Mohon tunggu...
Fepri Septian Widjaya
Fepri Septian Widjaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Mercu Buana Kranggan, Bekasi. Prodi: Public Relations. NIM: 44219210013. Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak.

Mahasiswa Universitas Mercu Buana Kranggan, Bekasi. Prodi: Public Relations. NIM: 44219210013. Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

K09_Teodesi Kejahatan Leibniz dan Hume

18 Mei 2022   02:02 Diperbarui: 18 Mei 2022   02:04 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Artikel ini akan membahaskan mengenai problematika mengenai teodesi  kejahatan yang dikembangkan oleh Gottfried Wilhem Leibniz dan David Hume. Berikut ini adalah penjelasan mengenai teodesi kejahatan tersebut:

  • Teodesi Kejahatan Gottfried Wilhem Leibniz

Leibniz berpendapat bahwa tuhan itu pasti bijaksana, maha kuasa dan maha baik. Menurut Leibniz bahwa dunia merupakan tempat yang tidak sempurna dan kesempurnaan yang sesungguhnya hanya ada pada tuhan. Sehingga menjadi wajar apabila banyak tidak sempurna sehingga itu disebut sebagai karakter dunia. 

Leibniz juga berpendapat bahwa kejahatan, penyakit dan bencana pun memiliki dasarnya, sehingga tuhan tidak serta-merta hanya memberikan sesuatu tanpa alasannya.

Secara sederhana, dalam teodisi ini dipahami sebagai kemahabaikan dan kemahakuasaan Allah dihadapan penderitaan karena Leibniz dalam konsepnya mencoba untuk menyelaraskan ketiga kodrat Allah yaitu bijaksana, tertuju pada kebaikan serta mahakuasa dengan kebebasan manusia yang kadang menghendaki dirinya untuk melakukan keburukan.

Leibniz juga memaparkan dalam tulisannya mengenai kesempurnaan kodrat Allah yang tentunya sulit dipahami oleh manusia secara utuh. Namun manusia secara naluri dapat memastikan keniscayaan yaitu kesempurnaan Allah itu sederhana, positif dan absolut. 

Leibniz dalam penjelasannya mengenai manusia juga meyakini bahwa dengan bebasnya kehendak manusia tentu sangat berbeda dengan kodrat Allah yang tentunya tidak mungkin sama dengan manusia karena penempatan yang dilakukan adalah manusia itu terbatas dan Allah itu sempurna. 

Dalam kebebasan kehendak manusia, Leibniz membagi menjadi tiga yaitu kehendak bebas akal budi, kontingensi, dan spontanitas. Kehendak manusia bebas akal budi dipahami sebagai sesuatu yang menuntun manusia untuk mengetahui baik maupun buruknya tindakan yang dilakukan beserta konsekuensi yang mengikutinya. 

Hal tersebut membuat manusai tidak selalu memilih kebaikan didalam kehidupannya. Selanjutnya pada kehendak bebas kontingensi adalah ketika manusia mengetahui kemungkinan akibat dari perilakunya, teapi potensi untuk memilih jalan buruk menjadi sangat besar karena kehendak bebas manusia justru menjadi penyebab penderitaan manusia pula. 

Akhirnya manusia tentu mengetahui kebaikan namun lebih memilih untuk tidak melakukannya. Dalam bebas spontanitas dijelaskan bahwa manusia bebas melakukan apapun tanpa ada paksaan dari luar dirinya.

Kehendak manusia untuk berada dalam keburukan dipahami sebagai dosa dan bagi Leibniz, tentu kebaikan bukanlah tujuan dari dosa Manusia tidak dapat menemukan kebaikan didalam dosa, tetapi kejahatan. Leibniz juga membedakan dua jenis penderitaan yaitu penderitaan dari Allah menuju kebaikan dan penderitaan dari manusia menuju kejahatan. 

Leibniz juga menjelaskan bahwa sejak semua ketentuaan Allah yang ada tentu sudah melekat pada ciptaannya, sebagai contoh adalah perintah makhluk hidup untuk terus berkembang biak dan menumbuhkan generasi baru. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun