Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Think and Write Like Journalist

29 Maret 2012   03:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:19 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai salah satu pemateri pada workshop "Professional Public Relation" yang diselenggarakan Kompas Jabar di Hotel Grand Royal Panghegar Bandung, 28 Maret 2012 kemarin, saya sampaikan trik dan tips membuat "siaran pers" yang mampu menarik minat jurnalis dan editor media massa arus utama (mainstream).

Saya tekankan, menulis siaran pers bukan sebagaimana copywriter menulis konten naskah untuk iklan atau promosi, tetapi harus benar-benar membuat siaran pers sebagaimana layaknya sebuah berita yang "presklaar" alias siap muat dengan memperhatikan "angle" yang tepat, aktual, berbeda, penting dan menarik. Menulis siaran pers, saya katakan demikian, harus menghindari promosi berlebihan mengenai lembaga/perusahaan dan barang yang dipromosikan. Menyangkut barang yang dipromosikan, katakanlah vitamin baru yang bisa menurunkan berat badan secara aman, siaran pers tidak seharusnya mengatakan "Perusahaan kami telah memproduksi vitamin yang mampu menurunkan berat badan secara aman dengan harga terjangkau". Lebih baik mengawali siaran pers dengan sebuah penelitian yang menunjukkan betapa "obesitas di kalangan remaja Jakarta meningkat dari tahun ke tahun", misalnya. Juga siaran pers perguruan tinggi mengenai wisuda mahasiswa, jangan katakan "Universitas Sribaduga tahun ini mewisuda sarjana Strata 1 sebanyak 1.500, S2 sebanyak 200, dan S3 sebanyak 20". Cari sudut pandang (angle) yang menarik perhatian wartawan/editor. Katakanlah jika jumlah lulusan S3 meningkat dua kali lipat dari tahun lalu yang hanya 10 doktor, Anda bisa menulis judul, "Lulusan doktor Universitas Sribaduga Meningkat 100 Persen". Siaran pers bukanlah berita, melainkan hanya kuasi berita. Ia menjadi berita jika sudah ditulis ulang wartawan dan dimuat oleh editor di media massa. Tujuan menulis siaran pers tidak lain menarik perhatian wartawan/editor, suka atau tidak suka. Bagi wartawan/editor, judul siaran pers adalah pertarungan "3 detik", sedangkan "lede" atau paragraf pertana siaran pers pertarungan "30 detik". Judul dan "lede" tidak cukup menarik, bagi wartawan/editor pilihannya "take it or leave it". Apa yang harus dilakukan para public relation officer dalam menulis siaran pers atau bahkan konferensi pers? Karena harus menulis siaran pers sebagaimana jurnalis menulis berita, maka saya katakan kepada peserta workshop, "Suka atau tidak suka dengan jurnalis, Anda harus berpikir dan menulis (siaran pers) sebagaimana jurnalis menulis berita!" ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun