Mungkin lewat pernyataan terang-terangan agar posisinya jelas, atau bisa dilakukan dengan "silent", menyerahkan pada Relawan Jokowi untuk menentukan sikap mereka; memilih Ganjar atau Prabowo secara bulat, atau memilih dengan suara terbelah.
Jika suara dukungan dari Relawan Jokowi terbelah, lagi-lagi yang diuntungkan adalah Anies "Mat Untung" Baswedan, sebab tanpa harus susah payah memecah suara dukungan Ganjar-Prabowo, suara itu sudah terpecah dengan sendirinya. Jokowi tentu tidak ingin situasi ini terjadi. Di sinilah galaunya Jokowi.
Prabowo pernah dikecewakan Megawati dan PDIP lewat pengingkaran perjanjian Batu Tulis pada Pilpres 2014 lalu. Sekarang tentu Prabowo lebih hati-hati menghadapi orang yang sama, yaitu Megawati, termasuk janji-janji menjadi bagian dari pemerintahan yang akan datang dengan menjadi cawapres.
Sedangkan Jokowi maupun Megawati harus selalu merajuk dan menenangkan hati Prabowo di saat Pilpres 2024 memasuki putaran kedua yang boleh jadi menguntungkan Anies Baswedan.
Menguntungkan Anies jika Prabowo yang kalah di putaran pertama, misalnya, mengalihkan dukungan ke Anies di putaran kedua. Ini dengan catatan Prabowo kecewa dengan sikap Megawati dan ingin melampiaskan dendam masa lalunya.
Demikian pula Prabowo yang harus menjaga hati Megawati. Taruhlah Ganjar kalah di putaran pertama, Prabowo harus memastikan suara PDIP yang besar dialihkan kepadanya di putaran kedua. Artinya, hubungan baik dengan Megawati harus tetap terjaga.
Lain halnya kalau Anies kalah di putaran pertama, bagi Jokowi ini bukan persoalan. Sebab, "all the president men"-nyalah yang akhirnya menjalankan roda pemerintahanan berikutnya, sesuai harapannya, Ganjar atau Prabowo.
Harapan untuk menjadi kenyataan seperti itu masih jauh panggang dari api. Maka tidaklah berlebihan kalau Jokowi saat ini sedang galau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H