Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

[Serial Orba] "Petisi 50", Koreksi untuk Soeharto yang Kelewat Berani

28 November 2018   21:24 Diperbarui: 29 November 2018   08:56 1769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Petisi 50" sejatinya sebuah dokumen terbuka. Bisa dibaca siapa saja. Isinya yang memprotes penggunaan filsafat negara, yaitu Pancasila, oleh Soeharto terhadap lawan-lawan politiknya, jelas bikin penguasa meradang. Petisi ini dirilis 5 Mei 1980 di Jakarta sebagai "Ungkapan Keprihatinan".

Ali Sadikin "hanyalah" salah satu tokoh ternama penandatangan selain mantan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Abdul Haris Nasution, mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso, SK Trimurti, Letjen purn Jassin, mantan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap serta Mohammad Natsir.

Di tangan Soeharto, Pancasila yang sejatinya merupakan ideologi negara, telah berubah menjadi gada, alat pemukul lawan politiknya yang paling mematikan. Melawan Soeharto berarti melawan ideologi negara. Ganjarannya tahu sendiri, bisa dibilang makar dan dijebloskan ke dalam tahanan sebagaimana dialami AM Fatwa, salah satu penandatangan "Petisi 50".

Nah, para penandatangan petisi ini menyatakan bahwa Soeharto sebagai penguasa telah menganggap dirinya sebagai pengejawantahan Pancasila, yang menggunakan Pancasila "sebagai alat untuk mengancam musuh-musuh politiknya".

Yang paling bikin Soeharto murka, petisi itu menyebut Soeharto menyetujui tindakan-tindakan tidak terhormat militer, sumpah prajurit diletakkan di atas konstitusi dan bahwa prajurit dianjurkan untuk memilih teman dan lawan berdasarkan semata-mata pada pertimbangan Soeharto.

Untuk sekadar mengingatkan kembali apa isi "Petisi 50" bisa dibaca di sini.

Demikianlah "Petisi 50" yang akan dikenang sebagai "sebuah perlawanan" dari anasir warga negara paling berani di era Orde Baru di saat Soeharto sedang berada di puncak kekuasaannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun