"Pak, bagaimana membedakan satu peristiwa yang pantas untuk citizen journalism dan yang pantas buat media massa? Lalu, kenapa Harian Kompas seperti tidak pernah kehabisan berita?"
Itu adalah beberapa pertanyaan dari peserta pelatihan jurnalistik untuk KompasMuda, Senin 25 Juni 2012 lalu. Sebanyak 30 siswa SMA dari berbagai sekolah di Jakarta dan sekitarnya berkumpul. Mereka adalah siswa yang lulus dari sekitar 600 pelamar!
Pelatihan jurnalistik yang lebih sebagai magang sebagai wartawan/fotografer sungguhan itu dilakukan secara konsisten oleh Harian Kompas sebagai pengembang KompasMuda. Antusiasme siswa untuk mengikuti pelatihan dan praktik lapangan sebagai wartawan yang sesungguhnya tidak pernah surut.
Setelah dibekali teori liputan, wawancara dan menulis berita, ke-30 siswa ini nantinya dilepas ke lapangan dengan bimbingan wartawan Kompas. Istilahnya "tandem" kepada wartawan sungguhan. Namanya tandem, setelah itu mereka dilepas sendiri di lapangan untuk menghasilkan sebuah reportase yang kelak dimuat di rubrik KompasMuda.
Mereka bekerja dalam kelompok, 5-6 orang setiap kelompoknya.
Saya tekankan bahwa belajar menulis dan jurnalisme, apalagi mempraktikkannya di lapangan, tidak akan rugi. Setidak-tidaknya semangat mencari dan menggali informasi, akan terus melatih kepekaan "nose for news", kepekaan mencium berita, juga melatih keingintahuan yang tinggi atas satu peristiwa. Terjun ke lapangan sebagai jurnalis membuat siswa peserta memiliki jiwa tangguh, tidak lekas menyerah, berani bertanya, dan mahir menuliskannya sebagai berita.
Alhasil, siswa peserta pelatihan itu terlihat khidmat saat saya menyampaikan materi selama kurang lebih satu setengah jam. Pertanyaan diajukan setelah saya memberi kesempatan di akhir paparan.
Terkait pertanyaan siswa di atas, apa yang membuat satu peristiwa itu disebut berita atau bukan, apakah itu berita untuk citizen journalism atau media massa, saya menjawab bahwa "penciuman" yang terlatih untuk membedakannya akan muncul karena keajegan jurnalis menulis berita. Tidak ada yang instan, semua berproses. Akan tetapi khusus untuk citizen journalism, kata saya, hal-hal sepele yang terjadi di masyarakat atau hal-hal unik yang dilihat, bisa dijadikan bahan citizen journalism.
Sedangkan soal Harian Kompas seperti tidak pernah kehabisan berita, saya jawab bahwa ia memiliki organisasi yang mapan dan berjalan secara otomatis, mulai dari wartawan, editor, redaktur pelaksana, pemimpin redaksi, sampai pemimpin umum dengan dukungan litbang, sunting, penyelaras bahasa, sirkulasi, sampai bisnis. Semua berjalan seperti mesin, sehingga tidak mungkin Harian Kompas kehabisan berita.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H