Mohon tunggu...
Fepri Septian Widjaya
Fepri Septian Widjaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Mercu Buana Kranggan, Bekasi. Prodi: Public Relations. NIM: 44219210013. Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak.

Mahasiswa Universitas Mercu Buana Kranggan, Bekasi. Prodi: Public Relations. NIM: 44219210013. Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

K24Jam: Strategi Kebudayaan sebagai Model Pemberantasan Korupsi di Indonesia

24 Juni 2022   23:16 Diperbarui: 24 Juni 2022   23:16 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

A. Latar Belakang

Korupsi merupakan tindak kejahatan yang sudah terjadi sejak dahulu, tentu tindak kejahatan ini memiliki ancaman serius bagi kehidupan masyarakat dan negara. Korupsi sebagai kejahatan telah memperhambat sektor-sektor kehidupan bangsa, terlebih kepentingan publik yang seharusnya dibiayai oleh negara harus terhambat karena tindak korupsi yang dilakukan oleh pengelola negara itu sendiri. Korupsi memang identik dengan kerugian terhadap keuangan negara, namun apabila dikaji secara lebih dalam dan luas, korupsi juga menyulitkan negara dalam menjalankan proyek pembangunan nasional di berbagai bidang serta memperhambat pertumbuhan suatu negara. Masifnya tindak korupsi ini seolah menggambarkan bahwa korupsi memang telah menjadi bagian buruk dari para oknum pengelola negara.

Indonesia sebagai negara yang memiliki struktur pengelolaan negara yang kompleks juga tidak lepas dari kasus korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum tersebut, hampir tidak pernah ada unsur birokrasi di negara ini yang steril dari penyelewengan jabatan, berdasarkan catatan bahwa dari 2004 hingga 2021 kemarin, kasus korupsi lebih banyak didominasi oleh kalangan birokrasi, meskipun dalam kasus-kasus yang ada juga tercatat dilakukan oleh kalangan swasta hingga partai politik. Kasus korupsi di Indonesia apabila dikaji seperti penyakit tentu telah menjalani 3, yaitu elitis, endemik, dan sistemik. Dalam tahap elitis, korupsi telah menjadi patologi sosial yang khas di lingkungan pejabat dan elit. Tahapan selanjutnya adalah endemik, dimana korupsi telah mewabah dan menjangkau lapisan masyarakat secara luas dan diakhiri tahapan sistemik yaitu individu yang berada dalam sistem terjangkit penyakit yang serupa (Djaja, 2012).

Korupsi selalu banyak terjadi dalam lingkungan birokrasi, hal tersebut terjadi bukan karena adanya kecenderungan hasrat pribadi saja, namun juga konstruksi mentalitas yang turut berperan dalam membangun keinginan seseorang untuk melakukan korupsi dari fasilitas maupun akses kekuasaan yang dimilikinya. Korupsi menurut Haryatmoko dapat dipahami sebagai upaya menggunakan kemampuan, campur tangan karena posisi yang dimilikinya untuk menyalahgunakan keputusan, pengaruh, informasi hingga kekayaan guna kepentingan pribadinya saja (Haryatmoko, 2003). Sehingga sangat wajar apabila korupsi tidak bisa dipisahkan dari interaksi sebuah struktur kekuasaan. Individu yang terjun dalam dunia politik namun masih memiliki mentalitas animal laborans tentu erat dengan orientasi kebutuhan hidup serta obsesi akan siklus produksi dan konsumsi yang masih sangat dominan sehingga politik kekuasaan dijadikan sebagai mata pencaharian utama mereka sampai timbul hasrat untuk penyalahgunaan jabatan yaitu  melakukan korupsi.

Korupsi dalam kenyataannya memang tidak bisa dilepaskan dalam konteks alam kultural masyarakat dalam memahami kepemilikan pribadinya maupun kepemilikan publik. Transisi demokrasi ini tentu berkaitan dengan reformasi birokrasi yang telah dilakukan sebelumnya sehingga mengubah watak dan mentalitas birokrasi dalam memahami kepemilikan publik. Perpektif publik mengenai kekuasaan yang jauh lebih penting bersamaan dengan kewenangan kekuasaan juga membuat kecenderungan terjadinya korupsi ini. Selain itu, korupsi di Indonesia memang sudah terjadi dari zaman kerajaan dan masyarakat tradisional di Indonesia, hal tersebut karena dalam kerajaan tradisional, tidak ada perbedaan antara kekayaan pribadi maupun publik, sehingga kekayaan dalam kultur tersebut seringkali dijadikan alat untuk membeli loyalitas para pejabat penting sedangkan kekayaan yang dimiliki tersebut seharusnya digunakan untuk stabilitas masyarakat.

Penelitian ini berfokus pada konstruksi korupsi dalam perspektif kebudayaan, hal ini menjadi penting karena menyangkut problem kultural yang melingkupi terjadinya perilaku korupsi sekaligus cara pemberantasannya. Melalui cara tersebut, diharapkan dapat menciptakan strategi kebudayaan dalam pemberantasan korupsi.

B. Indentifikasi Masalah

Penelitian ini melihat berbagai perilaku korupsi dalam perpektif kebudayaan, fokusan yang dilakukan adalah pengungkapan kondisi kebudayaan dapat terwujud dalam aktivitas berpola manusia yang mendorong perilaku korupsi.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Bagaimana Strategi Kebudayaan Yang Dilakukan Dalam Pemberantasan Korupsi Di Indonesia?"

D. Tinjauan Pustaka

  • Korupsi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun