Mohon tunggu...
Peradah Indonesia
Peradah Indonesia Mohon Tunggu... lainnya -

Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia [Indonesian Hindu Youth Association]. A non profit organization to promote Hindu youth empowerment for leadership and entrepreneurship. contact: infokom @peradah.org SMSCenter: 6281 3837 10000 follow us on Twitter @peradah website: www.peradah.org

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sekaa Teruna–Teruni Sebagai Pilar Mendukung Penegakan Hukum

11 Maret 2015   09:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:49 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini, masyarakat seakan tak mengindahkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Pelanggaran hukum terjadi dimana-mana, demonstrasi brutal seakan merajalela, pelecehan seksual yang tidak dipertanggungjawabkan, hingga kekerasan dan diskriminasi yang tak pernah sepi di media massa. Kesadaran hukum masyarakat masih sangat kecil. Apakah masyarakat Indonesia sudah tidak perduli terhadap hukum yang berlaku? Masihkah mereka berkeinginan untuk berpartisipasi dalam mendukung penegakan hukum?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti dari kata hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah, atau otoritas. Secara umum hukum merupakan peraturan yang berisikan perintah dan larangan yang dibuat oleh badan resmi dan apabila dilanggar akan dikenakan sanksi hukuman.

Di Indonesia, hukum dibedakan menjadi dua, yaitu hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Hukum tertulis adalah hukum yang dapat kita temui dalam bentuk tulisan dan dapat kita jumpai dalam berbagai peraturan negara seperti UUD 1945, Ketetapan MPR, dan Undang-Undang. Sedangkan hukum tidak tertulis merupakan hukum yang masih hidup dan tumbuh dalam keyakinan masyarakat tertentu atau yang lebih dikenal dengan hukum adat atau adat kebiasaan.

PeranSekaa Teruna-Teruni

Pada pasal 1 ayat 3 UUD 1945 menyebutkan bahwa : “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Sebagai negara hukum, Indonesia senantiasa selalu taat dan patuh terhadap peraturan yang telah dibuat. Dalam penegakan hukum di Indonesia, tidak luput dari partisipasi dan dukungan masyarakat setempat. Namun faktanya, tidak sedikit masyarakat yang belum bisa berpartisipasi dalam hal menegakan hukum. Masih banyak masyarakat yang melakukan pelanggaran hukum sehingga merugikan bagi orang lain maupun bagi dirinya sendiri. Bahkan aparat penegak hukum belum bisa secara maksimal untuk mengimbau masyarakat dalam penerapan hukum. Apa yang menyebabkan hal ini terjadi?

Hal ini disebabkan karena masyarakat belum mengetahui banyak tentang hukum, belum mengerti mekanisme hukum, belum paham dengan prosedur penegakan hukum, dan belum bisa menggunakan hak dan kewajibannya dalam penegakan hukum secara optimal. Kesadaran hukum masyarakat dan dukungan terhadap penegakan hukum, secara tidak langsung berkontribusi dalam rangka penegakan hukum yang adil, sesuai prosedur, dan tanpa pelanggaran dalam penegakan hukum baik jual beli, tawar perkara, dan kolusi hukuman sehingga akan meminimalkan pelanggaran hukum.

Namun, masyarakat cenderung lebih mengutamakan haknya di dalam hukum dan melalaikan kewajibannya dalam penegakan hukum. Seperti contoh: masyarakat lebih menuntut haknya untuk memperoleh kehidupan yang layak tanpa memerhatikan segala kecurangan yang ia lakukan demi memperoleh kehidupan yang layak dan mapan tersebut. Penegakan hukum tidak akan bisa dilakukan jika tidak ada kesadaran dari diri masing-masing untuk melaksanakan dan mentaati hukum tersebut.

Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran hukum dalam masyarakat adalah minimalnya penanaman dan pemahaman tentang penegakan hukum sejak dini. Selain orang tua dan tenaga kependidikan, pergaulan dalam masyarakat setempat juga sangat menentukan perilaku seseorang. Tak sedikit orang yang melakukan tindak pelanggaran hukum seperti pencurian, pembunuhan, dan lain-lain yang disebabkan karena pergaulan yang kurang baik. Selain pergaulan yang buruk, kesempatan atau waktu luang yang sangat banyak juga dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya pikiran untuk berbuat suatu kejahatan. Maka dari itu, diperlukan suatu wadah organisasi bermanfaat yang berguna bagi pembentukan pribadi setiap individu di suatu masyarakat.

Di Bali telah berkembang suatu organisasi yang disebut dengan sekaa teruna-teruni. Organisasi ini terdapat di seluruh desa pakraman di Provinsi Bali. Sekaa teruna-teruni adalah kumpulan atau wadah organisasi sosial pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa atau kelurahan yang bergerak dibidang kesejahteraan sosial.

Sekaa teruna-teruni merupakan organisasi pembinaan generasi muda khususnya anak yang masih berusia sekolah maupun tidak sekolah guna mendalami dan menerapkan arti pentingnya bersosial dalam masyarakat. Keberadaan kelompok  ini sebenarnya untuk memantapkan kegiatan sosial tanpa mengenal status masing-masing orang dalam masyarakat yang dihubungkan dengan adat istiadat Hindu di Bali. Dalam organisasi sekaa teruna-teruni ini tidak sedikit orang penting yang ikut berperan demi kelancaran organisasi di desa masing-masing. Seperti pemuka adat, tokoh agama, dan beberapa tokoh masyarakat yang berperan untuk memberi bimbingan dan arahan agar tumbuh rasa tanggung jawab dalam organisasi tersebut.

Yang wajib menjadi anggota sekaa teruna-teruni adalah remaja-remaja anggota banjar suatu wilayah desa yang berkisar antara umur 12 sampai usia belum menikah. Dalam setiap kegiatan organisasi, para remaja dituntut untuk memiliki kepribadian yang mencerminkan pada kepribadian bangsa Indonesia. Ciri khas kepribadian bangsa Indonesia yang tercermin dalam nilai-nilai Pancasila antara lain percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengutamakan musyawarah untuk mencapai suatu mufakat dalam mengambil suatu keputusan bersama, selalu berdasarkan atas kekeluargaan dan gotong royong, serta tidak mudah menyerah walaupun dalam keadaan yang paling sulit.

Organisasi ini sangat bermanfaat sebagai wadah publik untuk meningkatkan pendidikan masyarakat dalam usaha mendukung penegakan hukum sejak dini. Karena setiap anggota sekaa teruna-teruni ini diharuskan untuk taat dan patuh terhadap hukum yang berlaku di setiap desa pakraman.

Secara alami kepribadian anggota sekaa teruna-teruni akan terbentuk sebagaimana seperti yang diharapkan. Para anggota akan terbiasa untuk mematuhi norma-norma yang berlaku di masyarakat, yaitu norma kesopanan, norma kesusilaan, norma agama, dan bahkan norma hukum sehingga menghasilkan suatu individu yang berbudi pekerti luhur. Perwujudan penegakan tata hukum di Indonesia sekarang terwujud dalam 4 (empat) pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Keempat pilar yang dimaksud adalah Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), dan Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu jua). Pilar-pilar tersebut dijadikan acuan dan pedoman dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Organisasi sekaa teruna-teruni di Bali telah mencerminkan penerapan sila ke-4 dalam Pancasila yang berbunyi : “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan”. Dimana beberapa butir-butir sila tersebut menyebutkan bahwa : (1) sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Dalam sekaa teruna-teruni, setiap anggota dibimbing untuk mengetahui kedudukan, hak, dan kewajibannya dalam suatu organisasi maupun dalam masyarakat. Sebagai contoh: seseorang yang berkedudukan sebagai bendahara dalam organisasi dibina untuk mengetahui dan menjalankan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Ia berkewajiban mengurus dan mengelola keuangan dalam organisasi tersebut dengan baik.

Butir selanjutnya (2) tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. Dalam sekaa teruna-teruni, anggota dilarang memaksakan kehendaknya terhadap orang lain. Namun dalam hal ini, bukan berarti para anggota diberi batas untuk menyampaikan pendapatnya. Kebebasan berpendapat tetap dijunjung tinggi mengingat Indonesia adalah negara demokrasi. Negara demokrasi adalah negara yang sangat menghormati Hak Asasi Manusia (HAM). Tertuang dalam pasal 28E ayat 3 yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.

Dan (3) mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. Anggota organisasi sekaa teruna-teruni dibimbing dan dibina untuk selalu mengadakan musyawarah untuk mencapai suatu mufakat sebelum mengambil keputusan demi tujuan bersama. Dalam hal ini selain dilatih untuk menuangkan semua pemikiran para anggota, dilatih untuk tampil di depan umum, juga dilatih untuk selalu mentaati aturan yang berlaku.

Di setiap desa adat atau desa pakraman terdapat suatu peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang dijadikan pedoman kehidupan bermasyarakat. Peraturan itu disebut dengan awig-awig. Pada umumnya desa-desa adat di Pulau Bali memiliki awig-awig yang secara turun temurun tetap dilestarikan dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat di desa adat tersebut. Setiap desa adat di Provinsi Bali memiliki awig-awig masing-masing sesuai dengan pandangan hidup masyarakat di desa tersebut yang umumnya hanya memuat keharusan dan larangan bagi warga desa.

Awig-awig tidak jauh berbeda dengan undang-undang dalam suatu pemerintahan. Namun, awig-awig lebih bersifat menyesuaikan dengan keadaan penduduk desa, karena awig-awig dibuat oleh hasil musyawarah para penduduk desa itu sendiri. Hingga saat ini awig-awig desa adat masih sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakatnya. Pemberian sanksi-sanksi bagi orang yang melanggar aturan yang terdapat dalam awig-awig desa pakraman tersebut bersifat tegas dan adil, sehingga tidak ada masyarakat yang berani melanggarnya karena menyangkut urusan adat istiadat. Sanksi-sanksi yang diberikan berupa denda uang, hukuman membersihkan tempat-tempat suci maupun tempat-tempat umum, hingga dilakukannya kasepekang atau pengucilan terhadap warga, dimana warga yang melakukan kesalahan besar tidak akan diakui sebagai anggota masyarakat di suatu desa tempat ia tinggal. Sanksi-sanksi yang diberikan terhadap pelanggar hukum diberikan sesuai tingkat kesalahannya dan berdasarkan musyawarah para anggota masyarakat setempat.

Sebagai contoh: di Desa Adat Tenganan Pagringsingan yang terletak di kecamatan Manggis, kabupaten Karangasem, terdapat sebuah aturan dalam awig-awignya yaitu peraturan nomor 33 dalam Bahasa Bali Kuno yang berbunyi sebagai berikut.

Mwah wonge sinalih tunggil, je nana kadalih mangas, mawtu iya kang kadalih mangas, wnang kang kadalih kadewasaksinan olih desa, mapatabeh adari, kahajegin antuk kliang desa ring diri, yan kang kadalih tan arep kadewasaksinan mwah tan apatabeh, wnang iya kang kadalih kadanda gung arta 4500, danda ika mantuk ring kang mandalih anut trap kadi saban”.

Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.

“Barang siapapun yang tertuduh ngambis (menjambret), lalu yang dituduh tersebut mungkir (tidak mengaku), patut orang itu disumpah oleh desa dengan seorang saksi, diawasi oleh dua orang kelian desa (pengurus harian desa), dan apabila yang dituduh itu tidak mau disumpah, orang tersebut patut didenda sebesar 4500 uang bolong asli, sesuai seperti yang sudah berlaku”.

Pada dasarnya aturan dalam awig-awig tersebutditujukan kepada seluruh warga Desa Adat Tenganan Pagringsingan. Namun, pengenalan warga terhadap awig-awig yang berlaku di desanya dimulai sejak warga tersebut masuk dan bergabung dalam organisasi sekaa teruna-teruni di desanya. Contoh peraturan yang ada di Desa Adat Tenganan Pagringsingan tersebut merupakan salah satu bukti bahwa awig-awig di desa adat tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Dan awig-awig telah diyakini dapat membentuk akhlak mulia para warga desanya.

Dalam organisasi sekaa teruna-teruni di sebuah desa sejak dini telah dibina dan dibimbing untuk mematuhi segala aturan yang berlaku di tempat itu. Hal ini menyebabkan seluruh anggota sekaa teruna-teruni terbiasa untuk mematuhi hukum yang berlaku mulai dari ruang lingkup yang kecil, yaitu di sebuah organisasi desa hingga pada akhirnya mereka akan terbiasa untuk mematuhi aturan yang berlaku di sebuah negara. Hal ini sangat efektif untuk mendukung penegakan hukum di Indonesia.

Sudah sepatutnya setiap individu dalam suatu masyarakat diberi pendidikan sejak dini agar terbiasa dalam penegakan hukum. Pendidikan dasar penegakan hukum tidak hanya dapat dilakukan dalam pendidikan formal, namun juga dalam pendidikan informal seperti organisasi sekaa teruna-teruni. Pendidikan ini malah lebih efektif digunakan karena anggota dapat berinteraksi secara langsung dalam masyarakat untuk menerapkan pendidikan yang ia dapatkan. Demi mencegah pelanggaran-pelanggaran hukum yang sangat marak terjadi saat ini, masyarakat hendaknya ditampung dalam sebuah organisasi bermanfaat. Kegiatan tersebut juga dapat mengisi waktu luang untuk menghindari adanya pemikiran dan kesempatan untuk melakukan tindakan melanggar hukum.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat ditarik simpulan bahwa organisasi sekaa teruna-teruni sangat bermanfaat sebagai wadah dalam mendukung penegakan hukum. Karena dalam organisasi tersebut para anggota diwajibkan untuk mematuhi segala peraturan yang berlaku dalam sebuah desa, yaitu awig-awig desa adat. Dengan kebiasaannya mematuhi peraturan sejak dini, maka akan terbentuk suatu kepribadian yang selalu mentaati peraturan dari ruang lingkup yang kecil yaitu peraturan desa hingga ruang lingkup yang lebih luas yaitu hukum dalam suatu negara.

Dengan organisasi sekaa teruna-teruni, masyarakat akan secara alami dapat ikut mendukung penegakan hukum di Indonesia. Sehingga akan terbentuk negara Indonesia yang benar-benar sebagai ‘negara hukum’.

Rekomendasi

Dalam kesempatan ini, penulis mengajukan beberapa saran (rekomendasi) sebagai berikut.

(1)Kepada pihak pemerintah agar terus mempertahankan, memanfaatkan, dan menerapkan organisasi sekaa teruna-teruni di seluruh desa di Provinsi Bali sebagai salah satu usaha untuk membimbing dan mengarahkan masyarakat dalam mendukung penegakan hukum sejak dini.

(2)Kepada seluruh anggota organisasi sekaa teruna-teruni di desa masing-masing agar terus melestarikan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan positif dalam organisasi demi mendukung penegakan hukum dan meminimalkan pelanggaran hukum.

(3)Kepada masyarakat agar lebih berusaha berpartisipasi dalam hal penegakan hukum di Indonesia agar terwujud negara yang aman, damai, dan tentram tanpa adanya tindak kejahatan yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun pihak terkait.

Penulis: I Made Sutama | Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Surabaya: Apollo.

Paruman Desa Adat Tenganan. 1973. Awig-awig Desa Adat Tenganan.

Karangasem: Desa Tenganan.

Sucipta M.Si, I Made. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan Kelas X Semester 1.

Singaraja: CV. Bintang Prestasi.

Sucipta M.Si, I Made. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan Kelas X Semester 2.

Singaraja: CV. Bintang Prestasi.

Wikipedia. 2012. Awig-Awig Desa Adat. Dapat diakses pada URL:

http://id.wikipedia.org/wiki/awig-awig

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun