Beberapa waktu lalu di universitas Paramadina dan sebagian kampus lain sedang menjalani ujian tengah semester (UTS). Adalah menarik melihat kawan2 di sana,ada mereka yang sangat rajin belajar,ada yang santai saja dan ada pula yang seolah-olah tidak ada apa-apa
Sungguh sangat menarik melihat gejolak dan tindakan kawan-kawan. Orang yang awalnya malas tiba-tiba mengubah 180 derajat menjadi sangat rajin hanya karena face of midle test. Bahkan ia seakan orang paling rajin dan gelisah jika ia tidak pegang buku atau komputer.
Buku dan komputer bagi mahasiswa suatu hal yang niscaya. melalui buku banyak hal yang dipelajari,termasuk buku-buku untuk perkuliahan. Sedang komputer atau laptop merupakan perpanjangan dari sistem pembelajaran tradisional.
Sistem tradisional mahasiswa biasanya belajar menggunakan buku atau catatan-catatan. Dan saat ini pembelajaran dapat lebih mudah karena memanfaatkan perangkat teknologi medernitas berupa komputer atau laptop. Dosen tidak terlalu sibuk memberi penjelasan kepada mahasiswa dengan menulis di black board atau white board karena menggunakan power point. Dan sebagai konsekuensinya,mahasiswa lebih mudah mempelajari mata kuliah karena dipaparkan secara pointer.
Kembali ke penjelasan di atas,fenomena mahasiswa belajar di tengah menghadapi UTS bukan suatu yang baru dalam pengalaman penulis. Di pesantren sewaktu masih SMA penulis sering mendapati siswa sejenis ini. Paling tidak,ada beberapa hal yang harus direfleksikan karena mahasiswa dan siswa adalah dua predikat yang berbeda. Penambahan kata "maha" merupakan keistimewaan tersendiri dibanding siswa. Pertimbangan tersebut,antara lain
Pertama,nilai akademik bagi seorang mahasiswa bukan satu-satunya tujuan. Banyak orang yang secara akademik sangat buruk atau gagal mendapatkan nilai istimewa tetapi ia dapat mengambil bagian dalam kehidupan dan bermanfaat bagi orang lain. Bahkan seorang penemu Microsoft misalnya, Bill Gates, gagal kuliahnya tapi sukses mengembangkan Microsoft. Begitu pula dengan Michael Dell penemu Dell inc. Belum lagi Thomas Alfa Edison (penemu bola lampu), Albert Einstein dan yang lainnya ternyata orang2 yang tidak lulus pendidikan formal tinggkat dasar dan menengahnya.
Penulis tidak kemudian mengajak mahasiswa memperoleh nilai jelek. Tetapi yang hendak ditekankan, mahasiswa bukan orang pemburu nilai memuaskan dengan angka-angka hebat yang tertulis di atas kertas,tetapi juga terkait dengan skill dan kapasitas serta backround pengalaman selama kuliah. Kehidupan mahasiswa tidak ditentukan oleh angka-angka di atas kertas. Sebaliknya,banyak mahasiswa yang sukses karena aktivitas keseharian yang pernah dilakukan selama menjadi mahasiswa.
Kedua, predikat mahasiswa sebagai agent of change menjadi tantangan tersendiri yang sejatinya dimainkan oleh mahasiswa. Predikat agen perubahan merupakan label yang cukup berat yang harus disandang karena mahasiswa sudah menyerap aspirasi the lower class untuk diadvokasi ke pemerintah. Mahasiswa dapat memberi usulan dan gagasan yang sejatinya berkontribusi positif bagi kemajuan masyarakat dalam pelbagai aspeknya,mulai dari pendidikan,ekonomi,dll. Kekuatan mahasiswa karena ia memegang idealisme dan menentang segala bentuk ketidak-adilan.
Di samping sebagai medium kontrol pemerintahan,mahasiswa sejatinya berperan dalam upaya mendorong kemajuan di masyarakat. Sebab,mengacu pada Tri Dharma Perguruan Tinggi,mahasiswa berperan dalam bidang pendidikan,pengajaran dan pengabdian masyarakat.
Pengabdian masyarakat,pengajaran dan pendidikan terintegrasi dalam wilayah praksis bagaimana membangun bangsa dan Negara. Mahasiswa mengambil bagian mendorong kebekuan ekonomi masyarakat bawah karena miskin inovasi. Hadirnya kaum terdidik bernama mahasiswa membawa angin segar karena mereka dibekali kekuatan ilmu pengetahuan
Pembekalan,pembinaan masyarakat sangat penting dilakukan oleh mahasiswa terhadap masyarakat kelas bawah supaya ilmu pengetahuan mereka tidak mengendap dan hanya menjadi ‘barang-barang musium’ di otak kita. Sebaliknya,ilmu pengetahuan yang dimiliki mahasiswa harus dimuntahkan semuanya dalam mendorong perubahan bangsa dan Negara.
Memulai perubahan dapat dimulai dari peningkatan kualitas civil society. Sebab, meningkat-tidaknya ekonomi sebuah Negara ditentukan oleh kualitas ekonomi masyarakat kalangan grass root.
Hadirnya mahasiswa dapat mendorong peningkat jumlah pengusaha yang tidak hanya pandai merampok uang Negara,tetapi dapat berkontribusi secara positif meningkatkan perekonomian bangsa. Seperti halnya Cina, home industry sangat pesat dan maju. Gerakan home industry ini disupport sepenuhnya oleh pemerintah sehingga terjadi kerja sama yang baik antara pihak pemeintah dengan masyarakat. Masyarakat tidak lagi menjadi beban negara. Sebaliknya,masyarakat mengentungkan Negara. Dan peran strategis semacam ini tidak dapat dimainkan oleh mahasiswa yang hanya mendapat nilai sangat memuaskan di atas kertas tetapi absen background aktivisme. Menurut anda bagaimana?
Tulisan ini juga sempat saya posting di blog saya. www.perahu2cinta.blogdetik.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H