Tidak lama lagi Pemilihan Umumakan digelar, jutaan pasang mata nyaris tertuju pada pesta demokrasi lima tahunan ini. Sementara sebuah dilema besar menyelimuti para elit politik yang kini telah duduk di kursi kekuasaan, baik yang berada di lingkaran Yudikatif maupun Eksekutif.
Bagai mana tidak, jika disatu sisi seorang pejabat publik yang diharap total menyerahkan dirinya untuk rakyat yang telah mempercayainya, harus berbagi pemikiran untuk sebuah loyalitas terhadap partai yang mengantarnya hingga kini.
Tak pelak pro - kontra masalah ini pun menimbulkan perdebatan panas, bahkan dalam tayangan sejumlah televisi-televisi swasta. Saling lempar argument tak terhelakkan, antara kader yang dipercaya dan didaulat untuk membela ideologi partainya.
Salah seorang kader partai penguasa ngotot dengan dalih aturan-aturan yang melegalkan cuti pejabat publik, sehingga menimbulkan kesan bagi saya, argument-argument politikus ini lebih kearah sebuah pembenaran.
Bagi saya, suatu pernyataan, jika tujuannya hanya kearah pembenaran, akan melahirkan pemikiran-pemikiran yang susah dinalar. Sangat disayangkan, apa lagi jika seorang tersebut sebetulnya memiliki kecerdasan yang cukup baik.
Sebenarnya sangat simpel, memecahkan sesuatu, tidak melulu dengan cara-car rumit. Jika suatu pejabat telah melakukan tugasnya dengan baik, sesuai dengan harapan rakyat, tanpa kampanye ngalor ngidul rakyat tidak bakal kelain hati.
Bagi saya, mengerjakan apa yang telah diamanahkan rakyat kepada pejabat sesuai apa yang mereka (rakyat) harapkan atas kebijakan dan segala tetekbengeknya itu merupakan pembentukan suatu Brand (merk), jika merek tersebut terbukti berkualitas, tentunya memiliki harga yang cukup mahal, tanpa banyak promosi pun, pasti akan menjadi pilihan utama.
Rakyat tidak bodoh, maka dari itu jadi seorang pemimpin jangan bertindak bodoh. Jika segala susatunya di seret keranah politik, pastinya akan mempersulit.
Seorang pejabat publik, bisa duduk dikursi kepemimpinan itu berkat kepercayaan rakyat, melalui pemilihan umum, dengan partai politik sebagai kendaraan. Jika seorang pejabat, bahkan seorang Presiden harus mengambil cuti demi kepentingan partai, sementara masalah negara harus terbengkalai? hal tersbut adalah sebuah penghianatan amanah dan kepercayaan rakyat.
Bersambung.................
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H