Mohon tunggu...
Tebe Tebe
Tebe Tebe Mohon Tunggu... lainnya -

"Hidup itu....Tuhan yang menentukan. Kita yang menjalaninya. Dan orang lain yang mengomentari (kepo)." (tebe)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Jangan Belajar Pada Ayam (Betina)?

3 Februari 2014   11:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:12 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan Belajar Pada Ayam (Betina)?

[caption id="attachment_320032" align="aligncenter" width="537" caption="ilustrasi : faizmizu.blogdetik.com"][/caption]

AKUbenci ayam (betina). Titik!

Ceritanya begini...

Di rumahku banyak hewan piaraan. Semua itu adalah hewan-hewan jinak dan lucu. Ada ikan lele, ikan gurame sawah dan ikan betok yang berada di dalam kolam depan rumah. Ada kura-kura sepasang yang berusia empat tahun lebih yang berada di dalam aquarium hanya setiap hari Jum'at saja dilepas di halaman rumah. Sayangnya belum bertelur juga. Ada kucing rumah bukan kucing kudis, karena dipelihara sejak kecil yang selalu bermain di rumah bahkan sekarang kedua induk kecing sudah melahirkan anak-anaknya. Dan anehnya, anak-anak kucing  itu yang baru lahir sudah berkumis semua berbeda dengan keponakan yang baru persalinan mendapatkan anak laki-laki tapi tidak berkumis. Nah, lho yang aneh siapa ya?

Bukan hanya itu saja ada juga kelinci sepasang tapi sudah hilang karena kabur entah kemana  sebab tidak ada yang mengawasi saat mereka sedang diberi makan di halaman rumah. Dan terakhir adalah hewan yang sangat aku benci. Dialah ayam (betina) yang dipelihara oleh kakakku. Kenapa aku membencinya?

Bayangkan setiap pagi, siang atau sore jika ayam (betina) itu habis bertelur di kandanya yang berada di samping rumah. Ayam itu selalu berkokok tidak karuan. Semaunya dia berkokok jika usai bertelur. Padahal saat itu entah ketika aku sedang menulis, istirahat bahkan lagi ada tamu, ayam (betina) tak tahu diri itu berkokok sembarang waktu tidak melihat situasi. Lagi-lagi usai bertelur pasti berkokok kencang memekakan telinga. Terkadang kalau aku  lagi bete ayam (betina) itu aku siram pakai air agar jangan berkokok terus. Itu yang aku lakukan. (Jangan ditiru jika ini tidak baik dilakukan ya :-D)

Sebenarnya aku tidak benci ayam (betina), piaraan kakakku itu. Tidak apa-apa berkokok seusai bertelur. Tetapi asal berkokoknya tidak bersuara. Itu saja.

Ups, sebenarnya bukan itu yang menjadi persoalannya. Ayam (betina), piaraan kakakku sebenarnya bebas-bebas saja berkokok asal bertelur banyak. Ini berkokok kencang sekali tapi telur hanya satu. Tidak sesuai dengan suara kokoknya yang angkuh, berpentatang-penteteng dan membuat sekitarnya terganggu. Berbeda yang kulihat hewan lainnya seperti kura-kura.

Sayangnya kura-kura di rumahku tidak bisa bertelur karena habitatnya bukan pada tepatnya semestinya. Bukan di lepas pantai melainkan di aquarium. Mungkin itulah sebab kura-kura di rumahku tak bisa bertelur? Entahlah. Kura-kura itu sekarang sudah besar. Sepasang dan lucu sekali.

Mungkin kalau kura-kuraku di rumah bisa bertelur mungkin tidak seperti kelakuan si ayam (betina) yang hanya keluar satu butir tetapi berkokok kencang sekali. Berbeda dengan kura-kura yang kulihat di televisi maupun di penakaran kura-kura di lepas pantai. Walaupun kura-kura bertelur banyak tapi tidak angkuh, berpentatang-penteteng dan tidak menggangu kententraman sekitarnya. Tidak halnya ayam (betina), piaraan kakakku. Sudah bertelur satu butir tapi suaranya kencang sekali dan merugikan orang lain. Dan itulah mengapa aku benci hewan itu.

Halnya dengan seorang penulis yang hanya mengeluarkan (menerbitkan) satu buku, baru dimuat di koran sekali-dua kali tapi narsis dan norak bingit dan baru sekali menjuarai perlombaan tetapi sudah menyombongkan diri. Berbeda dengan senior yang sudah berpengalaman di dunia tulis-menulis dan literasi tetapi tidak narsis, norak dan tidak menyombongkan diri ketika karya-karya dipublish. Aku pun yang sudah lama di dunia tulis-menulis dan literasi tidak seperti itu malah terus berkarya tidak puas hanya sesaat. Sebab, kepuasaan sesaat akan melumpuhkan kreativitas yang ada. Jumawa dan kesombonganlah yang lahir. Dan itu sangat disesalkan dan ironi jika terjadi.

Lalu apakah penulis harus seperti kura-kura? Tidak seperti ayam (betina) yang berkokok kencang sekali tetapi hanya mengeluarkan sebutir telur? Ma'af aku tidak menyamakan Anda seperti atau harus menjadi kura-kura atau ayam (betina). Aku hanya mengibaratkan saja. Haruskah (semestinya) kita belajar pada ayam (betina), piaraan kakakku itu? Silakan renungkan sendiri. Selamat berkarya dan beraktivitas.[]03022014

-Berkomentarlah dengan bijak. Setelah itu voted!"

-Menulis Hingga Hayat-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun