Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Poletika: Nasib Koalisi Perubahan

12 Mei 2023   13:59 Diperbarui: 12 Mei 2023   14:00 1043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lihat saja Koalisi Besar yang bakal menggabungkan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang didukung Presiden Joko Widodo menjadi ambyar karena gerak politik Megawati Soekarnoputri yang tiba-tiba (tentu sudah dengan pemikiran matang) mengumumkan Ganjar.

Padahal, Ganjar semula "dihinadinakan" PDIP sendiri terkait hasrat Puan Maharani, anak biologis Megawati, menjadi capres juga.

PDIP segera mendapat dukungan PPP dan Hanura, meski tanpa berkoalisi pun partai banteng ini sudah memegang tiket Pilpres 2024 karena Presidential Threshold sudah mencapai 20 persen.

Yang menarik --kalau tidak mau dikatakan membingungkan-- adalah manuver PPP yang mendukung PDIP, padahal partai Ka'bah ini sudah menjadi anggota KIB bersama Golkar dan PAN.

Belakangan terdengar kabar, PPP mendorong Sandiaga Uno yang beberapa waktu berlabuh ke PPP sebagai bakal cawapres. Bukankah manuver PPP ini menjadikan eksistensi KIB terancam?

Golkar sebagai bagian dari KIB juga tidak tinggal diam. Airlangga Hartarto selaku ketua umum menemui ketua majelis tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Tujuannya jelas penjajagan ke arah capres-cawapres.

Pendeknya, Airlangga yang sulit mendapat tiket dan secara elektabilitas tidak laku dijual, ingin menjdi capres juga, berpasangan dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres yang tak kunjung dipinang Anies Baswedan di Koalisi Perubahan.

Golkar adalah bagian dari KIB, sedang Demokrat bagian dari Koalisi Perubahan. Bukankah jika dua partai ini berkoalisi (PT 20 persen sudah terpenuhi) baik Koalisi Perubahan maupun KIB bubar jalan?

Terlebih lagi ketika Demokrat hengkang, Koalisi Perubahan tetap ambyar karena suara Nasdem dan PKS tak cukup memenuhi PT 20 persen, bukan?

Pun manuver PKS sebagai bagian dari Koalisi Perubahan yang aktif menyorongkan nama cawapres di luar AHY dan Ahmad Heryawan, sungguh menggoyahkan stabilitas Koalisi Perubahan itu sendiri? Mengapa tidak berembug saja memilih antara AHY atau Ahmad Heryawan?

Bayangkan, masing-masing anggota Koalisi Perubahan khususnya Demokrat dan PKS sama-sama bermanuver. Tinggal Nasdem seperti terkunci dan mati angin, padahal partai bentukan Surya Paloh ini yang lebih awal (prematur) mengumumkan Anies Baswedan sebagai bakal capres.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun