Jiwa sejatimu selalu pulang dalam mimpiku, padahal ragamu ada bersamaku.
Masihkah tirai misteri menjadi dinding di antara kita?
Dalam mimpi tawamu masih seperti dulu.
Ketika kita mencuri sepotong surga penuh cinta, lalu kita terkapar di bawah pohon waru tepi pantai Pasir Putih.
Bisikmu berkejaran dengan deru angin laut, Â mendesis pada cuping telingaku yang hanya dapat menerka sebagian makna.
Hatiku, Â rasaku, Â bahasa tubuhku, Â dapat mengenali jiwa sejatimu, meski dengan mata terpejam.
Kemudian kamu masuk sepenuhnya dalam dunia mimpiku. Â
Bertahun-tahun, sampai datang awan gelap penuh misteri, mencabut paksa kehadiranmu.
Memisahkan jiwa dengan tetap meninggalkan raga di sisiku.
Raga yang tak lagi kukenali.
Raga yang ditinggalkan jiwa sejati.