Artikel ini akan mengulas pemikiran Anthony Giddens mengenai Teori Strukturisasi yang dipaparkannya dengan melihat fenomena sosial yang ada yaitu perilaku korupsi. Perilaku korupsi yang masih marak di Indonesia, menarik perhatian penulis untuk menganalisinya karena kondisi seperti ini tentu sangat merugikan publik bahkan negara.
A. Apakah Korupsi Cenderung Dilakukan Pemegang Kekuasaan?
Perilaku korupsi dalam pemahaman definitifnya tentu memiliki beragam pemahaman, korupsi dipahami sebagai konsep yang kompleks untuk dijelaskan, hal tersebut karena perilaku ini tidak bisa dilihat hanya dari satu sudut pandang saja. Korupsi secara sederhana dipahami sebagai penggunaan kekuasaan publik yang dilakukan untuk kepentingan pribadi.Â
Kekuasaan publik ini berarti bentuk kekuasaan yang diberikan oleh publik, yaitu masyarakat mauun anggota organisasi yang ada didalamnya. Korupsi tentu bukan hanya soal hukum saja, namun juga persoalan kultur (Wattimena, 2012).
Pemegang kekuasaan cenderung untuk melakukan perilaku korupsi, padahal secara budaya tentu mereka dapat dikategorikan sebagai orang yang cukup berbudaya.Â
Dalam fenomena ini, terdapat satu pandangan filsuf yang menarik untuk dicermati, adalah pernyataan yang disampaikan oleh Nietzsche seorang filsuf Jerman yang berpendapat bahwa manusia memang memiliki kecenderungan untuk berkuasa.Â
Lebih lanjut, ia berpendapat bahwa manusia dan alam semesta memang didorong oleh sebuah kekuatan purba yaitu kehendak untuk berkuasa (the will power) serta klain kekuasaan yang paling tiranik karena tak punya pertimbangan dan tak dapat dihancurkan.Â
Seluruh realitas yang terjadi didalamnya merupakan ledakan serta bentuk lain dari kehendak yang berkuasa karena berada didalam kesadaran sekaligus ketidaksadaran manusia.Â
Kehendak untuk berkuasa merupakan dorongan yang mempengaruhi seorang individu sekaligus membentuk apapun yang ada karena pada akhirnya terdapat hasil dari semua proses realitas yang dilakukan. Seorang penguasa tentu harus menerima serta mengenali kehendak untuk berkuasa sebagai bagian dari dirinya.Â
Jangan pernah menyangkal bahwa diri kita semua, lepas dari sebaik apa pribadinya, memiliki kehendak untuk berkuasa atas orang lain dan alam semesta (Wattimena, 2012).
Kehendak berkuasa memang sudah menjadi bagian dari dalam diri manusia. Namun dalam hal ini, persoalan yang harus dilihat adalah fenomena mengenai kehendak berkuasa yang dipergunakan untuk melakukan hal-hal yang bertentangan baik secara moral dan hukum, yaitu korupsi. Kekuasaan yang disalahgunakan ini tentu menjadi hal yang keliru. Hal tersebut dapat terjadi apabila pemangku kekuasaan sebagai aktornya didukung oleh lingkungan yang mengkhendaki terjadinya tindak korupsi.