Usai meninggalkan bapak tuna netra itu saya dan teman saya serta anaknya kembali ke rumah. Lalu ketika tiba di rumah, teman saya itu memberitahukan saya kembali.
"Bapak bapak yang tadi buta lho? Tapi kenapa ia bisa tahu, ya?" pancing teman saya untuk dijadikan bahan diskusi dan intropeksi.
"Mungkin hanya rabun saja kali," jawab saya singkat.
"Bapak itu buta dari sejak kecil. Dan kenapa ia tahu warna tembok yang baru dicat tadi. Karena hatinya tidak buta dan intuisi tetap tajam. Semua itu karena kekuasaanNya juga."
Saya pun mengiyakan ucapan teman saya saat itu. Saya jadikan renungan dan bahan pembelajaran kehidupan. Apalagi teman saya itu secara tidak langsung memberikan saya ilmu. Ilmu yang orang sering orang lupa pada ciptaanNya. Punya hati tapi buta untuk peka dan empati.
Sore itu sepulang dari bakda ashar rintik rintik rinai pun turun. Untung kami sudah sampai di rumah. Tinggallah menekuri pelajaran kehidupan yang tadi saya terima.[]15052014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H