Dewasa ini kita sering menjumpai banyak sekali pergeseran nilai-nilai budaya Indonesia, salah satu contoh adalah kita tidak lagi sopan santun dan hormat pada orang tua, budaya gotong royong semakin ditinggalkan, sraddha kita pada agama semakin merosot. Sebagai akibatnya banyak kita jumpai kejahatan-kejahatan seperti 'bullying', terorisme, korupsi. Sebagai pemuda yang baik tentunya kita akan empati dan memiliki hasrat untuk merubah keadaan yang merosot ke arah kemajuan. Tentunya kita tidak hanya membayangkannya. Mahatma Gandhi pernah berkata, “If we could change ourselves, the tendencies in the world would also change.” Jika kita bisa mengubah diri kita, maka dunia juga akan berubah.” Jadi kita perlu action pada diri kita, bukan hanya membayangkannya terjadi begitu saja.
Pemuda, asal katanya adalah muda yang dalam bahasa sanskerta ‘Mudha’ artinya bodoh. Jadi kita sebagai pemuda berarti orang-orang bodoh yang jika diibaratkan seperti gelas kosong yang tidak ada isinya. Jika kita ingin gelas tersebut bermanfaat bagi dunia, kita harus mengisinya dengan susu bukan dengan racun, kita harus mengisi diri kita dengan berbagai kegiatan positif bukan mengisinya dengan kegiatan yang tidak berguna yang merugikan orang lain.
Nah untuk menjadikan diri kita berguna bagi dunia, kita perlu “me-manusia-kan” diri kita, artinya kita perlu menjadikan diri kita sebagai manusia yang beradab. Untuk itu kita tidak perlu mencari cara-cara yang tidak pernah terbayangkan dalam kepala kita. Kita hanya perlu melihat budaya luhur agama leluhur kita zaman dahulu, bagaimana hidup mereka yang penuh dengan sopan santun, hormat pada orang tua, taat pada norma yang ada, menolong sesama, rasa cinta kasih pada yang lain. Kita tidak perlu merubah budaya nenek moyang kita yang indah seperti itu menjadi budaya yang semerawut, kita hanya perlu berbangga menjaga dan melestarikannya.
Banyak pula pemuda yang pandai, berprestasi, yang giat dalam belajar. Namun dia lupa memanusiakan dirinya sehingga akhirnya banyak dari mereka yang menjadi orang yang kriminal, teroris, koruptor. Seorang mantan guru besar Universitas Negeri Jakarta, Prof. Dr. Arief Rachman, M.Pd. Dalam seminar “Memanusiakan Anak Bangsa Melalui Meditasi dan Pendidikan” mengatakan bahwa, “It is not enough to be educated, we should be cultured, and it is not enough to be cultured, we should be civilized.” Kita tidak cukup hanya berpendidikan, tidak cukup hanya berbudaya, tetapi juga harus beradab.
Ada sebuah sloka yang sangat indah yang jika kita renungkan dapat mengingatkan pada diri kita akan arti hidup ini. Jadikanlah hidup kita berguna bagi dunia dan lakukanlah sebagai pelayanan pada yang lain.
Paropakārāya phalanti vṛksāḥ
Paropakārāya wahanti nadyāḥ
Paropakārāya duhanti gawaḥ
Paropakārārtham idaṁ śarīram
Demi yang lain pepohonan berbuah
Demi yang lain sungai mengalir
Demi yang lain sapi memberi susu
Dan demi yang lain hidup manusiamu
Penulis: Putu Herdy Kurniawan | Bali
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H