Mohon tunggu...
Peny Wahyuni Indrastuti
Peny Wahyuni Indrastuti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu Rumah Tangga yang berjuang melawan lupa

Ada kalanya, hati menunjukkan sisi terang. Ada kalanya pula bersembunyi pada sisi gelap. Hanya mantra kata yang bisa membuatnya bicara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lubang di Hati untuk Emak

20 Desember 2020   17:13 Diperbarui: 20 Desember 2020   17:26 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bahkan saat nenekku meninggal, Emak yang keras hati, diam-diam menyendiri dalam kesedihannya di kamar belakang.

Perlahan aku duduk di sampingnya. Mengajaknya makan dulu sebelum membawa jenazah nenek ke Blitar untuk dimakamkan di samping kakek.

Emak menggeleng. Diam. Beku. Kupeluk tanpa berkata apa pun.

Sekejap kemudian tangis Emak meleleh.

Sesenggukan di pelukku dan berbisik, "Aku sekarang tidak punya siapa-siapa lagi."

Emakku memang anak tunggal. Dengan meninggalnya nenek, Emak merasa hidup sendiri. Apalagi pada usia senja, sering emakku dibuat sakit hati oleh bapakku. Entah sakit hati seperti apa.

Emakku.

Sampai akhir hayatnya, ia meninggalkanku yang masih melajang.

Emak pergi karena ada pembengkakan jantung.

Emak orang baik, naif, dan sederhana. Mencintai enam anaknya dengan caranya sendiri.

Keras hati memang, tapi tak malu untuk menyadari kesalahannya jika memang bersalah, kepada anaknya sekali pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun