Mohon tunggu...
Fepri Septian Widjaya
Fepri Septian Widjaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Mercu Buana Kranggan, Bekasi. Prodi: Public Relations. NIM: 44219210013. Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak.

Mahasiswa Universitas Mercu Buana Kranggan, Bekasi. Prodi: Public Relations. NIM: 44219210013. Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

K11_The Determinants of Corruption in Italy

1 Juni 2022   14:24 Diperbarui: 1 Juni 2022   14:30 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel ini akan membahaskan mengenai analisis yang dilakukan oleh Alfredo Del Monte dan Erasmo Papagni mengenai faktor-faktor penentu korupsi di Italia. Dalam jurnal yang dituliskannya, menurut beberapa indeks korupsi, masyarakat Italia sangat terpengaruh dengan fenomena korupsi ini sebagai hal yang negatif bagi mereka. 

Faktor-faktor penentu korupsi di Italia dalam kajian yang dilakukan Alfredo Del Monte dan Erasmo Papagni yaitu pada periode 1963-2000 dengan menggunakan statisik kejahatan terhadap administrasi publik di tingkat regional.

A. Apa saja yang menjadi faktor penentu korupsi?

Riset yang dilakukan oleh Del Monte dan Papagni menjelaskan mengenai, korupsi yang dapat terjadi secara berbeda-beda di berbagai negara dan wilayah yang berbeda meskipun berada di lingkup negara yang sama. Faktor penentu korupsi dilihat melalui teori determinan korupsi yang dibagi dalam tiga kategori besar yaitu ekonomi, politik dan budaya.

  • Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi merupakan faktor penentu korupsi, dengan melihat intervensi negara terhadap sistem perizinan dan lisensi yang rumit serta alokasi sumber daya yang diberikan tidak melalui pasar secara terbuka namun dilakukan melalui mekanisme administrasi, hal tersebut dilihat sebagai penyebab utama korupsi dalam pendekatan ekonomi (Becker 1997).

Ekonomi liberal berpikir bahwa negara sebagai pengatur dengan sistem izin dan lisensi yang dikendalikan oleh lembaga-lembaga terkaitlah yang mendukung korupsi. Keuntungan lebih ditentukan oleh subsidi pemerintah, pajak, dan peraturan yang dibentuk daripada manajemen tradisional atau keterampilan dalam berwirausaha. 

Semakin besar kehadiran negara, maka semakin besar pula sistem ekonomi yang dibentuk berdasarkan pencarian sewa, dan hal tersebut dilihat sebagai peluang untuk perusahaan memenangkan kontrak pemerintah, dan mendapatkan tarif serta kuota yang lebih tinggi dari seharusnyam bahkan menerima subsidi. 

Secara sederhana, konsep mengenai korupsi melalui faktor ekonomi adalah semakin tinggi tingkat intervensi negara dalam perekonomian maka semakin tinggi tingkat korupsinya, semakin besar keterbukaan ekonomi yang dilakukan negara maka semakin rendah tingkat korupsinya dan semakin besar kekayaan sumber daya alam suatu negara, maka semakin tinggi tingkat korupsinya.

  • Faktor Politik

Faktor politik merupakan faktor penentu korupsi karena dalam pembahasannya pendekatan ini melihat secara interaksi antara pemilih, legislator, dan birokrat yang dapat menghasilkan korupsi. Karakteristik sistem pemilu, cara pemilihan calon, dan tingkat persaingan yang terjadi antar partai politik dilihat sebagai sesuatu yang mempengaruhi terjadinya tingkat korupsi. Semakin besar efektivitas sistem hukum yang diberlakukan oleh suatu negara, maka semakin sedikit tingkat korupsinya (Caiani, 2003).

Aspek penting lainnya adalah karakteristik negara, yang dibagi menjadi 2 yaitu tersentralisasi atau terdesentralisasi. Hubungan antara negara terstruktur dan korupsi tidak jelas. Sedangkan, diantara pemerintah daerah yang terdesentralisasi terjadi persaingan fiskal diantara pemerintah daerah agar dapat memastikan penyediaan layanan publik yang padat secara efisien. 

Sistem politik yang terdesentralisasi ini dapat menjadi sistem yang lebigg korup, hal tersebut karena calon koruptor hanya perlu untuk mempengaruhi sebagian kecil dari pemerintahan saja, sehingga lebih mudah proses yang dilakukan, selain itu pada tingkat daerah terjadi frekuensi interaksi yang lebih besar antara individu swasta dan pejabat yang terdesentralisasi.

  • Faktor Budaya

Selanjutnya adalah faktor budaya, pendekatan ini melihat adanya kecenderungan di masyarakat yang memang sudah membentuk kepercayaan serta gagasan untuk menghalangi atau mendukung terjadinya korupsi. Dalam pendekatan ini, hal yang ditekankan adalah modal sosial, modal sosial tercipta melalui jaringan yang dibentuk dan saling berhubungan antar individu, kelompok, dan organisasi dalam masyarakat sipil. 

Gagasan ini berdasar melalui demokrasi yang berkembang dan terkonsolidasi di Amerika Serikat, mayoritas masyarakat Amerika berpartisipasi dalam lembaga sosial utama seperti keluarga, sekolah, lingkungan dan organisasi sipil gereja.

Modal sosial merupakan sumber daya yang penting bagi individu, karena sangat mempengaruhi kemampuan mereka untuk bertindak dan meraksakan kualitas hidupnya. Hal tersebut terjadi karena Modal sosial memberikan "kepercayaan" sebagai "barang publik", sehingga dalam prosesnya, menciptakan kepercayaan antar anggota organisasi mereka, karena individu yang diberikan "kepercayaan" 

tersebut tentu akan mengemban dengan baik hal-hal yang harus dilakukannya seperti tidak melakukan korupsi karena dipahami sebagai "barang publik" sehingga apabila hal tersebut dikhianati maka individu tersebut tidak lagi mendapatkan "kepercayaan" dari publik.

B. Mengapa riset ini dilakukan?

Riset ini dilakukan karena kondisi yang terjadi di Italia pada saat itu, sistem politik tersebut adalah sistem politik patronase atau dalam bahasa Italia disebut klientelisme, sistem tersebut memungkinkan kelompok warga yang terkait langsung dengan politisi untuk menuai penghargaan yang tinggi melalui undang-undang khusus atau penunjukkan kekuasaan politik. 

Penghargaan dan penunjukkan seperti itu tidak bisa ditujukan unntuk meningkantkan efisiensi keahlian profesional. Interaksi antar politisi, birokrasi, serta kelompok warga yang berkaitan langsung dengan politisi merupakan ciri khas sistem politik Italia, tetapi baru awal 1970-an korupsi mulai menyebar. Sehingga, korupsi tidak ernah dianggap sebagai masalah utama ekonomi Italia.

Pada tahun 1980-an, korupsi dilihat sebagai masalah di Italia sehingga makin banyak warga yang tidak toleran terhadap masifnya tindakan korupsi ini. Kasus korupsi yang terjadi pada tahun 1980-an memang lebih banyak terjadi di Italia, hal tersebut disebabkan karena suap antar hubungan warga negara dan administrasi publiknya. 

Penjelasan mengenai korupsi di Italia memiliki hubungan dengan tiga aspek yaitu korupsi di Italia terus meningkat antara pertengahan 1970-an dan paruh pertama 1990-an, korupsi lebih tinggi di Italia selatan daripada di Italia Utara, dan penurunan korupsi setelah 1993. Penelitian tersebut dilakukan guna emberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh aspek-aspek di atas.

C. Bagaimana hasil riset yang telah dilakukan?

Pentingnya memperhitungkan peningkatan korupsi dari tahun 1970-an. Mungkin ada banyak kemungkinan penyebab di balik penyebaran korupsi di Italia, seperti munculnya federalisme di Italia, peningkatan intervensi negara dan munculnya kelas penguasa baru tanpa cita-cita politisi yang membangun Republik Italia setelah Perang Dunia II.. 

Baru-baru ini Golden menyarankan bahwa pada tahun 1970-an ada peningkatan eksogen yang besar dalam insentif untuk korupsi politik baik dari sisi permintaan maupun penawaran, yaitu sebagai berikut (Golden, 2000):

1. Pengesahan undang-undang tentang pendanaan partai politik pada tahun 1974 yang melarang perusahaan publik menyumbangkan uang untuk partai politik atau kampanye pemilihan. Dengan membuat sumbangan tersebut ilegal, undang-undang tentang pembiayaan publik mengkriminalisasi praktik yang ada.

2. Perubahan kepemimpinan Partai Sosialis, sekutu pemerintah yang sangat penting, yang karena berbagai alasan mengubah sistem politik Italia pada 1980-an menjadi sistem yang ditandai dengan korupsi politik besar-besaran.

3. Keuntungan petahana kolektif DC pada akhir 1970-an menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Ada kepercayaan - mungkin terutama di kalangan politisi Sosialis - bahwa Italia tidak memiliki oposisi politik atau pemerintahan alternatif yang sejati, dan bahwa partai-partai yang memerintah tidak dapat ditembus. Akibatnya, layanan fasilitasi dapat diberi harga.

4. Kurangnya persaingan asing untuk kontrak pemerintah memberi perusahaan Italia kemungkinan ekonomi dan insentif untuk membayar suap yang diharapkan dari mereka.

Dalam riset yang dilakukan melalui studi ekonometrik korupsi di Italia yang dibuat oleh Del Monte dan Papagni melalui data kejahatan terhadap administrasi publik. Data yang digunakan mengacu pada periode 1963-2000 untuk 20 wilayah Italia. Variabel terikat yang menjadi dasar penelitian ini adalah jumlah kejahatan terhadap administrasi publik yang dilaporkan ke polisi untuk masing-masing dari dua puluh wilayah Italia. 

Periode yang tercakup dalam penelitian kami adalah 1963-2000. Variabel ini tidak mewakili jumlah sebenarnya kejahatan korupsi, tetapi hanya kejahatan yang dilaporkan ke polisi. 

Di daerah-daerah di mana efisiensi peradilannya lebih rendah, kemungkinan tertangkap dan didakwa lebih rendah. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya kepercayaan pada sistem peradilan dan membuat orang enggan untuk melaporkan kejahatan korupsi kepada polisi. Oleh karena itu, dalam prosesnya, tentu jumlah kejahatan korupsi yang sebenarnya terjadi dikomparasikan dengan kasus yang dilaporkan dan dideteksi oleh pihak kepolisian. 

Sebaliknya semakin rendah kemungkinan untuk dideteksi dapat meningkat, coeteris paribus, jumlah tindak pidana korupsi di daerah yang efisiensi peradilannya lebih rendah. Untuk mengevaluasi kemungkinan pengaruh efisiensi peradilan pada keandalan statistik pada kejahatan yang dilaporkan, kami melakukan regresi statistik tersebut pada indeks lamanya proses peradilan.

Dokpri
Dokpri

Kualitas variabel yang digunakan sebagai indikator korupsi ini sudah dinilai oleh Del Monte dan Papagni, dengan memasukannya kedalam regressor dalam perkiraan ekonometrik tingkat pertumbuhan pendapatan per katipa melalui panel yang sama di wilayah Italia. Korupsi memang terjadi secara signifikan dan negatif karena mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Italia pasca perang melalui pengaruhnya terhadap investasi swasta dan publik. Italia dalam periode tersebut merupakan peringkat yang terburuk diantara negara-negara maju lainnya dalam kualitas kelembagaan dan korupsinya. Berikut ini adalah variabel yang digunakan untuk menjelaskan faktor utama penyebab korupsi di Italia:

  • Indeks modal sosial
  • Pertumbuhan ekonomi
  • Konsumsi pemerintah
  • Investasi publik
  • Persaingan politik dan perubahan kelembagaan

Kinerja pemerintah daerah di Italia memang bervariasi. Ini bukanlah fenomena yang seragam, tetai di beberapa daerah hal ini dianggap berasal dari perilaku serta norma-norma sosial yang terkait dengan sejarah Italia. Dalam melihat perilaku serta norma yang dilakukn di seluruh wilayah Italia, 

Del Monte dan Papagni mengumpulkan data mengenai Organisasi-organisasi sosial selama tiga tahun (1982, 1993, 2001) dan pemilih di pemilu nasional (1963-2001). Variabel tersebut dapat dianggap eksogen sehubungan dengan indeks korupsi, dan merupakan variabel yang fundamental. 

Tidak meratanya perkembangan ekonomi di wilayah Italia sementara PDB per kapita merupakan variabel proksi biasa yang digunakan untuk tingkat pembangunan, disisi lain bisa menjadi variabel endogen dalam regresi indeks korupsi. Peran lobi politik dan beberapa perubahan kelembagaan pada korupsi diselidiki, hal tersebut disampaikan oleh Persson, Tabellini dan Trebbi yang dalam makalahnya menjelaskan bahwa lobi dan korupsi dapat sangat dipengaruhi oleh efisiensi lembaga politik.

Dokpri
Dokpri

Hasil ekonometrika analisis kami menunjukkan aspek utama korupsi Italia:

a) Sistem patronase Italia berubah menjadi sistem korupsi skala penuh pada awal 1970-an

b) tingkat korupsi berbeda antar wilayah Italia

c) penurunan tingkat korupsi setelah 1993 dapat dijelaskan oleh variabel politik dan budaya dan bukan oleh variabel ekonomi.

Penelitian ini mencatat bahwa hasil yang sama ditemukan oleh Treismann (2000). Di Italia korupsi meningkat sebagai akibat dari perubahan dalam sistem politik dan kelembagaan dan korupsi telah menyebar bahkan ke tingkat administrasi, seperti peradilan, yang sebelumnya tidak ada. 

Penyebaran korupsi melemahkan rasa loyalitas terhadap masyarakat yang terorganisir dan iklim korupsi menciptakan insentif lebih lanjut untuk korupsi, karena keyakinan bahwa pelanggar yang dikenal dapat melanjutkan praktik korupsi mereka dengan risiko hukuman yang kecil. Efek negatif korupsi terhadap pertumbuhan (Del Monte-Papagni 2001) dan meningkatnya biaya korupsi bagi pengusaha adalah beberapa alasan utama untuk keberhasilan kampanye antikorupsi. 

Mani Pulite yang menyebabkan perubahan dalam rezim politik di Italia. Hanya beberapa penyebab yang menciptakan penyebaran korupsi di Italia, seperti rendahnya kemungkinan oposisi menggulingkan mayoritas, telah dihilangkan. Ada beberapa tanda positif, dengan bertambahnya jumlah organisasi sukarelawan, bahwa kita telah melihat tingkat korupsi menurun, tetapi perubahan nilai dan norma kejujuran dalam kehidupan publik kurang kuat yang diperlukan,

 dan sudah ada tanda-tandanya kenaikan baru tingkat korupsi. Penelitian ini tidak berusaha untuk meminimalkan pentingnya struktur insentif yang dapat mendorong bahkan oportunis untuk meninggalkan praktik korupsi, tetapi kami percaya bahwa perubahan kelembagaan lebih penting daripada perubahan ekonomi dalam membentuk struktur insentif. Oleh karena bahwa untuk memerangi korupsi di Italia, sangat penting untuk 

mempromosikan perubahan kelembagaan dengan, misalnya, menyederhanakan dan meningkatkan transparansi administrasi publik, memilih administrator publik berdasarkan prestasi dan bukan hubungan politik, dan menyetujui undang-undang yang mencegah politisi korup dipilih kembali setelah bukti awal bersalah. Perubahan kelembagaan tersebut sangat penting untuk menciptakan iklim yang kondusif untuk memerangi korupsi; 

insentif ekonomi, saja, sangat tidak mungkin menjadi solusi untuk masalah korupsi di Italia.

Daftar Pustaka

Becker G.S., 1997, Want to Squelch Corruption? Try Passing Out Raises, Business Week, November, 3

Caiani M., 2003, Capitale sociale e partecipazione politica, Polis, XVII, 1 April, hlm.61-90

Del Monte A., E. Papagni, 2001, Public Expenditure, Corruption and Economic Growth: the Case of Italy, European Journal of Political Economy, 17, pp.1-16.

Golden M., 2000, Political Patronage, Bureaucracy and Corruption in Postwar Italy, mimeo, UCLA

Treisman D., 2000, The causes of corruption: a cross-national study, Journal of Public Economics, n.76, pp. 399-457.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun