Hari ini tanggal 18 Juni 2014 tempat lokalisasi prostitusi yang konon terbesar di Asia Tenggara, Dolly, akan ditutup untuk selamanya. Kata prostitusi diambil dari Bahasa Inggris prostitution yang terjemah bebasnya adalah sesuatu yang menawarkan hubungan badan secara berbayar. Kawasan Dolly ini mulai ada sejak tahun 1960-an. Kawasan Dolly berada di kota Surabaya bagian barat.
Sebenarnya rencana penutupan Dolly sudah lama bergulir hanya saja mendapat berbagai penolakan dari sejumlah pihak. Salah satu pihak yang menolak penutupan kawasan Dolly adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan/PDIP). PDIP merupakakan satu-satunya fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya yang menolak penutupan Kawasan Dolly. PDIP yang merupakan partai politik (parpol) yang mencalonkan Joko Widodo (Jokowi) menjadi calon presiden (capres) ini beralasan penutupan Dolly adalah bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Padahal, pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dan pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur sudah mempersiapkan sejumlah rencana dan dana untuk memberdayakan warga Dolly supaya kehidupannya terjamin pascapenutupan kawasan Dolly.
Penolakan PDIP ini menjadi aneh tatkala berlawanan dengan keinginan Wali Kota Ibu Tri Rismaharini untuk tetap menutup kawasan Dolly. Pasalnya, Ibu Tri Rismaharini (Bu Risma) dulunya merupakan Calon Wali Kota Surabaya yang diusung salah satunya oleh PDIP. Ini bukti bahwa Bu Risma bukan boneka PDIP. Ibu Risma pun mendapat perlawanan keras dari partainya. Namun, dari hari ke hari berbagai dukungan datang ke Bu Risma guna merealisasikan rencana penutupan kawasan Dolly. Dukungan ini berasal dari warga sekitar kawasan Dolly, anak-anak warga Dolly, warga Surabaya, warga Jawa Timur, dan banyak pihak lainnya.
Namun, untunglah baru-baru ini PDIP Surabaya akhirnya menyetujui rencana penutupan Dolly sehingga penutupan Dolly bisa berjalan tepat waktu sesuai target yakni tanggal 18 Juni 2014 ini. Meskipun bisa saja Wali Kota Surabaya Ibu Tri Rismaharini dan Gubernur Jawa Timur Bapak Soekarwo menutup kawasan Dolly tanpa persetujuan PDIP namun persetujuan PDIP menjadi cukup penting supaya penutupan kawasan Dolly bisa berlangsung lebih tertib. Pasalnya, jika tidak demikian maka dikhawatirkan pendukung, simpatisan, dan massa PDIP akan menghalangi, mengganggu, dan membuat kericuhan saat berlangsungnya penutupan kawasan Dolly. Bahkan, meskipun PDIP sudah menyetujui pun, pengamanan kawasan Dolly tetap diperketat untuk mencegah tindakan anarkis yang mungkin dilakukan pendukung PDIP dan massa lainnya.
Diduga kuat, alasan PDIP Surabaya akhirnya menyetujui penutupan kawasan Dolly adalah terkait pemilu presiden (pilpres) 2014. PDIP tidak ingin penolakannya atas penutupan kawasan Dolly merusak citra dan menurunkan elektabilitas pasangan capres-cawapres Jokowi-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). PDIP baru sadar bahwa penolakan yang dilakukannya berpotensi memunculkan rasa antipati rakyat Indonesia kepada Jokowi-JK sehingga rakyat Indonesia enggan untuk memilih dan mencoblos Jokowi-JK.
Setidaknya, Jokowi mempunyai sedikit manfaat bagi rakyat Indonesia karena dengan pencapresan Jokowi akhirnya penutupan kawasan Dolly diharapkan berlangsung aman dan tertib. Selagi Jokowi menjadi capres Republik Indonesia, mengapa kita tidak menutup tempat-tempat prostitusi lainnya di seluruh penjuru Indonesia? Bukankah setiap daerah memiliki kawasan prostitusinya sendiri?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H