Konten
Mengenai jalan cerita "Alena" sendiri sebagaimana dibahas Yon Bayu, memang ini lebih hasil pengamatan dan serapan segala fenomena yang terjadi di balik peristiwa tinimbang sekadar perenungan hampa. Peristiwa nyata, opini hasil menangkap fenomena, estetika berbahasa dan kemampuan bernarasi berkelindan di dalam "Alena", mengisi halaman demi halaman novel.
Peristiwa tidak sekadar dilihat atau dibaca sekadar peristiwa biasa tanpa makna, tetapi coba diungkap dari latar belakangnya juga kaitan dengan peristiwa sebelumnya, dikupas menggunakan pisau nalar, dan seterusnya.
 Stensilan Filsafat DALAM (Modal Amarah) yang diterbitkan secara mandiri oleh Pratama yang putus kuliah, adalah sentilan yang demikian halus bahwa setiap media besar akan mengalami kejatuhan secara menyakitkan dan hanya akan menjadi sekadar stensilan filsafat yang oplahnya sangat terbatas jika tidak hati-hati, khususnya ketika sudah kehilangan kepercayaan dari pembacanya.
Apakah harus disesali? Tentu tidak. Sebab DALAM meski sekadar stensilan, tetap diminati orang tertentu (niche) asalkan mampu mempertahankan kedalaman tulisannya, menjaga keberpihakannya kepada kaum terpinggirkan, meneruskan empatinya yang besar kepada pengetahuan dan kemanusiaan.
DALAM mengabarkan optimisme, bukan sebaliknya. Media besar selayaknya belajar bagaimana stensilan filsafat DALAM menangkap isu lalu menggali secara dalam fenomena yang ada, bukan sekadar memberitakan peristiwa tanpa berupaya memaknakannya.
Siapapun bisa belajar dari keteguhan, kegigihan dan keuletan Pratama dalam menjalani kehidupannya.Â
Baginya, sekolah  terbaik adalah semesta ini, kampus beratapkan langit luas, lantai rumput ilalang dengan dinding angin yang berhembus tanpa sekat. Ilmu filsafat tidak ia peroleh dari bangku kuliah, semesta yang bijak menyediakannya secara berlimpah. Pratama memungutnya satu demi satu segala ilmu yang tercecer secara cermat.
Sebagai mantan jurnalis yang kenyang berkeliling ke berbagai wilayah, dalam dan luar negeri, kepala saya masih terisi residu berbagai informasi, catatan dan kenangan mengenai wilayah-wilayah yang saya kunjungi itu. Blessing, itu semua ternyata sangat menolong saat menentukan "setting" dengan deskripsi seakurat mungkin. Alhasil, ada banyak ilmu pengetahuan yang terserak dalam novel yang lumayan tebal ini.
Demikian proses kreatif "Alena". Terlalu berpanjang-panjang kata kalau harus mengungkap proses kreatif Hamdani dan Sofiah dalam "Perempuan Penyapu Halaman" serta "Dua Ustad" yang berisi 21 cerpen ini.Â
Mungkin nanti disambung lagi.