagi sebagian kalangan, Lebaran juga memiliki arti menerima Tunjangan Hari Raya yang dapat berbentuk uang dengan nilai tertentu maupun bingkisan atau Parcel Lebaran. Dan seiring waktu bingkisan atau parcel Lebaran lebih mengemuka daripada yang lainnya.
Budaya atau tradisi Parcel Lebaran sudah cukup lama dimasyarakat kita. Bahkan ada yang berpendapat sebelum zaman penjajahan, meskipun dengan bentuk dan nama lain tentunya. Ada beberapa alasan bagi seseorang menerima atau memberikan Parcel Lebaran. Bahwa hal tersebut merupakan tradisi yang baik, bentuk perhatian dan penghormatan dari yang muda ke yang lebih tua. Ada juga yang mengatakan untuk memupuk silaturahmi dan rasa solidaritas sesama. Sehingga dalam perkembangannya, Parcel Lebaran seringkali dikonotasikan “ miring “ , yaitu sesuatu pemberian dengan pamrih atau tujuan tertentu sehingga mendapatkan imbalan yang menguntungkan secara langsung maupun tidak langsung.
Konotasi tersebut tidak dapat dipungkiri, bahwa Parcel Lebaran pasti negative. Karena Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi di Indonesia jauh hari dalam pernyataannya menyatakan Parcel Lebaran merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan wewenang dan termasuk gratifikasi yang dapat dipidana. Selaras dengan Pasal 12B UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa gratifikasi meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma cuma dan fasilitas lainnya kepada setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negara. Selanjutnya pernyataan tersebut diikuti oleh Kementerian/Lembaga dan kalangan Pemerintahan Pusat maupun Daerah mengeluarkan Surat Edaran tentang Larangan Penerimaan parcel Lebaran.
Berarti Parcel Lebaran itu pasti negartif, koruptif, haram dan harus dihindari ? Sabar dulu ….
Kita tidak boleh menyamaratakan seluruhnya, harus jernih dan obyektif melihatnya. Apabila dalam memperoleh parcel tersebut membebani anggaran negara baik langsung maupun tidak langsung atau karena jabatan dan wewenang yang dimilikinya, tentu saja TIDAK BOLEH.
Beberapa oknum demi mendapatkan Parcel Lebaran, rela membuat kuitansi pembelian barang fiktif, perjalanan dinas fiktif, maupun Rencana Anggaran Belanja (RAB) yang lebih dari semestinya. Secara guyonan, kita dengar adanya oknum peminum bensin, pemakan kertas, pemotong besi dan sebagainya sebagai sindiran untuk ulahnya melakukan penyimpangan tersebut. Bahkan tanpa basa-basi ada beberapa dari mereka meminta jatah Parcel Lebaran dari Fihak ke-III. Meskipun tidak secara langsung menggunakan uang negara, namun karena tugas dan kewenangan yang melekat pada oknum tersebut maka Parcel Lebaran nantinya akan minta diganti dengan keputusan yang subyektif dan memihak.
Jadi, Pegawai Negeri Sipil tidak boleh menerima Parcel Lebaran ? BOLEH.
Loh kok ..?
Kita harus mulai dari tempat berpijak yang sama, yaitu janganlah memberi arti sempit melihat kasus ini. Apabila Parcel Lebaran didapatkan bukan dari uang Negara baik secara langsung maupun tidak langsung, serta bukan karena berhubungan dengan jabatan dan kewenangannya apakah masih tidak boleh ? tentu saja boleh. Akan banyak sekali industry kreatif mati bila Parcel Lebaran, bukan lagi dianggap sebagai sesuatu kenyataan yang hidup di masyarakat Indonesia, namun hanya sesuatu yang negative
Seperti terjadi pada Jumat kemarin, kurang dari sepekan hari Raya Idul Fitri 1436 H rekan saya seluruh pegawai Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Palu menerima Parcel Lebaran. Benar-benar bingkisan mekipun tidak seberapa tapi bagi kami Pegawai Negeri Sipil adalah “sesuatu”. Di kala banyak kebutuhan pada masa menjelang hari raya serta, meningkatnya harga tiket mudik dan melonjaknya harga barang kebutuhan pokok di pasaran. Sekaligus senang dapat menghidupkan tradisi baik, dalam rangka memelihara silaturahmi dan persaudaraan pada moment yang tepat.