Mohon tunggu...
Tebe Tebe
Tebe Tebe Mohon Tunggu... lainnya -

"Hidup itu....Tuhan yang menentukan. Kita yang menjalaninya. Dan orang lain yang mengomentari (kepo)." (tebe)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika "Sunah Rasul" Disalahartikan oleh Para Kaum Pezina

9 Januari 2014   01:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:00 2694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika "Sunah Rasul" Disalahartikan Oleh Para Kaum Pezina

[caption id="attachment_314695" align="aligncenter" width="516" caption="liustrasi: burhansyam.com"][/caption]

SEBENARNYA, saya sudah lama mengamati fenomena ini. Apalagi kalau bukan tentang "sunah Rasul", dimana setiap Kamis malam atau malam Jumat harus melakukan hubungan badan-ma'af- atau menyatukan antara penis dan vagina bagi yang sudah menikah (baca: suami-istri). Baik sah  dari segi norma agama dan hukum pemerintah. Hal inilah yang saya telusuri baik dari dunia maya (dumay), gadget maupun dalam pergaulan sehari-hari. Entah, dunia kerja maupun di dalam dunia kajian (baca: majlis halqah).

Anehnya, hal ini (baca: sunah Rasul) yang sangat memiriskan dan meng-ironikan saya ketika  diikuti oleh pula para kaum pezina. Entah, dari kaum peselingkuh, kaum kumpul kebo dan kaum gay. Mereka serta mengikuti pula. Padahal mereka (baca: kaum pezina) itu tidak mengetahuinya apa makna dibalik kata-kata tersebut. Tidak tahu apakah itu diharuskan atau tidak. Serta kaum yang bagaimana dulu bisa melakukan "sunah Rasul" itu.

Toh, yang awam saja (baca: yang sudah menikah dengan sah) pun tidak mengetahui segala macam apa dibalik kata-kata "sunah Rasul" itu. Ini mereka (kaum pezina) ikut-ikut segala melakukan hal itu (sunah Rasul).

Dan yang lebih mencengahkan lagi mereka, para kaum pezina melakukan "sunah Rasul" itu bukan pada orang yang halal. (Suami-istri yang sah baik dari norma agama dan hukum pemerintah). Ini melakukan hal itu mereka (kaum pezina) itu  dengan pasangan haramnya. Entah, pasangan selingkuhnya, pasangan kumpul kebonya maupun kaum pelangi. Alias, kaum gay. Atau, lebih familiar kaum para maho. Bukankah hal ini sudah benar-benar jelas  "menyelewengkan"  dan benar-benar "salah kaprah" menempati yang semestinya benar ditempatkan.

Saya pun ketika mendengar dan mengetahui hal itu, kalau "sunah Rasul" dilakukan bukan pada orang yang dihalalkan dan "salahgunakan" kata-kata itu kepada mereka (kaum pezina)  jelas saja saya sangat tidak  diterima! Walaupun saya sendiri masih banyak melakukan dosa dan nista. Tetapi kalau sudah membawa-bawa Rasul (Muhammad SAW), junjungan saya. Mati pun saya terima! Apalagi kata-kata itu "dipopularkan" juga oleh para kaum pelangi (kaum gay) jika ingin melakukan "ML" (Making Love) sesama pasangannya. Walah-walah, saya pun gemes mengetahuinya kalau hal itu (sunah Rasul) mereka gunakan pula  untuk memuaskan libido/nafsu seksnya.

Mungkin bagi mereka baik kaum yang halal (suami-istri yang sah baik dari segi norma agama dan hukum pemerintah) dan kaum pezina mensaklekan hadist gaib ini. "Barangsiapa melakukan hubungan suami istri di malam Jumat (kamis malam, red) maka pahalanya sama dengan membunuh 100 Yahudi.” Demikian adanya. Tetapi ketika saya telusuri ternyata hadist tersebut hadist ghaib atau palsu.

Memang berhubungan badan bagi yang sudah menikah adalah merupakan ibadah seperti sabda Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam. Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.” Sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kita mendapat pahala dgn menggauli istri kita?.”

Rasulullah menjawab, “Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan berpahala.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah).

Bukan hanya itu saja dalam hadist riwayat Tirmidzi pun dijelaskan. “Apabila seorang suami mengajak istrinya untuk berkumpul hendaknya wanita itu mendatanginya sekalipun dia berada di dapur.”(HR. Tirmidzi: 4/387; dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib: 2/199).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun