Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kami Bukan Perusahaan Peternakan Sapi (#Journeylism 1)

23 Juni 2016   15:13 Diperbarui: 23 Juni 2016   18:34 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bandara Internasional Mozes Kilangin/Oleh Pepih Nugraha

Satu tubuh dua jiwa, demikian jika harus saya gambarkan keadaan dan posisi saya sekarang ini. Ya jurnalis, ya juga penulis. Mohon jangan iri, ya! 

Dari Jakarta, kami berangkat bersama lima wartawan media arus utama, yakni Rosa Panggabean (Antara), Widiarto Cahyo Adi (MetroTV), Elizabeth Elza Astari (Detik.com), Erandhi Hutomo (Media Indonesia), Bagus Ramadhan (GNFI), dan Nurulloh (Admin Kompasiana). Pendamping dari PT FI adalah Andre Sebastian. Riza Pratama, VP Corporate Communications, yang merupakan pejabat tertinggi dalam perjalanan kali ini, juga Sari Esayanti (PR) dan Dinar Hanggarani (konsultan), berada dalam penerbangan berbeda. 

“One man two trees” 

In action menanam pohon | Dok. Pepih Nugraha
In action menanam pohon | Dok. Pepih Nugraha
Saya dan kawan-kawan jurnalis lainnya menginjakkan kaki di Kota Timika pagi hari, Jumat 17 Juni 2016 lalu setelah sahur di tubuh pesawat Sriwijaya di atas ketinggian 30.000 kaki. Karena hotel belum masanya untuk check-in, waktu kedatangan yang terlalu dini kami manfaatkan untuk berkunjung ke tailing, yakni tempat pengendapan limbah tambang. 

Tiga belas tahun lalu saat saya bertugas di Makassar, Sulawesi Selatan, saya mendapat kesempatan menjejakkan kaki di Kota Timika ini atas undangan perusahaan operator seluler besar yang membangun BTS di “pedalaman” Papua yang sebenarnya telah disulap menjadi sebuah kota baru itu. Dulu saya menginap di Hotel Sheraton yang merupakan hotel termewah satu-satunya di kota itu. Namun sekarang, nama hotel itu sudah berubah menjadi Rimba Papua yang berjarak sekitar dua kilometer dari Bandara Mozes Kilangin. 

Kembali ke tempat pengendapan limbah yang telah disulap menjadi area subur dan menghijau karena berbagai jenis pepohonan yang tumbuh di sana, nama resmi lokasi ini ialah Pusat Reklamasi dan Keanekaragaman Hayati atau dalam bahasa Inggris disebut Lowland Reclamation and Biodiversity Enviromental. Kami dipandu oleh Roberth Sarwon, semacam wakil manajer PT FI yang bertanggung jawab terhadap proyek reklamasi yang berlokasi di MP 21 ini. MP singkatan dari Miles Post yang menunjukkan jarak 21 mil ke arena penambangan Tembagapura. 

Saya bersama dua warga asli Papua seusai menanam pohon | Dok. Pepih Nugraha
Saya bersama dua warga asli Papua seusai menanam pohon | Dok. Pepih Nugraha
Sarwon adalah warga Papua terpelajar. Buktinya ia lulusan S2 kelas jarak jauh dari sebuah institut ternama negeri ini. Maka bicaranya runut dan logika berpikirnya sistematis. “Nanti dulu, biar saya jelaskan,” demikian katanya ketika saya memberondongnya dengan sejumlah pertanyaan. Tidak lebih karena keingintahuan saya berada di tempat hijau seperti hutan yang sebelumnya saya bayangkan sebagai padang atau hamparan limbah sisa penambangan yang tidak bisa ditanami tanaman apapun, apalagi untuk habitat mahluk hidup seperti hewan dan manusia. 

Sudah menjadi pengetahuan umum, dalam operasionalnya PT FI menghasilkan dua dampak penting, yaitu penempatan batuan tertutup yang dihasilkan saat pengambilan batuan bijih di Grasberg dan satunya lagi pasir sisa tambang (biasa disingkat SIRSAT) yang dihasilkan saat proses pengolahan batuan bijih menjadi konsentrat. Konsentrat inilah hasil utama Freeport yang dijual ke berbagai negara, termasuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. 

Silakan bayangkan sebuah perbandingan yang sangat “jomplang”, yakni 97 banding 3. Saya ingin menggambarkan, bahwa dari 100 persen tanah di Grasberg yang diolah, hanya 3 persen saja dari proses produksi yang menghasilkan konsentrat bernilai tinggi itu karena menghasilkan emas, perak dan tembaga. Sementara, 97 persen “sisanya” dari batuan bijih yang diproses akan menjadi SIRSAT (jangan tertukar dengan buah sirsak yang segar itu!).

SIRSAT ini kemudian dialirkan ke dataran rendah melalui sungai Aghawagon pada ketinggian 3.500 meter di atas permukaan laut (dpl) untuk diendapkan dan dikelola di dataran rendah atau lowland itu tadi. Pada ketinggian 500 meter dpl, sungai Aghawagon kawin dengan sungai Otomona. Sungai Otomona inilah yang melanjutkan transportasi SIRSAT menuju dataran lebih rendah dan diendapkan pada kawasan seluas 23.000 hektar yang disebut Modified Ajkwa Deposition Area. 

Di kawasan ini SIRSAT kemudian dikelola PT FI dengan cara membangun Tanggul Timur sepanjang 58 kilometer dan Tanggul Barat sepanjang 60 kilometer. Dipandang dari ketinggian tertentu, tanggul Barat-Timur ini yang berhadap-hadapan ini tak ubahnya rel kereta api dengan konstur berkelok-kelok. SIRSAT tidak lain sisa gerusan batuan bijih setelah mineral tembaga, perak dan emas diambil dalam bentuk konsentrat pada proses pengapungan di pabrik pengolahan nun jauh di sana, masih berjarak 21 mil lagi atau sekitar 30 kilometer lagi dari lokasi Pusat Reklamasi yang didirikan sejak 1995 ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun