Sering orang-orang curhat kepada saya tentang sulitnya menghadirkan ide untuk menulis. Mereka bertanya bagaimana cara saya menggali ide, mendapatkannya lalu menuliskannya.
Selalu saya katakan, jika kamu berniat untuk menulis apapun, mestinya kamu sudah punya "main idea" di benakmu, yaitu gagasan utama. Misal gagasan utama adalah "wisata terpuruk", tentu terkait pandemi. Dengan gagasan utama yang kamu punya, maka sudah ada gambaran apa yang hendak kamu ceritakan. Saya menyebutnya "picture in our head".
Di luar "main idea" dan "picture in our head", saya punya rahasia menulis lain, yaitu selalu berpatokan pada "8P".
Mengapa disebut "8P"? Lha, ini suka-suka saya saja sih, bisa saja ditambah "P" lainnya. Tetapi agar mudah diingat, rahasia menulis "8P" saya adalah; People, Profession, Product, Passion, Perception, Performance, Problem, Phenomenon.
"8P" ini saling berkait dan selalu berfokus pada "P" pertama, yaitu People, orang. Mengapa orang? Sebab dalam jurnalistik pun ada jargon "man makes news", oranglah yang membuat berita. Orang ngin tahu tentang orang lain. Nah, tujuh "P" lainnya melekat pada orang itu.
Jadi bagaimana caranya menggali ide?
Mudah sekali, rumus turunannya adalah sebagai berikut:
- orang dengan profesinya,
- orang dengan karya yang dihasilkannya,
- orang dengan minat khusus yang dilakoninya,
- orang dengan pandangan/opininya,
- orang dengan prestasinya,
- orang dengan masalah yang dihadipanya,
- orang dengan keunikannya.
Sampai di sini, paham 'kan, ya?
Coba kembali ke gagasan utama yang kamu punya tadi, yaitu "wisata terpuruk akibat pandemi". Pertimbangkan, dari sudut pandang mana artikel itu akan kamu tulis. Menulis persoalan wisata, jelas menulis fakta. Ada data dan angka-angka pendukung yang menunjukkan wisata terpuruk, misalnya angka kunjungan wisman dan wislok yang anjlok, banyaknya cafe dan tempat hiburan gulung tikar, dan seterusnya.
Coba pertimbangkan pula kamu menulis dari sudut pandang orang (People) dengan persoalannya (Problem), yaitu orang menderita akibat wisata terpuruk. Ada banyak orang yang terancam hidupnya, mereka ada yang banting setir jadi pengamen, atau bahkan melumuri badannya dengan pilox perak, lalu meminta belas kasih orang di perempatan lampu lalu lintas.
Kalau kamu bisa mendapatkan cerita tentang masalah yang dihadapi orang-orang pariwisata ini, tulisanmu mungkin jauh lebih menyentuh perasaan (emotional) pembaca dari sekadar menulis benda semata, yaitu tempat wisata yang terpuruk. Imbasnya tetap pada manusia dan manusialah yang punya cerita.
Itu baru orang dengan persoalannya, "People with their Problem", kamu bisa menggali ide dengan rumus serupa yang sudah saya ceritakan di atas. Kamu bisa menulis orang dengan keunikannya atau orang dengan prestasinya, semua tidak lepas dari "main idea" yang kamu punya tadi.
Kalau hampir semua pegiat wisata terpuruk terempas pandemi tetapi ada seorang yang bertahan dan bahkan maju karena keunikannya, maka kamu menulis "People with his/her Phenomenon", dan seterusnya.Â
Semudah itu, bukan?
Sudah ah, kamu terusin sendiri, ya....
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H