Tahu mengapa yayasan? Sebab saat itu yayasan terbebas dari pajak pendapatan. Jadi, selain ada unsur sosialnya, seperti rumah sakit, pendapatan dari bisnis terbebas dari keharusan membayar pajak. Di ABRI pun, Soeharto mendirikan yayasan untuk tujuan komersial. Bisnis.
Setidaknya untuk YAMP yang mendirikan 999 masjid di seluruh Tanah Air, peruntukannya bisa dimanfaatkan oleh umat Islam. Kalau sudah berada dalam masjid, tentu umat Islam tidak pernah bertanya ini itu dari mana dananya atau siapa yang membangun masjid.
Ini adalah salah satu "legacy" yang baik "daripada" Soeharto, meski dengan yayasan itu kesannya hanya muslim yang "dimanja". Tidak pernah ada pembangunan sarana ibadah agama lain yang diiniasi Soeharto sefenomenal YAMP dalam membangun "Masjid Pancasila".
Soeharto sadar, Sila Pertama Pancasila adalah "Ketuhanan Yang Maha Esa", yang dengan sarana atau tempat ibadah yang dibangunnya seolah-olah ingin mengabarkan kepada dunia bahwa ia telah membangun, bukan hanya asal omong.
Dari mana dana yayasan itu berasal?
Dana rutin berasal dari potongan paksa gaji PNS dan ABRI/Polri sesuai golongan, mulai Rp50, Rp100, Rp500, sampai Rp1.000. Keliatannya kecil. Tetapi ingat, nilai uang Rp50 di tahun 1982-1983 itu besar saat kurs rupiah terhadap dollar AS sekitar Rp970 sampai Rp1.000. Bahkan untuk perwira tinggi ditetapkan Rp2.000.
Uang Rp1.000 pada masa itu setara dengan Rp15.000 sekarang!
Pemotongan paksa di mana PNS dan ABRI/Polri tidak berdaya itu berlangsung sejak YAMP berdiri, yaitu tahun 1982 sampai Soeharto tumbang di tahun 1998, tepatnya 21 Mei 1998.
Selebihnya, Soeharto tinggal "ngetok" saja para pengusaha dan orang-orang kaya Indonesia saat itu untuk menyumbang. Diminta Soeharto, siapa berani menolak. Maka dana YAMP pun juga berasal dari kalangan dermawan muslim di saat sumber dana dari PNS dan ABRI /Polri dihentikan.
Total dana yang telah terkumpul sekitar Rp138 miliar. Anggaran untuk membangun 999 masjid mencapai Rp207 miliar.
Lha dari mana untuk menutupi kekurangannya?